Kesaksikan Virtual Ketum Hipmi Mardani H Maming Sah, Dosen Hukum: Sikap Hakim Terlalu Berlebihan

21 April 2022, 16:27 WIB
Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming memenuhi panggilan sebagai saksi secara daring pada lanjutan sidang perkara terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu H Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, Senin, 18 April 2022 malam./ANTARA/Firman /

GALAMEDIA - Kesaksian mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming secara virtual pada perkara dugaan korupsi peralihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tambang di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, dinilai sah dan tak perlu diperdebatkan.

Di sisi lain, sikap Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Banjarmasin Yusriansyah yang keukeuh meminta Mardani H Maming dihadirkan langsung di muka persidangan, dinilai terlalu berlebihan.

Penilaian itu disampaikan Dosen hukum salah satu universitas di Banjarmasin, Abdul Halim, menyikapi hasil sidang yang digelar Senin, 18 April 2022 lalu.

Pada sidang perkara dengan terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo itu, hakim menjadwalkan pemeriksan tiga saksi.

Salah satunya yakni Mardani H Maming, Ketua Umum Hipmi sekaligus Bendahara Umum PBNU. Mardani hadir secara virtual atau online karena tengah berada di Singapura.

Namun, Ketua Majelis Hakim menandatangani pemanggilan paksa agar Mardani H Maming dihadirkan di persidangan berikutnya secara offline, Senin, 25 April 2022.

Baca Juga: Bendahara PBNU Mardani H Maming Bantah Terlibat Korupsi, Penuhi Panggilan Sebagai Saksi Secara Daring

Abdul Halim menilai, sikap Ketua Majelis Hakim terlalu berlebihan dan mengabaikan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya murah.

Pasalnya, Mardani H Maming sudah bersedia memberikan kesaksian melalui virtual pada 18 April 2022 kemarin. Bahkan hal itu sebelumnya sudah disepakati majelis hakim pada sidang tanggal 11 April 2022.

"Artinya saksi bisa saja memberikan keterangan melalui virtual atau online, karena alasan yang dibenarkan," ujar Abdul Halim.

Menurut Abdul Halim, kesaksian melalui virtual seorang saksi di bawah sumpah, sama nilainya dengan kesaksian di bawah sumpah di persidangan.

Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 162 ayat 1, saksi yang tidak hadir dalam sidang dengan alasan yang sah, boleh kesaksiannya dibacakan.

"Boleh dibacakan dan nilai kesaksiannya sama dengan memberikan keterangannya di muka persidangan di bawah sumpah," tegasnya.

Soal kesaksian seara virtual, lanjut Abdul Halim, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung, pemeriksaan saksi dan tersangka bisa dilakukan secara daring.

Terlebih jika ada alasan yang dibenarkan. Misalnya karena kondisi kesehatan, atau karena tugas negara, dan saksi sudah memberikan atau menyampaikan pemberitahuan kepada hakim.

Baca Juga: Sektor Properti Tahan Banting, Generasi Milenial Jadi Target Bisnis Properti

"Pemeriksaan saksi secara daring atau virtual sah-sah saja," tegasnya.

Secara terpisah, akademisi Ilmu Komunikasi, Adi Sulhardi ikut angkat bicara dan menyoroti masifnya pemberitaan tentang Mardani H Maming.

Konyol
Menurut dia, pemberitaan yang ada terkesan mengabaikan esensi kerja jurnalistik yang seharusnya fokus pada substansi dan tidak menghakimi siapapun.

"Berita-berita itu malah aneh dan konyol. Sebab media lebih fokus pada saksi, bukan pada tersangka. Publik tidak mendapatkan informasi memadai tentang siapa tersangka dan kasus apa yang disangkakan," tutur Adi.

Peneliti sekaligus pengajar Ilmu Komunikasi di Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta itu menambahkan, tugas semua media adalah untuk memberikan pencerahan kepada publik. Dalam kasus ini, pencerahan itu dicapai melalui pemberitaan yang seimbang, yang jauh dari kesan tendensius.

"Sebagai akademisi, saya melihat pemberitaan terkait Mardani H Maming ini sangat menarik. Ini yang disebut trial by the press. Sebab jurnalis tidak lagi fokus pada impartialitas atau keberimbangan. Juga mengabaikan asas praduga tak bersalah. Beliau dilihat sebagai tersangka, padahal statusnya kan masih saksi," papar Adi dalam keterangannya, Kamis, 21 April 2022.

Baca Juga: Polda Jabar Ringkus Pengoplos Elpiji Beromzet Ratusan Juta Rupiah

Adi tidak menampik kalau proporsi pemberitaan yang fokus pada Mardani H Maming disebabkan oleh kuatnya ketokohan dan nama besar yang disandang. Tapi, kasus ini tetap harus dilihat secara proporsional.

"Public has the right to know. Publik berhak tahu ini kasus apa, serta bagaimana arsitektur permasalahan dalam kasus ini. Harusnya media melakukan kerja-kerja investigasi. Tidak fokus pada saksi dan tersangka, tapi siapa saja pihak yang mengail untung di tengah kegaduhan ini,” katanya.

Adi mendorong agar media fokus pada kerja-kerja investigatif. Sebab kasus ini tidak mungkin berdiri sendiri. Ada pihak lain atau Mr X yang menjadi master mind. Tugas media adalah mengingkat segala hal menjadi seterang-terangnya.

Nama Mardani H Maming mencuat saat diminta hadir sebagai saksi kasus dugaan suap izin tambang yang menjerat mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.

Kuasa Hukum Mardani H Maming, Irfan Idham secara tegas menolak semua asumsi dan tuduhan kliennya terlibat dalam kasus itu. Menurutnya, kliennya tidak mengetahui apalagi menerima aliran dari dugaan gratifikasi Dwiyono.

Pokok perkara kasus dugaan suap izin tambang yang menjerat Dwidjono yakni gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal itu berasal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Menurut kami ini murni perbuatan Pak Dwi (eks kepala Dinas ESDM). Jadi kami tidak setuju juga kalau misalnya atas kasus tersebut ada pemberitaan-pemberitaan yang beredar bahwa ini ada kaitannya dengan klien kami,” tutur Irfan yang tercatat sebagai pengacara di Titah Law Firm, Jakarta.

Pada perkara dugaan korupsi peralihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tambang di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan itu, terdakwa Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo didakwa Pasal 11, Pasal 12 huruf (a), Pasal 12 huruf (b) UU Tipikor dan Pasal 4 UU TPPU.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler