Dukung Pemberantasan Korupsi, Barikade 98 Desak KPK Dibersihkan dari Kekuatan Kelompok Kanan

24 Mei 2021, 15:36 WIB
Ketua Umum Barikade 98, Benny Ramdhani./dok.istimewa /

GALAMEDIA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi sorotan akibat pemecatan 75 pegawainya yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan.

Barikade 98 ikut angkat bicara dan berharap polemik segera disudahi agar pemberantasan korupsi tetap berjalan.

"Kehidupan demokrasi sekarang ini sudah semakin membaik. Tetapi kita justru berhadapan dengan masalah hukum, khususnya pemberantasan korupsi," ujar Ketua Umum Barikade 98, Benny Ramdhani, Senin, 24 Mei 2021.

Benny menambahkan, masyarakat Indonesia kini sudah mengetahui ide dan gagasan yang menjadi pikiran besar Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca Juga: Disdik Cimahi dan Satgas Covid-19 Akan Awasi Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka

Ide dan gagsan itu yakni bagaimana penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi benar-benar memberikan rasa dan jaminan keadilan kepada masyarakat.

"Tapi kita juga tahu bagaimana kekuatan kanan tidak hanya masuk ke istitusi pemerintahan, lembaga politik, dan bumn bahkan masuk ke tubuh KPK," tegasnya.

Oleh karena itu, Benny menegaskan, Barikade 98 mengeluarkan ultimatum nasional. Pihaknya ingin memberikan dukungan penuh kepada KPK dan pemerintah.

"Ultimatum nasional kita keluarkan untuk KPK dan pemerintah agar tidak hanya membersihkan kelompok kanan dari istitusi pemerintahan, lembaga dan politik tapi juga dari internal KPK," terang Benny kembali menegaskan.

Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Politik & Keamanan dan Direktur Program Pasca Sarjana Ilmu Politik (Magister & Doktoral) di Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi mencoba meluruskan soal perubahan status pegawai KPK menjadi ASN.

Menurut Muradi, apa yang terjadi sekarang tak perlu menjadi polemik. Justru sebaliknya, hal itu harus menjadi kekuatan baru bagi KPK.

Baca Juga: Siswa SD di Kota Cimahi Antusiasme Ikuti Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka

"Kalau misalnya dari sekian ratus orang ada beberapa penyidik yang dirasa tidak masuk kualifirikasi, bisa disalurkan ke kementerian atau kompartemen lain. Misalkan ke Bea Cukai, Kehutanan, Pajak dan lainnya yang memiliki Penyidik PNS," terang Muradi.

Muradi pun menyatakan problem itu yang harus disikapi. Jika kemudian ada lagi proses penjaringan, kualifikasi harus lebih yang dipersyaratkam.

"Dari ribuan itu kan hanya ada 75 yang tidak lolos. Nah yang lolos itu juga harus disesuaikan dengan kebutuhan KPK, diliaht dari UU KPK maupun PP terkait penyidikan. Termasuk soal kordinasi fungsional dan yang harus melibatkan kejaksaan maupun polisi," terangnya.

Ketika pegawai KPK menjadi ASN atau PNS, lanjut Muradi, memang pada akhirnya tidak bisa menetap di satu tempat.

Jika dibutuhkan di tempat lain, seperti di Dirjen Pajak, Bea Cukai atau instansi yang memiliki Penyidik PNS, maka ASN di KPK bisa dipindah.

"Penyidik KPK juga bisa menerima Penyidik PNS dari instansi lain. Tinggal bagaimana mekanisme internal KPK sendiri. Ikut saja aturan yang ada, misalkan pengalaman dua tahun, kualifikasi harus Sarjana Hukum, minimal golongan 3 A atau lulus uji kompetensi penyidik lainnya," terang Muradi.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Kabupaten Bandung Fluktuatif

Disinggung soal adanya penolakan perubahan pegawai KPK menjadi PNS karena dinilai akan menganggu independensi, Muradi mengaku kurang sepakat.

Menurutnya, hal itu hanya tinggal soal pembinaan dan pengawasan. Mau tidak mau, mereka juga tetap harus netral.

"Misalkan Penyidik PNS ada yang nasional dan daerah, nah yang daerah tidak boleh lakukan penangkapan karena dia bertanggungjawab ke kepala daerah," ujarnya.

"Tinggal yang di pusat punya kewenangan dan penyidikan lebih dalam tetapi di bawah supervisi polisi dan kejaksaan. Saya kira waktu yang akan menjawab kekhawatiran terbukti atau tidak," katanya.

Lebih lanjut Muradi juga menyatakan kondisi yang sekarang menjadi penataan baru bagi penyidik. Muradi pun menilai penyidik dari Kejaksaan dan Kepolisian masih bisa berada dalam posisi objektif.

"Kalau ada yang nakal dan aneh pasti ada. Hanya masalahnya tinggal soal pembinaan dan pengawasan supaya mereka lebih bisa menjaga marwah, efektif, profesional dan objektif," tutur Muradi.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler