Muhammadiyah: Jabatan Presiden Tiga Periode Mungkin Sah Secara Formil, Tapi...

- 14 Maret 2022, 10:33 WIB
Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi. /Antara/Akbar Nugroho Gumay/

Oleh karena itu, kata Abdul, penetapan masa jabatan presiden dan wakilnya selama dua periode dalam amandemen UUD 1945 tidak terlepas dari semangat reformasi.

Di luar teks formal, kata Abdul, suasana kebatinan dan kejiwaan serta konteks yang menjadi latar belakang lahirnya pasal-pasal dalam amandemen UUD 1945 itu tidak boleh dilepaskan.

“Nah suasana kebatinan itu adalah jiwa dari suatu UUD. Suasana kebangsaan itu adalah ruh yang menjadi landasan mengapa sebuah UU itu disusun dan mengapa teks atau redaksinya itu berbunyi sesuai dengan di UUD itu,” jelasnya.

Dari pemahaman yang utuh terhadap teks dan konteks penyusunan UUD, Abdul menilai wacana hingga aksi amandemen UU untuk mewujudkan perpanjangan masa jabatan Presiden terbuka untuk dilakukan, tetapi melabrak norma kepatutan.

Baca Juga: Efek Putin, Pemain Chelsea Terancam Tak Digaji

"Marilah kemudian kita meninggalkan legacy yang baik sebagai pendidikan dan keteladanan bagi putra-putri bangsa," ujarnya.

"Jangan sampai bangsa kita terutama generasi muda ini mempelajari sejarah yang tidak baik dari para pemimpinnya dan kemudian sejarah kita ini harus kita koreksi berkali-kali hanya untuk menyelamatkan seseorang yang mungkin orang itu sedang berkuasa, atau orang itu sedang turun dari kekuasaan,” tukas Abdul.***

Halaman:

Editor: Dadang Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x