Hati-hati, LALILULELO Bisa Anda Alami Usai Sembuh dari Covid-19

17 Agustus 2021, 14:35 WIB
Ilustrasi lupa ingatan dan lemot setelah sembuh dari Covid-19. /pexels/Karolina Grabowska

GALAMEDIA - Penurunan fungsi kognitif yang gejalanya mencakup lupa hingga pikiran melambat atau lemot bisa dialami mereka yang sembuh dari Covid-19.

Lebih rinci mengenai gejala penurunan fungsi kognitif ini yakni "LALILULELO" yang merupakan kepanjangan dari Labil emosi atau pendiriannya, Linglung, Lupa, Lemot atau pikiran melamban, dan Logika berpikir menurun.

Hal itu disampaikan dokter spesialis saraf di Rumah Sakit Universitas Indonesia, dr. Pukovisa Prawirohardjo, Sp.S(K).

"Terdapat gejala dini pikun atau demensia yang disingkat LALILULELO. Bila menemukan 1 dari 5 gejala ini, segera lakukan pemeriksaan ke dokter," terangnya dalam siaran pers RSUI, dikutip Selasa, 17 Agustus 2021.

Sebuah studi yang dipresentasikan dalam Konferensi Internasional Asosiasi Alzheimer atau Alzheimer's Association International Conference pada 29 Juli 2021 di Denver, Colorado menemukan, banyak penyintas Covid-19 mengalami "kabut otak" dan gangguan kognitif lainnya beberapa bulan setelah pemulihan.

Baca Juga: Megawati Ingatkan Kader PDIP Jangan Hanya Mau Berada di Zona Nyaman: Tak Ada Garansi Sesuatu Akan Selalu Ada

Dalam studi itu, para peneliti dari University of Texas Health Science Center di San Antonio Long School of Medicine dan kolega mereka mempelajari kognisi dan indra penciuman pada hampir 300 orang dewasa di Argentina yang mengalami Covid-19.

Dilansir dari Antara, kereka mempelajari para partisipan antara tiga dan enam bulan setelah infeksi Covid-19. Hasilnya, lebih dari separuh menunjukkan masalah terus-menerus lupa.

Temuan ini menambah deretan hasil studi terkait gejala long Covid-19 seperti bingung, lupa dan dan tanda-tanda hilangnya ingatan yang mengkhawatirkan lainnya.

Sebelumnya, sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal EClinicalMedicine The Lancet pada 22 Juli lalu menunjukkan, penyintas Covid-19 termasuk mereka yang tidak lagi melaporkan gejala memperlihatkan defisit kognitif signifikan.

Kondisi ini dialami baik oleh mereka yang dulu dirawat di rumah sakit maupun yang tidak.

Baca Juga: Ngabalin Emosi Wajah Jokowi Jadi Mural 404: Not Found: Hanya Warga Kelas Kambing yang Hina Kepala Negara

Cek Fisik
Pukovisa merekomendasikan pemeriksaan kesehatan pasca Covid-19 bagi yang merasa mengalami gangguan kognitif setelah sembuh dari penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2 itu.

Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan fisik menyeluruh terutama tekanan darah, sistem pernapasan, indeks massa tubuh, jantung pembuluh darah dan pencernaan, skrining keluhan saraf, skrining kognitif, pemantauan risiko otak sehat dan pemeriksaan darah serta radiologi jika dibutuhkan.

Anda yang ingin melakukan skrining deteksi dini demensia, bisa mengunduh aplikasi EMS (e-Memory Screening). Aplikasi ini dibuat oleh Persatuan Dokter Spesialis Saraf Seluruh Indonesia.

"Tiga fitur utama pada aplikasi ini, diantaranya artikel demensia, AD8-INA skrining, dan daftar rumah sakit serta dokter spesialis neurologi terdekat," jelasnya.

Baca Juga: Spoiler Buku Harian Seorang Istri 17 Agustus 2021: Pasha Curigai Friska yang Rencanakan Penculikan Lula

Menurut Puvokisa, masyarakat tidak perlu khawatir dan cemas berlebihan. Ahli kesehatan akan membantu menyusun program sesuai dengan masalah kognitif yang ada.

Menurut dia, memperbanyak interaksi sosial dan menyusuk aktivitas produktif terjadwal dapat membantu mengatasi gangguan kognitif yang dialami.

Gangguan saraf
Berdasarkan beberapa penelitian, infeksi virus corona tidak hanya menyerang saluran pernapasan, tapi juga dapat berdampak negatif terhadap saraf dan otak.

Sebuah penelitian di Meksiko menunjukkan dari 370 pasien yang dirawat, sekitar 20 persen mengalami gejala neurologis seperti sakit kepala, anosmia, ageusia dan gangguan neurologis lainnya.

Selain itu, penelitian dari Oxford memperlihatkan, dari 236.379 pasien yang didiagnosis Covid-19, sebanyak 33,62 persen-nya mengalami gangguan neurologis dan psikiatris dalam 6 bulan setelahnya.

Secara khusus pada saraf, virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 bisa mengenai daerah itu secara langsung dan tak langsung, ungkap dokter spesialis saraf sekaligus Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUI, dr. Ramdinal Aviesena Zairinal, Sp.S.

Baca Juga: Dari Dana Wakaf, Ratusan Santri Merdeka dengan Pendidikan Gratis

"Secara langsung yaitu virus yang berada pada ujung-ujung saraf, misalnya saraf pada hidung, lidah, paru-paru, usus, lalu ke otak. Pada jalur yang tidak langsung, saraf bisa terkena akibat respon tubuh melawan virus, virus di dalam pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh dan bisa masuk ke otak," ungkapnya.

Pada kondisi awal, gangguan saraf bisa berupa sakit kepala, gangguan penciuman dan pengecapan. Sementara pada kondisi lanjut, gangguan saraf bisa berupa stroke, penurunan kesadaran dan kejang.

Oleh karena itu, menurut Ramdinal, pasien perlu segera memeriksakan diri ke dokter untuk mencegah komplikasi yang lebih parah.

Dia dan tim pernah melakukan penelitian terkait gangguan saraf pada penderita Covid-19 di RSUI dan RSCM. Mereka menemukan, dari 227 pasien, terdapat beberapa pasien yang mengalami gangguan saraf dengan gejala antara lain: penurunan kesadaran (59 kasus), stroke (58 kasus), pingsan (46 kasus), kejang (28 kasus), sakit kepala (22 kasus), infeksi otak (16 kasus), serta gangguan penciuman atau pengecapan (8 kasus).

Baca Juga: Pengguna Jalan di Kota Bandung Serentak Lakukan '3 Menit untuk Indonesia'

Sementara untuk angka kematian selama perawatan di rumah sakit yakni sebesar 48,5 persen atau 110 dari 227 pasien. Hal ini karena pasien yang dirawat kebanyakan bergejala berat dan juga memiliki gangguan saraf berat.

Sebenarnya, bukan hanya Covid-19, yang menjadi faktor risiko gangguan kognitif. Gaya hidup tak sehat seperti kurang berolahraga, makan makanan yang tidak bergizi seimbang, mengonsumsi alkohol dan merokok juga bisa menjadi penyebab masalah ini.

Di samping itu, ada faktor risiko lain yakni memiliki masalah medis yang sudah ada sebelumnya terutama berhubungan dengan otak, diabetes, kelainan pembuluh darah, kolesterol tinggi, serta tekanan darah tinggi.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler