P2TP2A Garut Lakukan Pendampingan, 11 Santriwati Korban Guru Cabul di Pesantren di Bandung Berasal dari Garut

- 9 Desember 2021, 20:54 WIB
-Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari, memverikan keterangan kepada wartawan di Kantor P2TP2A Garut, Jalan Patriot, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Kamis 9 Desember 2021 malam.
-Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari, memverikan keterangan kepada wartawan di Kantor P2TP2A Garut, Jalan Patriot, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Kamis 9 Desember 2021 malam. /Agus Somantri/Galamedia/


GALAMEDIA - Belasan santriwati yang menjadi korban rudapaksa oleh gurunya di sebuah pesantren di Bandung ternyata banyak yang berasal dari Garut.

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, menyatakan ada 11 santriwati asal Garut yang menjadi korban dalam peristiwa yang membuat miris tersebut.

Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari, mengatakan dari 11 orang santriwati asal Garut itu diketahui delapan orang di antaranya hamil dan sudah melahirkan akibat dari perbuatan bejat pelaku berinisial HW tersebut.

"Diketahui ada 11 santri perempuan dari Garut yang jadi korban, delapan di antaranya diketahui hamil dan sudah melahirkan," ujarnya di Kantor P2TP2A Garut, Jalan Patriot, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Kamis 9 Desember 2021 malam.

Baca Juga: Kaum Millenial Puja-Puji Kapolri usai Lantik 44 Mantan Pegawai KPK Jadi ASN Polri

Diah menyebutkan, awalnya pada bulan Juni 2021, P2TP2A Kabupaten Garut menerima laporan dari seorang kepala desa dan orangtua santri terkait kasus dugaan pencabulan terhadap beberapa anak warga desanya yang jadi santri di sebuah pesantren di Bandung.

Sebelumnya, terang Diah, kepala desa tersebut sudah melaporkan kasus itu ke Polda Jawa Barat.

Dari hasil koordinasi dengan jajaran Polda Jawa Barat yang juga menindaklanjuti laporan kepala desa dan warga yang jadi orangtua santri, lanjut Diah, diketahui ada 11 santri perempuan dari Garut yang jadi korban hingga diketahui punya anak dan ada yang tengah hamil.

Menurut Diah, dari 11 santri tersebut, karena berasal dari daerah yang berbeda dengan kepala Desa yang melapor ke P2TP2A, sebagian orang tuanya belum mengetahui masalah yang menimpa anaknya, hingga P2TP2A berinisiatif memanggil para orangtua korban dan diberitahu perihal masalah yang menimpa anak mereka di pesantren oleh tim psikolog.

"Semua orangtua shock begitu mengetahui permasalahan yang menimpa anaknya, setelah diberi pemahaman dan pendampingan, akhirnya para orangtua bisa menerima permasalahan tersebut," ucapnya.

Baca Juga: 44 Eks Pegawai KPK Jadi ASN Polri, Fahri Hamzah: Jangan Lagi Terlalu Melihat ke Belakang

Diah menuturkan, selang beberapa hari kemudian, para santriwati asal Garut yang menjadi korban guru cabul tersebut akhirnya berhasil diambil dari pondok pesantren oleh penyidik Polda Jabar dan dibawa ke rumah aman P2TP2A Garut dan dipertemukan dengan orangtua mereka. Selanjutnya, tambah Diah, para orangtua dan anak diberi dampingan psikolog agar kuat menghadapi permasalahan yang menimpa.

"Pendampingan psikolog dilakukan secara berkelanjutan, sementara tim penyidik Polda Jabar mulai melengkapi berkas perkara dengan memeriksa para korban di rumah aman P2TP2A yang prosesnya selama beberapa hari hingga P2TP2A pun memfasilitasi proses visum dan pemeriksaan darah untuk melengkapi berkas pemeriksaan," katanya.

Setelah berkas pemeriksaan dirasa cukup, menurut Diah, tim pemyidik Polda Jabar kemudian melakukan penangkapan terhadap pelaku.

Setelah pelaku diamankan, P2TP2A Garut fokus melakukan pendampingan terhadap para korban yang semuanya telah berhasil dibawa keluar dari pesantren tersebut dan dibawa ke Garut bersam orang tuanya agar kuat menghadapi kasus lewat terapi-terapi psikolog.

"Upaya-upaya reintegrasi korban untuk kembali ke lingkungannya pun dilakukan dengan pendekatan ke aparat pemerintahan desa dan tokoh masyarakat hingga para korban akhirnya bisa kembali ke rumahnya," katanya.

Baca Juga: 44 Eks Pegawai KPK Jadi ASN Polri, Firli Bahuri Curhat ke Presiden Jokowi Kekurangan Pegawai

Diah menyebutkan, hingga saat ini upaya pendampingan masih terus berjalan berupa pendampingan korban dalam menghadapi persidangan, hingga pendampingan kesehatan, mengingat ada korban yang masih menunggu proses melahirkan setelah sebelumnya, satu orang korban juga telah melahirkan dengam fasilitasi P2TP2A Garut.

Selain pendampingan kesehatan, menurut Diah, P2TP2A juga melakukan pendampingan agar para korban yamg masih usia sekolah bisa kembali sekolah hingga ada yang melanjutkan kuliah. Ia juga memastikan, meski para korban telah kembali ke rumahnya masing-masing dan tinggal bersama orangtuanya, namun pemantauan para korban terus dilalukan lewat komunikasi dengan orangtua korban dan korban.

"Sampai saat ini, P2TP2A Garut masih terus melakukan komunikasi dengan para orangtua korban dan korban, mengingat tiap kali persidangan yang memerlukan kehadiran korban, P2TP2A memfasilitasi keberangkatan para korban sambil memantau perkembangan para korban," ucapnya.

Diah menuturkan, di masa-masa awal kasus ini terungkap, anak menghadapi tekanan berat hingga muncul trauma. Namun, tim psikologi P2TP2A Garut melakukan terapi psikologi hingga saat ini para korban sudah mulai bisa kembali ke masyarakat.

Diah pun berharap, para pihak bisa tetap menjaga identitas anak-anak yang menjadi korban agar terhindar dari stigma di masyarakat. Pihaknya khawatir, dengan ramainya pemberitaan kasus ini sekarang malah akan membuat kondisi psikologis anak tertekan dan hilang kepercayaan diri, apalagi jika sampai identitasnya terungkap.

"P2TP2A Garut, terus berkomitmen melakukan pendampingan bagi para lorban agar mereka bisa bangkit dan kembali menata masa depannya. Kami berharap, para pihak juga dapat berperan serta melakukan upaya perlndungan bagi para korban, minimal dengan tidak membuka identitas korban," katanya.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x