Kebun Binatang Bandung Kembali Diambil Alih Keluarga, ini Profil Ema Bratakoesoema

- 20 Januari 2022, 20:03 WIB
Keluarga Rd Ema Bratakoesoema bertekad akan kembali msngelola Kebun Binatang Bandung.
Keluarga Rd Ema Bratakoesoema bertekad akan kembali msngelola Kebun Binatang Bandung. /Kiki Kurnia/Galamedia/
GALAMEDIA .- Pihak Keluarga Rd Ema Bratakoesoema bertekad akan kembali msngelola Kebun Binatang Bandung.
 
Seperti diketahui, dari tahun 2017 hingga 2021, pengelolaan Kebun Binatang Bandung dibawah pihak Tamn Safari Indonesiaa (TSI) melalui kerja sama.
 
"Mulai tahun 2022 ini, kami akan kembali mengelola Kebun Binatang Bandung secara utuh melalui Yayasan Margasatwa Tamansari," ungkap Bisma Bratakusuma usai haul Rd. Ema Bratakoesoema (Gan Ema) ke-38 di Kebun Binatang Bandung, Kamis  20 Januari 2022.
 
 
Seperti diketahui, sejak 2017 hingga 2021, pengelolaan Kebun Binatang Bandung di bawah pengelolaan TSI Cisarua Bogor melalui kerja sama. Sejak dikelola TSI, banyak perubahan yang terjadi di area Kebun Binatang Bandung.
 
Bisma menyebut sebagai penerus Gan Ema, dirinya akan melanjutkan cita-cita Gan Ema terutama dalam pelestarian satwa dan tanaman yang ada di Kebun Binatang Bandung. Apalagi, Kebun Binatang telah menjadi jantung dan paru-paru Kota Bandung.
 
"Saya berama keluarga akan melanjutkan mengelola Kebun Binatang Bandung secara utuh untuk dijadikan gempat edukasi selain pariwisata," katanya.
 
 
Menurutnya, ada sejumlah pembaharuan yang akan dilakukan mulai dari manajemen pengelolaan, pemeliaharaan satwa dan kandang. Dikatakannya, ada sejumlah kandang dan bangunan gang belum pernah direnovasi sejak Kebun Binatang Bandung ini didirikan.
 
"Salah satunya zona primata, selain itu aviari (kandang burung). Ini akan direnovasi secara bertahap," katanya.
 
Bisma pun akan menghidipkan kembali seni budaya tradisional Sunda, salah satunya ketuk tilu.
 
"Sesuai amanat dari almarhum kakek saya agar selalu menjaga dan memgembangkan seni budaya tradisiknal Sunda," katanya.
 
 
"Insya Allah, seni ketuk tilu akan dipentaskan setiap minggu. Mohon dukungannya," tambahnya.
 
Pada kesempatan itu, Bisma bersama keluarga mendapat amanat dari tokoh sesepuh Jawa Barat, Solihin GP, agar bisa mengambil alih pengelolaan Kebun Binatang dari tangan orang lain dan selalu menjaga marwah kebun binatang Bandung sebagai tempat edukasi,  lembaga konservasi dan pelestarian seni budaya tradisional Sunda.  
 
Amanat Solihin GP ini diserahkan Yani Solihin GP pada perwakilan keluarga Gan Ema.
 
 
Sejjmlah tokoh Jawa Barat yang hadir seperti Acil Bimbo, Rd. Otong Wiranatakusuma, Asep Gurwawan, Azis serta para tokoh pendekar Jawa Barat mendukung langkah keluarga Gan Ema untuk melanjutkan cita cita Rd Ema Bratakoesoema.
 
Sebagai pengingat dan mengawali sebagai tempat pelestarian seni budaya ditampilkan pula seni ketuk tilu oleh lingkung Seni Sekar Kliwon Pimpinan Mas Nanu Muda, yang menampilkan tarian kasreng dan gaplek. Selain itu tampil pula tokoh seni ketuk tilu Kota Bandung, Bah Salam. Ada pula seni penca silat dari paguron Panglipur, serta sejjmlah tokoh penca silat ikut muka kalang (makalangan).
 
 
Sedikit profil Rd. Ema Bratakoesoema sebagai Tokoh Sunda Sejati
 
Raden Ema Bratakusuma juga dikenal dengan nama Gan Ema (12 Agustus 1901 – 1 Agustus 1984) adalah salah seorang tokoh Sunda dan Pejuang Pergerakan Nasional di Jawa Barat.
 
Gan Ema merupakan perjuang kemajuan kesundaan dan pergerakan nasional pada masanya.
 
 
Ia juga dikenal sebagai budayawan yang memiliki keahlian pencak silat, juga dikenal sebagai politikus yang bergelut di berbagai organisasi, dikenal juga sebagai penggerak budaya Sunda, pembina generasi muda serta pendiri surat kabar. Sejak kecil Gan Ema sangat menggemari dunia jurnalistik.
 
Berkiprah di beberapa media pada zaman pra kemerdekaan dan setelah merdeka.
 
Lingkungan Tatar Parahyangan dengan kekayaan budaya dan sosialnya menjadikan Ema sosok pembelajar yang tekun. Sejak usia 9 tahun ia sudah mempelajar ilmu bela diri dari ayahnya yang memiliki perguruan Pencak silat di Ciamis.
 
 
Pada tahun 1914 ia belajar pencak kepada Bapa Enung, ahli penca aliran Cimandé di Dayeuhkolot. Di Batavia, 1918-1921, ia belajar penca kepada Bang Janibi ahli aliran 'ameng pukulan' dan kepada Bang Sabeni ahli aliran 'ameng Sabeni'. Dan kecintaaannya pada dunia Sunda membawa Ema mengembara lebih jauh  seiring perjuangan zaman melawan kolonialisme di Nusantara.
 
Bersama rekannya Raden Tubagus Umay Martakusumah, Ema kemudian mendirikan perkumpulan seni budaya “Sekar Pakuan” pada tahun 1933.
 
Keseriusan Ema pada budaya Kasundaan ditempa dengan penguasaan beberapa aliran penca lainnya seperti 'ameng Cikalong', 'ameng Sabandar', 'ameng Suliwa', dan 'ameng timbangan' dari ahli-ahli pencak di Provinsi Pasundan atau Jawa Barat. Di kalangan perguruan pencak ia dikenal dengan sebutan Gan Ema (singkatan dari Juragan) dan kemudian dipandang sebagai tokoh bahkan sesepuh pencak di Jawa Barat sampai akhir hayatnya.
 
 
Pada sosok Gan Ema, kependekaran merupakan bagian integral dari kerja kebudayaan yang berjangkauan luas dan ditandai dengan integritas yang terpuji dan kemandirian seiring waktu.
 
Pada dunia kependekaran, Gan Ema adalah seorang tokoh Bandung yang sangat terkenal dalam membawa maenpo dari Cianjur ke Bandung. Puncaknya, tahun 1957, bersama-sama tokoh pencak lainnya Ema mendeklarasikan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI) dan ia menjadi penasihat organisasi tersebut.
 
Dalam dunia politik ia berguru kepada Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker, bersama Darnasukumah, Bakri Suraatmaja, dan Gatot Mangkupraja di Bandung. Pada tahun 1949-1950 ia mulai berkiprah di Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bandung. 
 
 
Ema, dalam pandangan politiknya, (1) ingin memajukan bangsanya karena cinta akan tanah air yang dimulai dan diutamakan dari tingkat bawah berdasarkan kebudayaan (suku bangsa dan daerah: Sunda.
 
(2) ingin memerdekakan bangsanya dari belenggu penjajahan melalui persiapan rakyat harus berani bertarung secara individual dan atau kelompok, (3) bentuk negara yang sesuai bagi Indonesia merdeka adalah federasi atau otonomi yang luas, karena sesuai dengan kodrat masyarakat dan geografi Indonesia.
 
Untuk mencapai pandangan tersebut ditempuhlah program pendidikan, pers, dan pencak. Meskipun demikian, jiwa ke-jurnalistik-annya pun masih tetap membara, pada tahun 1956 bersama Sutisna Senjaya, Supyan Iskandar, dan Otong Kosasih, ia mendirikan surat kabar Kalawarta Kujang. Media ini didirikan demi menunjang perjuangan Sunda dan Partai Gerakan Pilihan Sunda pada saat itu.
 
 
Selain itu, pemikiran Ema pada pentingnya pelestarian lingkungan hidup serta visi yang begitu panjang untuk kepentingan paru-paru kota Bandung yang manfaatnya bisa kita rasakan hingga saat ini.
 
Dimana saat ini pepohonan rindang di dalam kota Bandung hampir tidak tersisa, adalah melalui pendirian Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) atau yang lebih dikenal sebagai Kebun Binatang Bandung, yang dia ambil alih melalui tenaga, pemikiran dan seluruh harta kekayaan dia dari Bandungse Zoological Park (BZP).
 
 Selain sebagai sarana hiburan rakyat yang terjangkau, ikut berperan serta dalam pelestarian hewan-hewan dan tumbuhan langka, YMT sesungguhnya juga adalah ‘situs sejarah perjuangan orang Sunda’ yang tidak terekspos, karena YMT adalah juga sebagai sarana untuk mengumpulkan para pejuang Sunda.***
 

Editor: Dicky Mawardi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x