Upacara Yadnya Kasada di Gunung Bromo Berlangsung Sejak Masa Majapahit, Apa Itu? Berikut Penjelasannya

20 Juni 2024, 14:08 WIB
Upacara Ritual Yadnya Kasada, Wisata Gunung Bromo Akan Ditutup Untuk Wisatawan /ilustrasi/

GALAMEDIA - Yadnya Kasada atau Pujan Kasada adalah upacara adat tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Hindu Tengger di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur. Upacara ini diadakan setiap bulan Kasada (bulan ke-12) pada hari ke-14 dalam penanggalan Jawa, yang biasanya jatuh pada bulan Juni atau Juli dalam kalender Masehi.

Makna dan Tujuan Yadnya Kasada

Yadnya Kasada merupakan bentuk penghormatan dan persembahan kepada Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) dan para leluhur, khususnya Roro Anteng dan Jaka Seger, yang diyakini sebagai nenek moyang masyarakat Tengger. Upacara ini juga bertujuan untuk memohon keselamatan, keberkahan, dan kesuburan bagi masyarakat Tengger dan lingkungan sekitarnya.

Rangkaian Upacara Yadnya Kasada

Upacara Yadnya Kasada terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan, antara lain:

1. Upacara Pembukaan

Dilakukan di Pura Luhur Poten, sebuah pura yang terletak di kaki Gunung Bromo. Upacara ini dipimpin oleh para pemuka agama Hindu Tengger dan dihadiri oleh masyarakat Tengger dari berbagai desa.

2. Arak-arakan Ongkek: Masyarakat Tengger membawa sesaji berupa hasil bumi, ternak, dan berbagai persembahan lainnya dalam sebuah arak-arakan menuju kawah Gunung Bromo.

Baca Juga: Gunung Bromo 'Tersegel': Yadnya Kasada Memanggil, Wisatawan Menanti dengan Harap

3. Larungan Sesaji: Sesaji yang dibawa dalam arak-arakan kemudian dilarung ke dalam kawah Gunung Bromo sebagai persembahan kepada Sang Hyang Widhi dan para leluhur.

4. Doa Bersama: Masyarakat Tengger melakukan doa bersama di sekitar kawah Gunung Bromo untuk memohon keselamatan, keberkahan, dan kesuburan.

Keunikan Yadnya Kasada

Yadnya Kasada merupakan salah satu upacara adat yang unik dan menarik di Indonesia. Upacara ini tidak hanya memiliki nilai religius yang tinggi, tetapi juga menjadi daya tarik wisata bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.

Yadnya Kasada merupakan bagian penting dari identitas dan budaya masyarakat Tengger. Upacara ini tidak hanya menjadi sarana untuk mengungkapkan rasa syukur dan permohonan kepada Sang Hyang Widhi, tetapi juga menjadi ajang untuk mempererat tali persaudaraan antarwarga Tengger.

Pelestarian Yadnya Kasada merupakan tanggung jawab bersama, baik masyarakat Tengger maupun pemerintah. Dengan menjaga dan melestarikan tradisi ini, kita dapat menjaga kekayaan budaya Indonesia dan memberikan manfaat bagi generasi mendatang.

Baca Juga: Kawasan Gunung Bromo Ditutup Total Selama 4 Hari! Ini Penyebabnya

Upacara Adat Spesifik

Yadnya Kasada adalah upacara adat yang spesifik bagi masyarakat Hindu Tengger di sekitar Gunung Bromo. Masyarakat Hindu Bali memiliki tradisi dan upacara adat mereka sendiri yang berbeda. Meskipun sama-sama beragama Hindu, terdapat perbedaan budaya dan kepercayaan antara kedua kelompok ini.

Yadnya Kasada memiliki akar sejarah yang panjang dan diperkirakan telah dilakukan selama berabad-abad. Asal-usulnya terkait dengan legenda Roro Anteng dan Jaka Seger, yang diyakini sebagai nenek moyang masyarakat Tengger. Menurut legenda, pasangan ini memohon kepada Sang Hyang Widhi untuk dianugerahi keturunan. Permohonan mereka dikabulkan dengan syarat mereka harus mengorbankan anak bungsu mereka ke kawah Gunung Bromo.

Meskipun tidak ada catatan sejarah yang pasti mengenai awal mula Yadnya Kasada, tradisi ini diyakini telah dilakukan sejak zaman Majapahit atau bahkan lebih awal. Hingga saat ini, Yadnya Kasada masih terus dilestarikan oleh masyarakat Tengger sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan ungkapan rasa syukur kepada Sang Hyang Widhi.

Korbankan Anak Bungsu

Berdasarkan legenda Roro Anteng dan Jaka Seger, pada awalnya yang dikorbankan adalah anak bungsu mereka sebagai persembahan kepada Sang Hyang Widhi. Namun, seiring berjalannya waktu, praktik pengorbanan manusia dihentikan dan digantikan dengan sesaji berupa hasil bumi, ternak, dan berbagai persembahan lainnya.

Perubahan ini diperkirakan terjadi karena adanya pengaruh agama Hindu dan nilai-nilai kemanusiaan yang mulai berkembang di masyarakat Tengger. Pengorbanan manusia dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga digantikan dengan persembahan yang lebih simbolis.

Meskipun praktik pengorbanan manusia telah lama ditinggalkan, Yadnya Kasada tetap menjadi upacara adat yang penting bagi masyarakat Tengger. Upacara ini tidak hanya menjadi sarana untuk mengungkapkan rasa syukur dan permohonan kepada Sang Hyang Widhi, tetapi juga menjadi ajang untuk mempererat tali persaudaraan antarwarga Tengger dan melestarikan budaya leluhur.***

 

Editor: Dicky Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler