GALAMEDIANEWS - Acep zamzam noor adalah seorang penyair dan pelukis kelahiran Tasikmalaya. Ia sudah malang melintang dalam dunia kesusateraan.
Salah satu buku kumpulan puisi yang ia terbitkan berjudul “Gema tanpa sahutan”. Berikut puisi-puisi yang dikutip dari bukunya.
1. Putri Malu
Jentik-jentik jemariku
Sayup-sayup burung nuri
Berkicau merdu
Bulir-bulir embun pagi
Kuncup-kuncup putri malu
Gulirkan waktu
Sayap-sayap cintaku
Lambat-lambat berkepak
Ke balik kerudungmu
2. WAT HAT YAI NAI
Aku menyelinap lewat celah waktu
Di balik sabdamu, menyelinap lewat diksi
Yang lama kuendapkan sebagai pesan
Saat meninggalkan kehidupan
Aku melangkah ke ruang semadimu
Lewat pintu masa lalu. Melangkah perlahan
Menapaki anak-anak tangga rahasia
Di antara majas dan metafora
Aku sampai pada singgasana emas
Dari kebisuanmu. Sampai di depan altar
Merunduk pada keagungan bahasa
Yang telah kehilangan mahkota
3. MENDENGARKAN KEMBALI SUARAMU
Mendengar kelepak elang
Dari arah yang tak pernah terduga
Ibarat mendengar kabar buruk
Sebelum rembang petang
Waktu membentuk komposisi
Dengan warna-warni kematian
Pada lengkung yang kusam
Pada kanvas langit yang lapang
Ayam berkokok kearah fajar
Saat posisi bulan masih cukup berjarak
Di ufuk barat,”Aku akan pergi sebelum azan
membangunkan kenangan,”katamu
Mendengar kembali suaramu
Dari sudut yang tak akan terbayangkan
Ibarat menerima telegram duka
Sebelum gempa bumi terjadi
4. BAYANG-BAYANG
Bayang-bayang adalah iman yag senantiasa
Muncul dan menghilang pada dinding-dinding
kesadaranku. Kadang aku ingin memahaminya
sebagai lukisan yag mengungkapkan ketulusan
cintakupadamu. Tapi kadang hanya serupa hantu
yang tak terlihat mata kendati dapat dirasakan hati
bayag-bayang terus bergerak di antara masa silam
dan masa depan. Bayang-bayang seperti kematian
yang merupakn saudara kembar bagi kelahiran
5. CHAO PRAYA
Seorang pelancong
Duduk di tepan senja
Mensyukuri angin
Yang masih berembus
Di jemarinya terselip cangklong
tanpa tembakau. Hari belum gelap
Ketika lampu-lampu merkuri
Mulai menerangi sungai
Seorang pelancong
Khusyuk menatap riak air
Dengan mengenakan topi pet
Ia tampak serius berpikir
Di jemarinya terselip cangklong
tanpa tembakau. Tahun berganti
Abad datang dan berlalu
Tapi angin terus berembus
Seorang pelancong
Misainya lebat dan putih
Tapi bukan penyair itu
Kata-kata lewat tak diraih
Baca Juga: Makna dan Lirik Lagu Sampai Jadi Debu dari Banda Neira
6. PUAN
Kedip-kedip mataku
Bulir-bulir embun pagi
Menggenangi waktu
Lambai-lambai tanganku
Burung-burung merpati
Menuju langit biru
Kaki-kaki rinduku
Pelan-pelan melangkah
Susuri keberadaanmu
Langkah-langkah cintaku
Malu-malu mendekat
Ke arah dudukmu
Oh, jauh-jauh altarmu
Lamat-lamat terdengar
Kidung keagunganmu
Oh, tinggi-tinggi mahkotamu
Samar-samar memancar
Terangi jalanku
7. STADTHUYS
Pada iman yang terkadang labil
Seorang nakhoda berujar
bahwa surga tak ada. Yang ada sunyi.
Sejarah kemudian menulis narasi
di atas marmer putih. Kota-kota telah hancur
pelabuhan-pelabuhan tinggal rangka
seperti metafora, iman adalah kapalperang
yang selalu dihadang angin sakal
dikepung gelombang pasang
Tapi seorang nakhoda berujar
dengan suara lirih
bahwa surga tak ada lagi. Hanya altar
***