Transformasi Kepemimpinan Bisnis

- 6 Desember 2021, 20:00 WIB
Foto penulis./dok. pribadi
Foto penulis./dok. pribadi /

GALAMEDIA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai sebagai pemimpin efektif dan juga genius. Penilaian itu disampaikan oleh Kishore Mahbubani, seorang profesor peneliti dari Asia Research Institute, National University of Singapore.

Sebagai seorang peneliti Kishore tentu memiliki argumentasi yang kuat untuk menilai gaya kepemimpinan seorang presiden dari negara mitra negaranya.

Bagi masyarakat Indonesia, penilaian itu perlu dianggap sebagai penghargaan dari seorang pakar internasional, meskipun untuk ruang nasional hal itu bisa berbeda konteksnya.

Pemimpin yang efektif adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan sesuatu yang benar dengan cara yang benar (Peter F. Druckers, 2020).

Merujuk pada pendapat Druckers itu, efektifitas kepemimpinan diukur dengan karakter kecerdasan, imajinatif, kemampuan mengelola waktu dan menghindari kerja tidak produktif dan menghasilkan outcome yang jelas.

Gaya kepemimpinan di Indonesia mengalami transformasi secara kultural. Pada masa Orde Baru pemerintahan didominasi oleh kelompok teknokrat dari kalangan akademisi ekonomi, khususnya ekonomi pembangunan, yang memunculkan istilah “Mafia Berkeley”.

Baca Juga: Pembuat Vaksin AstraZeneca Ingatkan Covid-19 ke Depan 'Lebih Mematikan'

Pucuk pimpinannya adalah seorang Jenderal Militer yang memiliki kemampuan kuat mengelola birokrasi kenegaraan untuk mengatur sumberdaya ekonomi dan politik.

Pasca Orde Reformasi, pemerintahan dikuasai politisi dari berbagai kalangan, baik dari kalangan partai politik maupun kalangan bisnis, bahkan politisi praktisi yang juga pelaku bisnis.

Pemerintahan yang dikooptasi oleh kekuasaan bisnis memunculkan karakter oligaristik yang tunduk pada kekuatan donatur penyumbang kemenangan pemilu.

Hasil Pemilu 2014 kepemimpinan nasional di pemerintahan dan parlemen berlanjut didominasi oleh politisi dan kalangan bisnis.

Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) memimpin pemerintahan dengan gaya pengusaha, karena memang ia seorang pelaku bisnis.

Kelompok pengusaha di luar kabinet memberikan pengaruh kuat terhadap operasi perekonomian pemerintahan, tapi hasilnya belum memberikan dampak positif terhadap kemakmuran ekonomi masyarakat.

Penguatan yang diberikan melalui pelibatan kelompok teknokrasi akademisi dalam kabinet, juga belum terasa hasilnya.

Baca Juga: Rayyanza Malik Ahmad Aqiqah Raffi Ahmad Beli 4 Kambing Sekaligus, Nama Kambing Jadi Sorotan

Kepemimpinan Bisnis
Ketika mengelola perekonomian negara, apakah pemimpin dari kalangan eksekutif bisnis efektif untuk mengurus suatu negara? Ataukah seorang pakar ekonomi lebih efektif mengurus suatu negara?

Paul Krugman, peraih Hadiah Nobel Ekonomi 2008 dalam bukunya “ A Country is not A Company”, menyatakan bahwa pola pemikiran yang diperlukan bagi analisis ekonomi berbeda dengan pola pemikiran untuk sukses berbisnis.

Sebagai ahli perdagangan internasional, ia menilai ada beberapa masalah ekonomi yang sulit dipahami oleh eksekutif bisnis. Dua di antaranya adalah hubungan antara ekspor dengan penciptaan lapangan kerja, dan hubungan antara investasi asing dengan neraca perdagangan.

Para pendukung pasar bebas umumnya sependapat bahwa perluasan perdagangan dunia dalam kesepakatan General on Tarif And Trade (GATT) dianggap bagus karena bisa menciptakan lapangan kerja dunia.

Para pengusaha juga cenderung percaya bahwa berbagai negara bersaing untuk memperebutkan pekerjaan yang tercipta. Para ekonom berbeda pandangan tentang hal ini. Setidaknya tidak ada relevansi antara peningkatan ekspor dengan perluasan kesempatan kerja di dalam negeri.

Pasalnya, ekspor bagi suatu negara berarti impor bagi negara yang lain. Demikian pula tidak ada relevansi antara investasi asing dan neraca perdagangan. Investasi di satu sektor industri akan menyedot sumber daya dari sektor industri yang lain.

Baca Juga: Gunung Semeru Erupsi, Tim Formula Dikerahkan Bantu Tangani Pengungsi

Selain itu investasi asing juga belum tentu segera menghasilkan feedback ekonomi. Apakah investasi asing yang masif di sektor infrastruktur di Indonesia dapat segera menghasilkan uang untuk negara?

Berbagai argumentasi yang dianggap tepat menurut ekonom bertentangan dengan intuisi pebisnis, dan seringkali dianggap tidak masuk akal. Pemimpin dari kaum bisnis tidak memiliki pengalaman untuk mencari prinsip-prinsip argumentasi ekonom.

Prinsip-prinsip umum pengelolaan perekonomian negara berbeda dengan pengelolaan perusahaan yang lebih banyak menjalankan strategi khusus. Perbedaan fundamental antara pemimpin bisnis dengan pemimpin ekonom adalah ekonom selalu berpikir dalam sistem tertutup sedangkan pebisnis biasa berpikir dalam sistem terbuka.

Kebijakan sistem produksi atau marketing dapat segera dieksekusi karena pengusaha memiliki keleluasaan untuk beradaptasi. Sebaliknya kebijakan tentang ekonomi moneter atau fiskal tidak bisa segera dapat dieksekusi karena banyaknya variabel yang perlu dipertimbangkan.

Indonesia beruntung memiliki seorang presiden dari sumber kepemimpinan bisnis, yaitu Jokowi. Sebagai seorang pengusaha dan kini menjadi kepala pemerintahan, Jokowi mencoba melakukan transformasi kepemimpinan bisnis ke kepemimpinan pemerintahan.

Kunci transformasi kepemimpinan bisnis dalam pengelolaan kerja-kerja publik adalah penataan Signature yang sesuai dengan kehendak publik, yaitu karakter humanis dan nasionalis yang menjadi ciri keunikan.

Kepemimpinan bisnis harus mampu menciptakan keberhasilan pencapaian tujuan negara melalui pengembangan teori umum tentang korporasi, bukan hanya menemukan dan menerapkan strategi fungsi bisnis atau inovasi organisasi.

Pengirim:
Sadikun Citra Rusmana
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan

DISCLAIMER: Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x