Dunia Pendidikan Indonesia Tegaskan Penolakan pada Tindak Kekerasan

21 Juli 2023, 14:23 WIB
Membangun suasana belajar yang kondusif, membantu efektivitas pelaksanaan proses edukasi. /pixabay/author: sasint/

GALAMEDIANEWS - Tindak perundungan atau bullying mulai kerap terjadi di institusi pendidikan Indonesia. Menurut hasil Asesmen Nasional (AN) tahun 2021 dan 2022 atau Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, kasus perundungan pada 24,4 persen peserta didik di Indonesia.

Keadaan tersebut diperparah dengan rentannya anak-anak menjadi korban perundungan, mulai dari fisik, verbal, hingga secara daring (cyberbullying).

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, mengungkapkan adanya pemahaman yang keliru dari masyarakat tentang konsep perkembangan psikologis anak. Kekeliruan dalam memandang bentuk perundungan berpengaruh pada penguatan mental.

“Ini adalah miskonsepsi yang sama sekali tidak benar karena pendidikan karakter semestinya tidak dilakukan dengan kekerasan yang bisa membuat anak-anak merasa takut dan trauma,” ujar Mendikbudristek, Kamis 20 Juli 2023.

Berbekal data itu, Mendikbudristek mengajak para pemangku kepentingan untuk melanjutkan program Roots Anti Perundungan di jenjang SMP, SMA, dan SMK yang telah dilaksanakan sejak tahun 2021. Saat ini, Program Roots Anti Perundungan tahun 2023 tidak hanya fokus pada penyelenggaraan bimtek bagi para fasilitator guru (Fasgu), tetapi juga memastikan implementasi program ini di setiap satuan pendidikan.

Baca Juga: Tiga Pelaku Perudungan di Tasikmalaya yang Ditetapkan Jadi Tersangka, Dipulangkan ke Orangtuanya

Tahun 2021, program ini telah menggelar pelatihan pada 3.500-an lebih Fasgu dari 1.800 lebih satuan pendidikan. Tahun 2022, jumlahnya meningkat hampir tiga kali lipat, menjadi lebih dari 10.000 fasgu dari 5.000 lebih satuan pendidikan. Tahun ini, kepesertaan Roots menargetkan keterlibatan 2.750 satuan pendidikan yang belum pernah menyelesaikan program ini.

"Tahun ini, selain memperluas Roots menjadi gerakan, Kemendikbudristek berfokus pada pengawasan dan memastikan implementasi program Roots betul-betul terlaksana sehingga kerangka kerja dan tujuan utama dari program ini tercapai,” tegasnya.

Program Roots Anti Perundungan bertujuan memperkuat kredibilitas tenaga dan peserta didik dalam pencegahan kekerasan di institusi pendidikan. Penyelenggaraan Bimtek kepada para tenaga pendidik, dapat meningkatkan kualitas peserta didik menjadi agen perubahan gerakan cegah perundungan.

Data dari Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, menunjukkan sebanyak 79,66 persen tenaga pendidik setuju merasakan dampak positif pada penerapan hubungan di sesama institusi. Terlebih, kini hampir semua peserta didik tergerak semakin peka untuk melaporkan kejadian perundungan di sekitarnya.

Sementara itu, 16,55 persen lagi dari satuan pendidikan, mengadaptasi Roots sebagai ekstrakurikuler yang berkelanjutan dan beberapa diantaranya telah membuat prosedur pelaporan tindak kekerasan termasuk perundungan.

Untuk memastikan kelancaran pelaksanaan program Roots Anti Perundungan ini,

Namun demikian, Kemendikbudristek melalui Puspeka memperluas kerja sama dengan Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP), Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta para fasilitator nasional.***

Editor: Nadya Kinasih

Sumber: kemdikbud.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler