Mewujudkan Masyarakat Sadar Wisata

8 Maret 2021, 19:36 WIB
Foto penulis./dok.pribadi /

GALAMEDIA - Pariwisata masih selalu diukur dengan konteks kunjungan wisatawan mancanegara/nusantara karena orientasinya masih ke peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Terutama saat ini direlasikan dengan penurunan jumlah kunjungan wisatawan yang drastis selama kondisi pandemi covid19 saat ini. Setidaknya para kepala daerah selalu menekankan ini ke SKPD (para kepala dinas).

Bila pariwisata ditempatkan sebagai sektor strategis, maka perlu dilakukan penguatan komitmen yang konsisten yaitu dengan kelembagaan yang mantap, dan sumber daya yang memadai untuk melaksanakannya.

Baca Juga: Ungkap 3 Karakter Seseorang, Eks Menag Malah Kena Sindir Gus Umar: Uang di Laci Pas Dia Menag Duit Halal?

Jika diukur dari tugasnya untuk mendatangkan PAD di satu sisi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas di sisi lainnya, maka perlu sumber daya yang lebih besar dan kuat dari yang dialokasikan sekarang.

Penguatan kelembagaan, selanjutnya dilakukan pula oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bukan hanya untuk stakeholders pelaku kepariwisataan yang bermain secara langsung (seperti PHRI, ASITA, HIPHI, PUTRI, ASPERAPI, dan lainnya).

Namun juga harus dapat menjangkau kelembagaan yang mendukung kepariwisataan secara keseluruhan (seperti: Transportasi wisata, Taksi, Lingkung seni, Kompepar, LSM, Organisasi Masyarakat, dan sebagainya).

Unsur penting dari destinasi adalah masyarakat yang ada dan tinggal didalamnya. Keberhasilan pariwisata kini tidak dapat hanya diukur dari penerimaan devisa, Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau lainnya.

Baca Juga: Mardani Ali Sera Tanggapi Soal KLB Partai Demokrat: Praktik Buruk Bagi Demokrasi, Pelecehan Hukum!

Namun harus tercermin dari peningkatan kesejahteraan masyarakat didalamnya baik sebagai tuan rumah maupun sebagai wisatawan.

Sangat penting bagi destinasi untuk melakukan analisis sumber dayanya, analisis citra pariwisatanya, dan melakukan pemindaian representasional.

Dalam citra terkandung informasi mengenai geografi, masyarakat, infrastruktur, iklim, kebiasaan, dan sejarah serta evaluasi atas daya tarik wisata, keselamatan, dan lainnya.

Perlu kita akui bahwa perkotaan di Indonesia belum sepenuhnya menjadi destinasi bagi wisatawan mancanegara, padahal wisatawan Indonesia yang berkunjung ke luar negeri menyukai kunjungan ke kota-kota.

Oleh karena itu kota/kabupaten perlu mengidentifikasikan dan menginterpretasikan sumber daya yang menarik dan tempat-tempat (places) yang menarik bagi wisatawan.

Pariwisata bukanlah sektor ekonomi murni, formula demand–supply tidak berlaku sepenuhnya di sektor ini, tetapi lebih kepada "Supply Creates Its Own Market".

Baca Juga: Fraksi PKS DPRD Jabar Dorong Pemprov Jabar Segera Operasikan TPA Legok Nangka dan Lulut Nambo

Yitu dimana bila kita menonjolkan diferensiasi dan menimbulkan keingintahuan pasar wisata, maka kita akan selalu didatangi.

Meski daya tarik setiap destinasi pariwisata berbeda, dan tak mungkin ada persaingan karena karakter dan diferensiasi daya tarik masing-masing pasti berbeda, "persaingan" antar destinasi kenyataannya semakin tajam.

Perlunya pemetaan sektor wisata yang terklaster untuk raihan PAD (establish), stimulus investasi wisata (emerging) dan wisata baru (penyangga).

Dengan cara ini stakeholder pariwisata memiliki pilihan untuk pembinaan, pemeliharaan dan pemitraan. Sektor penyangga sekunder seperti IKM, UKM komunitas kreatif pariwisata dan lain-lain bisa dilibatkan secara proporsional.

Upaya ini diharapkan agar setiap destinasi dapat menyediakan kualitas pengalaman dan menciptakan nilai terbaik bagi pengunjungnya, sembari tetap mengelola dampak pariwisata terhadap masyarakat dan lingkungannya.

Pemangku kepentingan harus fokus pada apa yang sangat khas dan tidak ada ditempat lain. Kemudian kita sambil jalan dapat mengembangkan supplementary atau complimentary attraction-nya yang lain untuk memperbanyak obyek kunjungan, memperpanjang lama tinggal wisatawan, dan tentunya akan berdampak terhadap ekspenditur atau belanja wisatawan di destinasi tersebut dan sekitarnya.

Baca Juga: DPD Partai Demokrat Jabar Datangi Kemenkumham Jabar Minta Hasil KLB Abal-abal Tak Disahkan

Wisatawan tidak dapat 'disuruh' untuk datang, tapi memutuskan sendiri kemana dia mau pergi berdasarkan preferensi, berupa informasi dalam berbagai bentuk.

Salah satu kolaborasi prioritas kepariwisataan yang masih mungkin dilakukan secara perlahan adalah mengarahkan mindset pemangku kepentingan pariwisata dengan membuka sumber-sumber PAD baru dari eksploitasi dan eksplorasi sumber daya pariwisata.

Hal ini dapat terealisasi apabila pemangku kepentingan memahami dasar-dasar pariwisata sehingga tepat dalam membuat arah pengembangan pariwisata.

Tidak dapat dipungkiri kondisi faktual menunjukan masih ada 'Pemahaman' kepala daerah, eksekutif dan legislatif di daerah yang belum sama persepsinya terhadap pariwisata.
Pemangku kepentingan pariwisata dituntut harus sadar wisata, menularkan ke masyarakat dengan melihat best practice akan succes story negara/ tempat lain.

Kita perlu fokus agar benar-benar menjadi succes story dan kemudian dikembangkan di beberapa wilayah dengan memperhatikan nilai kelokalannya. Bila itu terjadi, maka kita sudah membuat 'honeypot" (kantung madu) untuk kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

Baca Juga: DPD Partai Demokrat Jabar Datangi Kemenkumham Jabar Minta Hasil KLB Abal-abal Tak Disahkan

Apabila pemangku kepentingan dan masyarakat sudah sadar wisata maka dampak positif lanjutannya kita membangun masyarakat berbasis pariwisata/Tourism Community Based (yang menerapkan sapta pesona).

Bahkan pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism) yang akan memberikan kontribusi yang cukup besar antara lain bagi kesempatan kerja, kesempatan berusaha, penguatan devisa negara, menambah uang beredar, dan mendorong pertumbuhan sektor lain.

Termasuk mendorong kreativitas dan inovasi masyarakat, menciptakan masyarakat mandiri dan madani, kebanggaan dan kepercayaan diri masyarakat, menimbulkan efek berganda dan efek turunan, mendorong daya beli masyarakat, perbaikan infrastruktur kota, kota yang dikenal dunia, dan lain-lain.

Kalau kotanya bagus, masyarakat (dan pimpinan daerah/dewan) sadar wisata, masyarakat akan tambah semangat mencintai, berikutnya barulah wisatawan akan datang dan PAD akan meningkat.***

Pengirim:
Yudhi Koesworodjati
- Dosen Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas - Pasundan Pemerhati pariwisata)

Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim 

 

 

 

 

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler