"Jadi yang berhak menyetujui formatur itu peserta muscab, bukan pengurus DPC," katanya.
Selain tidak sesuai aturan, dengan adanya formatur yang bukan hasil kesepakatan peserta muscab ini, pihaknya khawatir akan terjadi persoalan selama proses tersebut.
"Kenapa? Karena formatur hasil pramuscab itu tidak memiliki dasar hukum. Selain itu, kami juga tidak mau muscab ini ada intevensi dan intimidasi dari pihak manapun yang memiliki kepentingan," terangnya.
Di tempat yang sama, Ketua PAC PPP Kecamatan Batununggal, Ari Syahbani, mengatakan, dari 26 kecamatan, sebanyak 21 ketua PAC seperti dari Andir, Sukajadi, Cicendo, Gedebage, Buah batu, Bandung Kidul, Rancasari, dan Regol sepakat walk out dari arena muscab akibat hal tersebut.
Baca Juga: PA 212 Pastikan Akan Gelar Reuni Akbar pada Awal Desember 2021: Dihadiri 7 Juta Orang
Dia menilai, pemilihan formatur yang dipaksakan ini menandakan adanya intervensi dari DPC termasuk dalam pemilihan ketua periode baru.
"Ini juga membuktikan tidak adanya kepercayaan dari DPC kepada PAC. Padahal kami hadir di muscab, sehingga kami berhak menentukan sikap," katanya.
Selain itu, jika dibiarkan, hal ini menjadi preseden buruk karena bertentangan dengan aturan yang ada. "Formatur dipilih saat pramuscab, dibawa ke arena muscab. Tapi seakan-akan itu disetujui oleh peserta muscab. Padahal tidak ada kesepakatan dari peserta muscab," tambahnya.***