Diduga Sebar Hoaks, 12 Akun Media Sosial Diberi Peringatan Lewat Virtual Police

25 Februari 2021, 08:23 WIB
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menjelaskan cara kerja Virtual Police di Mabes Polri, Jakarta, 24 Februari 2021. /Humas Polri /

 

 

GALAMEDIA – Pasca terbitnya Surat Edaran (SE) Kapolri mengenai kesadaran budaya beretika dalam bermedia sosial, tim Siber Kabareskrim sudah mengirim 12 peringatan terhadap akun media sosial.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Slamet Uliandi menerangkan bahwa Virtual Police yang dioperasikan pihaknya sudah berjalan.

Dirinya mengungkapkan bahwa hingga Rabu, 24 Februari 2021 sudah ada 12 akun yang telah diberikan peringatan melalui Direct Message oleh Virtual Police.

“Sebanyak 12 peringatan Virtual Police kepada akun medsos. Kami sudah mulai jalan,” tutur Slamet, 24 Februari 2021, lansir dari Antara.

Seluruh akun tersebut diduga telah menyebarkan informasi palsu atau hoaks yang telah dikaji terlebih dahulu oleh para ahli pidana, bahasa, dan ITE.

Baca Juga: Siap-siap untuk Kejutan Baru dari Sekuel Terbaru Spiderman: No way Home yang akan Dirilis Desember 2021

Slamet menuturkan bahwa pelaksanaan operasi dari Virtual Police tersebut untuk menangani kasus pelanggaran UU ITE.

Hadirnya Virtual Police sebagai upaya dari Polri untuk mengedepankan restorative justice dan menghindari tindakan penangkapan.

Menurut Slamet, Dittipidsiber Bareskrim Polri selalu melakukan patrol siber untuk melakukan pengawasan dan pengontrolan.

Jika terdapat konten-konten yang terindikasi mengandung hoaks dan hasutan serta ujaran kebencian, maka akan diberi peringatan.

Namun, tim Siber Polri terlebih dahulu akan menyerahkan hasil tangkapan layar konten untuk ditelaah oleh ahli pidana, bahasa, dan ITE.

Baca Juga: Angka Bunuh Diri Singleton Lampaui Jumlah Korban Covid-19, Darurat Hikikomori Jepang Angkat Menteri Kesepian

Dengan demikian, keputusan pemberian Virtual Police Alert terhadap akun yang bersangkutan bukan pendapat subjektif penyidik Polri.

Setiap warganet yang diduga melakukan pelanggaran akan diberikan peringatan sebanyak dua kali dalam 1x24 jam agar konten segera dihapus oleh pengguna.

Akan tetapi, jika pelanggar tidak menghapus konten yang dimaksud setelah diberi peringatan dua kali, Polri akan memangg pengguna untuk dimintai klarifikasi.

Slamet menegaskan kembali bahwa hal tersebut merupakan tahapan strategi yang dilakukan dalam beberapa proses, sehingga tidak semua pelanggar kemudian diproses secara hukum.

Baca Juga: MEMALUKAN! DCI Microsoft: Tingkat Kesopanan Online, Netizen Indonesia Paling Rendah Se-Asia Tenggara

“Pertama, edukasi, kemudian peringatan virtual, lalu kami mediasi, restorative justice, kemudian laporan polisi. Sehingga tidak semua pelanggar dilakukan upaya penegakan hukum,” jelasnya.

Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa diselesaikan melalui mediasi atau restorative justice yakni pencemaran nama baik, fitnah, dan penghinaan.

Merespon ketakutan masyarakat, Slamet menerangkan bahwa pihaknya tidak akan menindak seseorang yang mengkritik pemerintah secara konstruktif, santun, dan beradab.

Baca Juga: Virtual Police akan Kontrol Media Sosial, Peringatan Langsung Dikirim Melalui Direct Message ke Pemilik Akun

“Kritik itu sah-sah saja, namun ujaran kebencian, fitnah dan kebohongan itu yang tidak baik,” tambahnya.***

 

 

Editor: Kiki Kurnia

Tags

Terkini

Terpopuler