#SayangiMentalmu Tolak Toxic Positivity, Bahaya Pura-pura Bahagia

- 6 September 2021, 12:05 WIB
Ilustrasi Senyum
Ilustrasi Senyum /Pixabay

Optimisme, harapan, dan sikap memaafkan meningkatkan risiko korban bertahan bersama pelaku dan memicu memburuknya pelecehan.

- Mengabaikan perasaan yang dipicu kehilangan:

Duka dan kesedihan merupakan emosi alami dari sebuah kehilangan. Seseorang yang berulang kali mendengar pesan untuk move on atau bahagia akan merasa seolah-olah tak ada yang  peduli dengan kehilangannya.

Dalam kasus kehilangan anak, misalnya, korban mungkin merasa bahwa anak mereka tidak penting bagi orang lain, sehingga menambah kesedihan.

- Isolasi dan stigma:

Orang-orang yang merasakan tekanan untuk selalu tersenyum kala menghadapi kesulitan cenderung tidak akan mencari pertolongan berupa dukungan moral.

Mereka merasa terisolasi sekaligus malu dengan apa yang dirasakan. American Psychiatric Association menyebut, stigma dapat menghalangi seseorang mencari penanganan kesehatan mental.

- Memutus komunikasi:

Setiap relasi memiliki tantangan. Toxic positivity  mendorong orang untuk mengabaikan tantangan mengomunikasikannya secara dua arah karena tuntutan fokus pada hal positif.

Pendekatan ini dapat menghancurkan komunikasi dan kemampuan memecahkan masalah yang melibatkan orang lain.

- Mengikis harga diri:

 Setiap orang akan mengalami emosi negatif. Toxic positivity mendorong orang untuk mengabaikan emosi negatif mereka. Padahal menahan emosi dapat membuat negativitas semakin kuat.

Ketika seseorang tidak dapat merasa positif, mereka akan merasa gagal.

Baca Juga: Tantangan Utama Humas Pemerintah Dalam Mengawal Kebijakan Pemerintah di Era Digital

So, is it ok to be negative?

Manusia merasakan berbagai emosi, yang masing-masing merupakan bagian penting dari kesehatan mental.

Kecemasan, misalnya, menjadi reminder akan situasi berbahaya atau keraguan moral, sementara kemarahan adalah respons normal terhadap ketidakadilan atau perlakuan buruk. Dan kesedihan  menandai level intensitas kehilangan.

Tidak mengakui emosi berarti mengabaikan tindakan yang seharusnya dapat dilakukan dengan dasar berbagai petunjuk dari perasaan tadi.

Selain itu, menghindar dari mendiskusikannya  tidak akan membuat emosi menjadi hilang. Kebanyakan orang membutuhkan bantuan untuk mengatasi emosi dari waktu ke waktu.

Mengartikulasikan emosi dapat membuat intensitas perasaan berkurang dan membantu seseorang untuk tidak lagi terjebak di dalamnya.

Beberapa penelitian menunjukkan mengartikulasikan emosi, termasuk emosi negatif dapat membantu otak memproses perasaan dengan lebih baik.

Studi sebelumnya mengungkap bahwa mengenali dan membicarakan emosi yang dirasakan akan mengurangi reaksi yang terkait dengan emosi pada otak.

Halaman:

Editor: Mia Fahrani

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x