Irjen Napoleon Bonaparte Aniaya Muhammad Kece, Sosiolog: Ini Masalah Invidivu, Bukan Soal Agama

21 September 2021, 19:15 WIB
Tersangka kasus penistaan agama, Muhammad Kece diduga dianiaya Irjen Napoleon Bonaparte. /Jurnal Soreang/Kolase PMJ News

GALAMEDIA - Irjen Pol Napoleon Bonaparte membuat surat terbuka atas kasus penganiayaan YouTuber Muhammad Kece.

Bonaparte menganiaya Muhammad Kece di tahanan karena tidak terima agamanya dihina.

"Siapa pun bisa menghina saya, tapi tidak terhadap Allah-ku, Alquran, Rasulullah SAW dan akidah Islam-ku. Karenanya saya bersumpah akan melakukan tindakan terukur apa pun kepada siapa saja yang berani melakukannya," tulis Bonaparte dalam salah satu poin surat terbukanya.

Namun ahli sosiologi hukum Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah berpendapat lain.

Baca Juga: Era Baru KPK, Gandeng TNI untuk Penguatan Pemberantasan Korupsi

Baca Juga: Jelang Persib vs Borneo FC Kamis 23 September, Robert Lebih Memilih Duet Bomber Ini

Ia bahkan berharap masyarakat tidak terprovokasi terkait kasus penganiayaan Muhammad Kosman alias Muhammad Kece, karena itu merupakan permasalahan individu.

"Jangan terprovokasi. Ini masalah individu, bukan masalah atribut sosial sebagai muslim," kata Trubus dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 21 September 2021.

Kece melaporkan dugaan penganiayaan dirinya di Bareskrim Polri, dengan Irjen Polisi Napoleon Bonaparte sebagai terlapor.

Trubus mengatakan tindakan Napoleon dianggap tidak proporsional dengan mengangkat alasan membela agama islam atas perbuatannya kepada publik melalui surat terbuka.

Baca Juga: Diperiksa KPK 3 Jam, Anies Baswedan Disodori 8 Pertanyaan, Salah Satunya Terkait Hal Ini

"Jadi kalau ditinjau secara sosiologi, ada interaksi antara NB dan MK, dimana dalam interaksi itu tidak berlangsung harmonis," terangnya, dikutip dari Antara.

Trubus menjelaskan dalam ilmu sosiologi hukum, ada pihak yang memperoleh perlakuan sebagai stimulus pesan, dimaknai secara berbeda. Dengan pelaku Napoleon dan korban adalah Kece, maka perkara ini bersifat individual.

"NB tidak mewakili atribut sosial sebagai seorang polisi ataupun karena beragama Islam. Maka, ini bukan perilaku institusional. Begitu pula dengan MK, dia tidak mewakili perilaku institusional dirinya sebagai korban," tutur dia.

"Saya tidak tahu atribut apa yang melekat dengan MK, kalau NB kan semua orang mengenalinya dengan latar belakang polisi," sambungnya.

Trubus menilai kasus tersebut unik, karena tiba-tiba publik dihebohkan dengan surat terbuka dari Napoleon, yang mengakui dirinya telah melakukan penganiayaan Kece di dalam rutan.

Baca Juga: Ngaku Kasian Dengan Gaji Wali Kota Solo, Kaesang Pangarep: Gajinya Bapak Juga Kecil, Bapak Ga Ada Duit

Padahal, sebelumnya publik sendiri tidak memahami ada permasalahan ini. Selain itu, isu itu baru ramai diperbincangkan publik hampir satu bulan pasca-kejadian.

"Dalam surat terbuka itu, kemudian NB melakukan pembelaan bahwa penganiayaan dilakukan atas dasar membela agama. Ini kan yang akhirnya menimbulkan sentimen argumen di publik," kata dia.

Lebih lanjut Trubus mengatakan, ketika membaca utuh surat terbuka itu, Napoleon juga mengungkapkan Kece dianggap memecah belah persatuan dan kesatuan.

Tanpa disadari, tindakan Napoleon yang dalam sosiologi dinilai tidak proporsional, akan menggiring pada pro dan kontra opini di masyarakat.

Baca Juga: Aksi Misteri Demian Aditya Bersama Sang Istri Sara Wijayanto Dibubarkan Polisi: Sayang Banget Sih!

"Poin saya dalam hal itu adalah jangan melihat apa yang tersuratnya, tapi lihat meaning (makna) yang akhirnya mempertontonkan sebuah akrobat isu tertentu. Yang diasumsikan, karena kepentingannya NB tidak terpenuhi," kata Trubus menegaskan.

Trubus berpesan, agar masyarakat jeli melihat permasalahan itu. Perkara tersebut terlihat memiliki rancang bangun untuk membuat segala sesuatunya bisa digiring untuk memojokkan atau membenarkan salah satu pihak.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler