Haedar sosok yang beraliran "khitois" karena ketaatannya pada garis-garis haluan organisasi. Haedar memiliki wawasan kebangsaan, keislaman, dan kemuhammadiyahan yang luas serta mendalam.
Baca Juga: Gunung Merapi Kembali Luncurkan Guguran Awan Panas Selama 114 Detik ke Arah Barat Daya Sejauh 1,5 Km
Dalam bukunya yang berjudul, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan (2010), Haedar mengungkapkan betapa Muhammadiyah sungguh "kenyang" dengan hiruk pikuk dunia politik. Muhammadiyah merasakan betul betapa rumitnya bersentuhan dengan dunia politik.
Meskipun demikian, terang Haedar, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang bercorak sosio-keagamaan tidak boleh alergi terhadap politik. Wawasan keagamaannya justru harus menyatu dengan wawasan kekuasaan.
"Akan tetapi, yang perlu dijaga adalah bagaimana agar Muhammadiyah tidak terjebak oleh isu-isu politik praktis yang tidak menguntungkan," jelasnya.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam Non-politik. Pelibatan politik di Muhammadiyah sangat dikhawatirkan, sehingga hal ini menjadikan Haedar sangat memegang teguh kepada khittah organisasi.
Keberpihakan Haedar kepada khittah Muhammadiyah merupakan kebanggan tersendiri segenap warga Muhammadiyah. Gaya politik ini dapat disebut sebagai politik kebangsaan, high politics atau politik nilai.
Pengalaman panjang berorganisasi di Muhammadiyah sejak muda, keterlibatan pada perumusan keputusan-keputusaan organisasi Muhammadiyah, membuat Haedar sebagai seorang nahkoda memahami betul ideologi dan khittah Muhammadiyah, termasuk memahami hendak kemana membawa sikap dan pandangan Muhammadiyah di masa yang akan datang.
Puasa Sebagai Kanopi Diri
Sebagai publik pigur, Haedar Nashir juga sering menggunakan media sosial sebagai ajang berbagi pengetahuan, sekaligus berdawah. Baru baru ini juga lewat akun Twiter-nya mengatakan tentang "konsep kanopi" di bulan Ramadan ini.