Tanggapi Soal Rektor Ditunjuk Presiden, Rizal Ramli: Di Negara Demokratis, Rektor Dipilih Senat Guru Besar

- 29 Juni 2021, 14:54 WIB
Ekonom senior Rizal Ramli.
Ekonom senior Rizal Ramli. / /Instagram @rizalramli.official//

GALAMEDIA - Ekonom senior, Rizal Ramli belum lama menyoroti kebijakan terkait pemilihan rektor perguruan tinggi oleh presiden.

Penunjukan rektor oleh presiden dilatarbelakangi tanggung jawab rektor dalam proses penyeragaman.

Kala itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan kebijakan tersebut diambil karena kekhawatiran adanya ideologi selain Pancasila yang menyusup ke perguruan tinggi.

Baca Juga: Gedung KPK Diserang dengan Coretan 'Berani Jujur Pecat', Eks Pegawai KPK: Semua Akan Memuncak pada Saatnya

Menanggapi hal tersebut, Rizal Ramli menilai kebijakan penunjukkan rektor oleh presiden merupakan salah satu biang intervensi kekuasaan dalam dunia akademik dan kampus.

“Iniliah salah satu biang intervensi kekuasaan ke dunia akademik dan kampus,” katanya yang dilansir Galamedia dari akun Twitter @RamliRizal pada Selasa, 29 Juni 2021.

Lebih lanjut, Rizal Ramli menyebut di berbagai negara demokratis rektor dipilih langsung oleh Senat Guru Besar.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Makanan Sehat dan Bergizi, Cocok Dikonsumsi Sebelum dan Sesudah Vaksin Covid-19

“Dulu dan di negara2 demokratis, Rektor dipilih Senat Guru Besar,” ucapnya.

Rizal Ramli juga menambahkan rektor kini justru dipilih presiden dengan bobot akademik yang pas-pasan.

“Presiden bobot akademik pas2an eh pilih Rektor,” cuitnya.

Sementara itu dilansir Galamedia dari Antara, pada Juni 2017, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan penentuan rektor perguruan tinggi negeri akan dikonsultasikan kepada presiden, tak lagi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Baca Juga: TERUNGKAP! Peneliti Ini Beberkan Rekam Jejak Ketua BEM UI: Asdos, Aktif di Organisasi Hingga Tetangga Jokowi

Perubahan itu disebabkan munculnya kesadaran baru sekaligus keprihatinan terkait penyelenggaraan pendidikan dan penelitian ideologi Pancasila serta wawasan kebangsaan.

Awalnya, semua calon rektor yang dipilih senat akademik ditentukan oleh majelis wali amanat perguruan tinggi dengan salah satu pemegang suara terbanyak dipegang Menristek dan Dikti.

Sementara perubahan yang diwacanakan adalah pembentukan tim penilai akhir yang dipimpin oleh presiden.

Baca Juga: Akui Dukung Penuh BEM UI Soal Jokowi The King of Lip Service, Cendekiawan Muslim: Kritik Mereka Kekuatan Moral

Namun pada saat itu, atas perubahan tersebut muncul kekhawatiran terjadinya batu sandungan berupa politisasi terhadap lembaga akademik.

Secara politis dan nalar birokratis, Menristek dan Dikti adalah pihak terdepan dan yang paling memiliki kewenangan dan kesanggupan memahami pergumulan dunia perguruan tinggi.

Akan tetapi, sejak pembentukan tim penilai akhir terkait dengan pemilihan rektor oleh presiden, maka sebagian pihak menilai itu hanyalah perpanjangan tahap birokratis yang membuka peluang masuknya kepentingan politis.

Baca Juga: Covid-19 Tengah Meroket Ma'ruf Amin Ajak Masyarakat Berwisata, Christ Wamea: Nanti yang Disalahkan Raky

Oleh karena itu, di tengah tantangan besar mengatasi persoalan kebangsaan yang salah satu ancamannya adalah tercabiknya anyaman kebangsaan, maka menyerahkan masalah pemilihan rektor ke tangan presiden hanya menambah pekerjaan yang implikasi negatifnya jauh lebih besar ketimbang dampak positifnya.

Polemik pemilihan rektor oleh presiden pada saat itu juga menimbulkan kecemasan sejumlah kalangan akademis tentang melemahnya semangat otonomi dalam pemilihan rektor perguruan tinggi serta semakin menguatnya semangat politisasi dalam penyelenggaraan perguruan tinggi.***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: Berbagai sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x