Tiga Relawan Vaksin Nusantara Terinfeksi Varian Delta, Begini Penjelasan Peneliti

- 30 Agustus 2021, 11:10 WIB
Ilustrasi - Vaksin Nusantara dipercaya bisa tangani varian Delta hingga Lembda.
Ilustrasi - Vaksin Nusantara dipercaya bisa tangani varian Delta hingga Lembda. /Pixabay/geralt


GALAMEDIA - Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi PNF (Professor Nidom Foundation), Prof. Dr. Chairul Anwar Nidom, drh., MS, menyatakan uji klinis fase III Vaksin Nusantara bakal menggunakan antigen pentavalen yang terdiri dari varian Alpa, Beta, Delta, Delta plus dan Lambda.

Dengan demikian, Vaksin Nusantara tak hanya mampu menghadapi varian Alpha dan Beta melainkan juga varian Delta dan Delta plus bahkan Lambda.

"Yang jadi jadi problem di dunia saat ini adalah Varian Delta dan Delta plus. Sedangkan varian Lambda merupakan potensi ancaman di kemudian hari," ujar Guru Besar Biologi Molekuler di Universitas Airlangga (Unair) dalam sebuah diskusi virtual Komunitas Veteriner Indonesia dikutip, Senin, 30 Agustus 2021.

Dengan begitu, ia menyatakan, jika dunia mau bebas dari pandemi Covid-19 maka pakailah vaksin dendritik.

Disebutkan, pada uji klinis fase II ada tiga relawan Vaksin Nusantara terinfeksi Covid-19. Pihaknya langsung melakukan pemeriksaan terhadap ketiga relawan tersebut.

"Walau terinfeksi Covid-19, gejala terparah yang mereka terima hanya kepada satu orang, dia merasakan pilek. Tapi tidak menjadi lebih parah. Padahal mereka terkena Varian Delta," ujarnya.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 30 Agustus 2021: Al Buat Surat Pernyataan Resmi Hak Asuh Reyna Agar Nino Mati Kutu

Hasil analisa kepada ketiga relawan itu, lanjutnya, ternyata perkembangan Covid-19 pada tubuhnya memiliki pola yang sama. Virus di dalam tubuh ralawan tersebut mengalami pelemahan.

Terkait hal itu, ia pun mengungkapkan virus yang menginfeksi relawan tersebut kini tengah dalam penelitian laboratorium.

"Kita ingin tahu sejauh mana perkembangan virus varian Delta tersebut, apakah virus itu masih bisa menular apa tidak, kita sedang teliti itu," ujarnya.

Dengan hasil seperti itu, Nidom menaruh harapan terhadap Vaksin Nusantara. "profil imun tak ada masalah, dan kalau terinfeksi, virusnya mengalami pelemahan," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Prof Nidom menyatakan saat ini Vaksin Nusantara secara teknis dan sains sudah tak ada masalah sehingga sebenarnya sudah bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

"Jadi yang jadi masalah adalah nonteknis dan nonsains," ujarnya.

Dijelaskan, masalah tersebut antara lain berkaitan dengan soal regulasi dari lembaga pemerintah.

"Ini merupakan produk baru. Sehingga tak ada dalam regulasinya. Jadi regulator saat ini tak bisa terima hal baru. Seharusnya hasil penelitian one step a head ini bisa diterima oleh regulasi. Ya kita doakan saja semoga bisa ada titik temunya sehingga vaksin ini bisa segera digunakan kepada masyarakat," ujarnya.

Ia pun kembali menegaskan, Vaksin Nusantara ini bisa menjadi pelengkap vaksin konvensional. Sehingga bagi orang yang telah mendapatkan vaksin konvesional bisa dilengkapi Vaksin Nusantara.

Baca Juga: BPOM Lepas Tangan, Siti Fadilah Supari Terus Kampanyekan Vaksin Nusantara: Sebetulnya Bukan Vaksin

"Bisa jadi karena butuh jangka pendek dan ingin mendapatkan sertifikat vaksin, bisa dilengkapi dengan Vaksin berbasis dendritik ini," katanya.

Ketika ditanyakan soal kemungkinan penggunaan Vaksin Nusantara di sejumlah daerah terpencil, Prof Nidom menyatakan secara teknis sebenarnya tidak ada masalah. Karena Vaksin Nusantara tidak membutuhkan mata rantai pendinginan.

"Permintaan dari sejumlah daerah sudah ada, seperti dari Aceh. Bahkan ada juga dari luar negeri. Ini masih bisa dilakukan. Tinggal kirim sampel dan kita ajari tenaga kesehatannya yang mau mengoperasikannya. Cuma ya masalahnya itu tadi, soal nonteknis dan nonsains. Ya mohon bantu doanya saja," katanya.

Sebelumnya Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi M.Epid menyampaikan bahwa vaksin Nusantara dapat diakses oleh masyarakat dalam bentuk pelayanan berbasis penelitian secara terbatas.

Penelitian tersebut berdasarkan nota kesepahaman atau MoU antara Kementerian Kesehatan bersama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan TNI Angkatan Darat pada April lalu terkait dengan ‘Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2’.

Baca Juga: Pengamat: Kalau Tuhan Menghendaki, Anies Tetap Akan Jadi Presiden Meski Ada Gerilya Parpol yang Halangi

“Masyarakat yang menginginkan vaksin Nusantara atas keinginan pribadi nantinya akan diberikan penjelasan terkait manfaat hingga efek sampingnya oleh pihak peneliti. Kemudian, jika pasien tersebut setuju, maka vaksin Nusantara baru dapat diberikan atas persetujuan pasien tersebut,” ujar dr. Nadia.

Selain itu, dr. Nadia juga menegaskan bahwa vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialkan lantaran autologus atau bersifat individual.

“Sel dendritik bersifat autologus artinya dari materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri, sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain. Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri,” tambah dr. Nadia.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah