Peristiwa 16 Agustus: Soekarno-Hatta Diculik Pemuda Agar Mempercepat Proklamasi Kemerdekaan

- 16 Agustus 2020, 06:15 WIB
Peristiwa Rengasdengklok. (wikipedia.org)
Peristiwa Rengasdengklok. (wikipedia.org) /

Baca Juga: Kisah Salman, Pelajar SMA Penjual Cendol di Garut Peroleh Bantuan HP untuk Belajar Daring

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan IKADA (sekarang telah menjadi lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl. Pegangsaan Timur 56.

Dipilih rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi.

Dipilihlah rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur.

Baca Juga: Kerajaan Arab Saudi Kembali Berduka, Pangeran Abdulaziz Meninggal Dunia

Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.

Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.

1972
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) Mulai Berlaku. Ejaan ini mulai diberlakukan pada 1972 hingga 2015 ejaan ini menggantikan ejaan pendahulunya yakni ejaan Soewandi.

Sebelum EYD, lembaga bahasa dan kesusastraan atau saat ini disebut pusat bahasa, mengeluarkan ejaan baru pada 1967 atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67, pada tanggal 19 September 1967.

Halaman:

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah