Menakar Efektivitas Peminjaman Gawai dan Kuota Gratis untuk Siswa

- 9 September 2020, 16:47 WIB
/

Baca Juga: 7 Bulan Tak Bayar Gaji Karyawan, PT INTI Tagih Telkom dan Mulai Lirik Bank BUMN

Belajar daring pun justru membuahkan diskriminasi pendidikan. Realitasnya, lagi-lagi hanya mereka yang punya uang yang bisa sekolah. Karena hanya yang punya uang yang bisa beli pulsa/kuota data yang besar beserta perangkat penunjang lainnya. Menyikapi problem demikian, betapa ini semua tak bisa berhenti pada aspek teknis pembelajaran semata. Tapi juga berdampak luas pada aspek lainnya, tak terkecuali aspek sosial dan ekonomi.

Demikianlah ketika pendidikan tidak diposisikan sebagai instrumen penting pencetak konstruktor peradaban. Akibatnya, penguasa tak tampak serius menggarap sektor ini. Kebijakan-kebijakan yang dilahirkan hanya bersifat instruktif, tak jarang juga menghadapi ancaman adanya output pendidikan yang justru destruktif.

Dengan kata lain, anak didik yang sudah sekolah, seringkali nasibnya malah berakhir menjadi sampah peradaban. Mereka tidak tampil menjadi kaum terpelajar. Tak sedikit ditemukan kasus mantan anak berprestasi yang di masa depan menjadi generasi yang salah, seperti koruptor maupun predator seksual.

Baca Juga: Jika ASN Pemkab. Bandung Terbukti Mendampingi Pasangan Calon Akan Ditindak

Apakah ini output pendidikan yang kita harapkan? Karena itu, sungguh, ketika di masa pandemi ini mayoritas orang sedang meningkat religiusitasnya, hendaknya sistem pendidikan dikembalikan fungsinya sebagai instrumen ketaatan dan ketakwaan.

Hanya sistem pendidikan Islam yang mampu atasi permasalahan ini, tentunya didukung sistem ekonomi dan politik yang kuat. Negara wajib menfasilitasi pedidikan rakyat secara gratis dan berkualitas. Karena itu seharusnya dalam kondisi seperti sekarang ini pembelajaran tetap dihandel dosen/guru dengan kuliah dan belajar online. Sekolah dan kampus menyiapkan SDM, media pembelajaran dan sumber belajar dengan baik. Dengan itu proses belajar-mengajar bisa dilakukan dengan baik.

Pada masa Khalifah al-Ma’mun, kebijakan pelayanan pendidikan gratis dan berkualitas betul-betul dilaksanakan dengan baik. Negara tidak hanya menggratiskan biaya pendidikan. Negara juga memberi fasilitas berupa asrama, makan-minum, kertas, pena dan lampu serta uang satu dinar perbulan. Jika harga emas 1 gram Rp 700.000, berarti Rp 2.975.000 perbulan. Ini hanya uang jajan saja, karena kebutuhan sehari-hari siswa/mahasiswa sudah dipenuhi. Demikianlah gambaran pelayanan pendidikan pada masa Khilafah.

Baca Juga: Jika ASN Pemkab. Bandung Terbukti Mendampingi Pasangan Calon Akan Ditindak

Sistem pendidikan seyogianya tetap bisa menjadi perisai generasi dari berbagai ancaman generation disorder. Dengan catatan, sistem pendidikannya wajib berbasis akidah Islam yang akan mengantarkan pada penyempurnaan iman dan keterikatan pada syariat Allah SWT.

Halaman:

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x