Negara Berperan Menekan Angka Perceraian

- 1 September 2020, 09:17 WIB
/


GALAMEDIA - MENJADI perhatian publik, viralnya video antrean perceraian yang mengular di Pengadilan Agama Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, beredar di akun instagram @ bandung.update. "Bandung'ers, jangan terkecoh yaa, ini bukan antrian penerima bantuan sosial, tapi antrian orang-orang yang mau cerai di Pengadilan Agama Soreang..."

Antrean yang terjadi lantaran jumlah ruang sidang yang terbatas. Sementara para pengaju gugatan cerai terbilang cukup tinggi. Bayangkan, dalam satu hari ada 150 gugatan cerai yang dilayani. (Kompas.com, 24/8/2020)

Mengapakah perceraian di masa pandemi ini begitu tinggi? Bukankah suami dan istri lebih banyak menghabiskan waktu mereka di rumah? Bukankah dengan seringnya bertemu akan menambah keakraban dan keharmonisan diantara keduanya?

Baca Juga: BMKG : Cuaca di Bandung dan Wilayah Jabar Secara Umum Cerah Berawan

Fakta Perceraian

Fenomena membludaknya gugatan cerai seperti di video yang viral tersebut, membuktikan betapa bangunan keluarga Muslim saat ini sangat rapuh sekali. Penyebabnya beragam, mulai dari faktor ekonomi, disharmonisasi (pertengkaran), hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Memang, masa pandemi tak ayal menimbulkan tekanan ekonomi pada sebagian besar keluarga. Pemasukan yang berkurang, sementara kebutuhan hidup cenderung meningkat, menyebabkan ketegangan hubungan anggota keluarga, berupa cek-cok suami istri hingga KDRT. Ketidaknyamanan ini acapkali dituntaskan dengan pikiran pendek, yakni cerai.

Pandemi bukanlah penyebab maraknya perceraian. Justru pandemi ini menguak kebobrokan sistem yang tidak mampu menjamin ketahanan keluarga. Fakta menunjukkan, sebagaimana dikutip Pikiran Rakyat pada (19/9/2019), sebelum masa pandemi saja, kasus perceraian di Kabupaten Bandung sepanjang tahun 2018-2019 sudah sangat tinggi, rata-rata mencapai 700-900 perkara per bulan.

Baca Juga: Pegunungan Bintang Papua Diguncang Gempa Bumi Bermagnitudo 5.1

Perceraian dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang halal, tetapi dibenci Allah SWT. Bahkan perceraian disebut sebagai pekerjaan setan yang membisiki suami-istri agar bercerai. “Aku tidak meninggalkannya hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya”. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat engkau.” (HR Muslim).

Namun, cerai sekarang menjadi perkara yang digampangkan. Kata talak yang dititipkan pada tangan laki-laki tak bisa lagi dijaga, bahkan fenomena hari ini justru lebih banyak talak itu dimintakan istri kepada suami. Mengapa? Karena tak ada lagi penjagaan berlapis berupa hukum-hukum perlindungan keutuhan keluarga yang mestinya dijalankan oleh berbagai pihak. Mulai dari pasangan suami-istri itu sendiri, masyarakat, maupun negara.

Terjadi pergeseran pandangan terhadap kuatnya ikatan pernikahan setelah akad nikah. Bahwa mereka diikat dengan nama Allah untuk menjalankan janjinya masing-masing dalam menunaikan kewajiban. Yakni mencukupi nafkah keluarga, mempergauli istri dengan baik, mendidik istri dan anak-anak dengan amal saleh, serta menjaga harmoni komunikasi di antara anggota keluarga.

Namun, banyak dari keluarga Muslim yang sekarang tidak lagi komitmen menjalankannya. Tak sedikit suami yang tidak menafkahi istrinya, baik sengaja ataupun tidak (karena sulitnya pekerjaan). Kondisi keluarga yang demikian, tak semata karena kelalaian pasangan suami istri. Tekanan ekonomi, tidak pahamnya hak dan kewajiban, dan bodohnya dari hukum syara’ seputar pergaulan dalam rumah tangga, disebabkan tidak berfungsinya negara sekuler membentuk ketahanan keluarga.

Baca Juga: Kapal Kargo Hancur Berantakan Ditembak Empat Rudal Amerika Serikat

Akar Masalah

Apabila kita kaji lebih dalam, pangkal kehancuran keluarga itu karena tiga sebab, yakni sistem kapitalisme, sistem liberalisme demokrasi-sekuler, dan ketiadaan sistem sanksi yang membuat efek jera. Pertama, sistem kapitalisme menyebabkan kekayaan alam negeri ini, yang gemah ripah loh jinawi, hanya dikuasai segelintir orang. Sehingga, kemiskinan mayoritas masyarakat pun terjadi. Mengutip dalil dari Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Abu Na’im, “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.”

Kedua, sistem liberalisme demokrasi-sekuler menyebabkan kehidupan sosial yang bebas tanpa batas. Akhirnya memunculkan perselingkuhan dan lain sebagainya. Pada akhirnya, rumah tangga tidak harmonis, bahkan berujung KDRT. Dan ketiga, yakni ketiadaan sistem sanksi yang membuat jera pelaku kekerasan maupun suami atau istri yang menelantarkan keluarga.

Padahal, Allah SWT berfirman dalam surah at-Thalaq, “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan membuat untuknya jalan keluar – dari segala macam kesulitan, dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (TQS at-Thalaq: 2-3)

Baca Juga: Ibrahimovic Perpanjang Kontrak Bersama AC Milan Hingga Akhir Juni 2021

Solusi Islam

Kehadiran sistem yang mampu mewujudkan keluarga yang sakinah mawadah warahmah merupakan suatu keharusan. Sistem itu tak lain tak bukan adalah sistem syariah Kaffah dalam naungan Khilafah. Sebab, terwujudnya keluarga bahagia, butuh kehadiran negara.

Sesungguhnya, kondisi keluarga yang semakin memprihatinkan hari ini, memerlukan institusi negara Islam, yaitu Khilafah. Sebab khilafah akan memastikan pelaksanaan hukum syariat oleh keluarga dan akan menerapkan sistem kehidupan yang diperlukan oleh keluarga.

Khilafah akan memastikan setiap suami atau wali mampu memberi nafkah (Lihat QS Al-Baqarah 233, QS An-Nisaa 34). Negara sendiri yang memastikan bahwa lapangan kerja bagi laki-laki itu tersedia. Negara harus memberikan pendidikan dan pelatihan kerja, bahkan jika dibutuhkan akan memberikan bantuan modal.

Baca Juga: US Open : Stefanos Tsitsipasi Melangkah Mulus ke Babak Kedua Usai Kalahkan Albert Ramos

Khilafah akan menyiapkan pendidikan, agar suami-istri paham bahwa pergaulan suami-istri adalah pergaulan persahabatan. Satu sama lain berhak mendapatkan ketenteraman dan ketenangan, masing-masing menjalankan kewajibannya masing-masing. Sehingga, dapat dieliminir munculnya kasus KDRT, penelantaran keluarga, dan sebagainya.

Khilafah pun akan menyediakan kecukupan untuk kebutuhan keluarga. Penyediaan rumah layak dengan harga terjangkau, pakaian dan pangan yang cukup dan murah. Khilafah juga akan menyediakan sarana pendidikan, transportasi, komunikasi, kesehatan, dan sarana publik lainnya sehingga meringankan keluarga.

Walhasil, dalam Islam sejatinya negara berperan besar dalam menjaga keutuhan keluarga. Jika bukan dengan syariat Islam yang diterapkan oleh Khilafah, niscaya keutuhan keluarga dan kesejahteraannya mustahil untuk bisa diwujudkan. Wallahu a'lam bishshawab.

Baca Juga: Puncak Pandemi Corona Diperkirakan Mulai Terjadi Bulan Ini, Pemerintah Gagal Lakukan Pengendalian

Penulis ; Tawati
Muslimah Revowriter dan Member Writing Class With Hass Majalengka

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x