Ia mengatakan, pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam TWK itu telah melawati tes validitas dan reliabilitas.
Emrus juga membagikan pengalamannya ketika mengikuti tes yang serupa.
"Paket kuesioner dijilid dalam satu buku ukuran sedang disertai nomor atau kode tertentu yang terlebih dahulu diisi oleh peserta tes pada lembar jawaban. Kode ini bukan sebagai bobot materi antar paket, melainkan sekadar tanda pembedaan," jelasnya.
Baca Juga: Bela Teh Ninih, Sekjen PSI ke Aa Gym: Guyon ya, Tapi Tidak Beradab!
Materi TWK tersebut, tambah dia, diberikan kepada semua peserta sehingga tes itu telah memenuhi konsepsi keadilan.
"Hasilnya, ada yang memenuhi syarat (MS) dan ada yang tidak memenuhi syarat (TMS). Seandainya pun yang TMS lebih banyak dari MS, itu biasa saja dalam suatu tahapan proses tes," ujarnya.
Emrus mengaku belum melihat urgensi Komnas HAM melakukan pemanggilan terhadap pimpinan KPK terkait dengan TWK tersebut.
Ia menyarankan Komnas HAM agar memprioritaskan penanganan pelanggaran HAM berat, seperti hilangnya nyawa orang yang sama sekali tidak berdosa, daripada urusi TWK yang jauh kemungkinan tidak sesuai dengan HAM.
Baca Juga: Jerinx SID Hirup Udara Bebas, Langsung Lakukan Ritual Pembersihan Diri
Sebelumnya, Komnas HAM melayangkan surat pemanggilan kepada pimpinan KPK terkait dengan laporan pegawai KPK yang tidak lolos TWK sebagai syarat menjadi ASN pada hari Selasa, 8 Juni 2021.