Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta: 46,6 Persen Publik Percaya Ancaman Kebangkitan PKI Itu Nyata

1 Oktober 2021, 15:30 WIB
Ketua Umum Gelora Anis Matta. /Foto: Dok. Gelora.

GALAMEDIA - Ketua Umum Partai Gelora Anies Matta mengatakan, Negara Indonesia mengenang peristiwa G30S PKI tahun 1965 sebagai tragedi pengkhinatan kepada bangsa dan ideologi negara.

"Sebaliknya, kita mengenang Hari Kesaktian Pancasila yang datang sehari sesudahnya sebagai momentum kemenangan ideologi negara dan kesetiaan pada bangsa," kata mantan petinggi PKS ini melalui akun Twitter @anismatta, Jumat, 1 Oktober 2021.

Dikatakan, lebih dari setengah abad setelah peristiwa hitam itu, 46,4% publik masih percaya bahwa ancaman kebangkitan PKI itu nyata.

"Peristiwa hitam itu memang terlalu kejam dan bengis, sehingga lukanya sangat dalam Pengkhianatan Berdarah dan Patriotisme Ideologi akan terus menghiasi wajah memori kolektif kita setiap bulan September dan Oktober," lanjut dia.

Dikatakan, memori kolektif begitu selalu menjadi rujukan kognitif setiap bangsa ketika mereka membaca peta masa lalunya, tahapan-tahapan penting dalam perjalanan sejarahnya.

"Memori kolektif itu harus kitar rawat, sebab itu membantu kita membaca situasi kita saat ini dan di masa mendatang," katanya.

Baca Juga: Mahfud MD Sebut Upaya Yusril Ihza Mahendra Tak Ada Guna, Politisi Demokrat: Begal Kan Harus Terus Diawasi!

Dalam perspektif kekinian dan masa depan itu, lanjut dia, Ia melihat ada tiga catatan penting.

Pertama, hal yang paling buruk dalam sejarah ideologi Komunisme global bukan saja bahwa ia gagal bekerja sebagai sistem, tapi juga jejaknya dalam pembunuhan puluhan juta manusia atas nama ideologi.

Disebutkan, Puluhan juta rakyat Uni Soviet, China, dan negara-negara lain di bawah Sistem Komunisme menjadi korban kelaparan dan pembantaian.

"Itulah yang menyebabkan China segera beralih ke Kapitalisme begitu Mao wafat pada 1976. Lalu Uni Soviet runtuh thn 1991 dan juga segera beralih ke Kapitalisme," katanya.

Sebagai ideologi, lanjut dia, Komunisme tidak memiliki instrumen metodologi untuk melakukan koreksi dan pembaharuan di dalam dirinya. Itu yang membedakannya secara fundamental dengan Kapitalisme.

Ia mengatakan, Ide Sosialisme Pasar yang diperkenalkan Deng Xiaoping 1984 sebenarnya lebih merupakan “siasat bahasa” dan “mekanisme kontrol” yang ditujukan untuk mengelola transisi persuasif menuju Kapitalisme.

Pasarnya bekerja dengan cara Kapitalisme, tapi kontrol atas populasi yang sangat besar dilakukan dengan instrumen ideologi Komunisme.

Selama 30 tahun pertama pendekatan itu tampak efektif. Tapi kontradiksi sistemiknya dalam satu dekade terakhir ini mulai memperlihatkan tanda-tanda buruk.

Kedua, secara geopolitik peristiwa berdarah G30S PKI tahun 1965 itu merupakan “residu” Perang Dingin (1946-1991).

Baca Juga: Heboh Risma Ancam Tembak Petugas PKH Gorontalo, Gus Umar: Marah Mulu, Ga Capek Apa?

"Kita menjadi 'korban' dari perang proxy antara Kapitalisme dan Komunisme, antara Blok Barat dan Blok Timur. Kita adalah 'collateral damage' dalam tatanan dunia yang bipolar," katanya.

"Kedua blok itu berperang dalam sebuah drama yang tegang, dimana seluruh belahan dunia menjadi panggung, sedemikian tegangnya sampai ke tepi jurang, tapi yang masuk ke dalam jurang adalah kita. Bukan mereka. Sampai salah satunya kalah. Lalu runtuh," katanya.***

 

Editor: Dicky Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler