Pria berkaca mata ini mendukung langkah BPJS yang menggandeng penegak hukum. Namun, Farhan menilai ada tantangan untuk dapat mengungkap kasus itu.
"Sulitnya, adalah membuktikan pembocoran data tersebut merugikan peserta secara langsung. Saya kira langkah hukum BPJS melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri perlu dikawal hingga tuntas," tuturnya.
Setelah menggandeng penegak hukum, lanjut dia, konsekuensi hukumnya memang bisa melalui UU ITE. NAmun tetap harus melibatkan delik pelaporan dari pemilik data pribadi (WNI) yang merasa dirugikan.
"Sanksi paling berat adalah pencabutan izin Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) BPJS Kesehatan oleh Kemenkominfo. Tapi kalau ini diterapkan maka BPJS Kesehatan tidak dapat memberikan layanan Jaminan Kesehatan kepada masyarakat," ujarnya.
Baca Juga: Data Bocor Diduga Termasuk Milik TNI - Polri, Dewas BPJS Ingatkan Bisa Pengaruhi Keamanan Nasional
Lebih lanjut Farhan juga melihat, kasus bocornya data peserta jadi momentum untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Ia pun mendesak agar deadlock RUU PDP segera disahkan.
"Data kesehatan WNI sangat penting dan rahasia. Harus dijaga dengan ekstra ketat tidak boleh bocor sekecil apa pun," tegasnya.
Sebelumnya, BPJS Kesehatan mengakui adanya kemungkinan peretasan yang membuat data 279 juta penduduk di Indonesia bocor dan dijual di dunia maya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron mengungkapkan, peretasan masih bisa ditembus meskipun sistem keamanan yang digunakan diklaim telah sesuai standar dan berlapis.