Kasus Pengambilan Air Tanpa Izin di Sumedang Bisa Turunkan Kepercayaan Investor

- 23 Juni 2022, 11:38 WIB
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah. /Istimewa/

GALAMEDIA - Desakan agar aparat penegak hukum segera memproses dugaan pengambilan air tanpa izin sekaligus penjualan air kepada industri oleh PT DFT, terus mengemuka.

Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, kasus tersebut secara tidak langsung dapat menurunkan kepercayaan kalangan investor.

"Memang dampaknya tidak secara langsung. Tapi dengan adanya kasus ini telah mengindikasikan bahwa banyak regulasi di Indonesia yang law enforcement masih kurang. Sedangkan kita harus tahu bahwa rendahnya law enforcement atas regulasi dapat menurunkan kepercayaan investor," ujar Piter, Kamis 23 Juni 2022.

Baca Juga: Jaga Iklim Investasi di Jabar, Kasus Dugaan Pengambilan Air Ilegal di Sumedang Harus Diproses Hukum

Piter menilai, jika hal itu sampai terjadi maka artinya ada pelemahan daya saing akibat hilang atau turunnya kepercayaan dari kalangan investor.

Itu sebabnya, lanjut Piter, penegakan hukum harus kembali diperkuat. Dalam hal ini, tentu saja melalui peningkatan law enfrorcement atas berbagai kasus di Tanah Air. Termasuk di antaranya, dugaan kasus pengambilan air tanpa izin dan dugaan penjualan air ke industri tanpa izin oleh PT DFT.

“Penegak hukum harus diperkuat. Kepolisian, kehakiman, kejaksaan, itu pilar-pilar hukum kita yang ternyata tidak cukup kuat,” kata dia.

Piter menambahkan, seharusnya penyelesaian kasus PT DFT bisa dilakukan dengan cepat tanpa hambatan. Sebab, sudah ada regulasi yang mengaturnya.

Baca Juga: Kejati Jabar Didesak Periksa PT DFT Soal Dugaan Pelanggaran Izin Pengambilan Air di Sumedang

Praktik pengambilan sumber daya air untuk kepentingan komersil, misalnya, menurut Piter sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2019.

"Sudah ada regulasinya. Pengambilan sumber daya air secara komersial harus ada izin dan ada pajaknya. Jika tanpa izin, maka sudah barang tentu ada sanksi yang wajib dijatuhkan pada pelaku," terang Piter.

Dalam UU Nomor 17 tahun 2019 Pasal 49 ayat (2), misalnya, penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha harus memiliki izin.

Dan jika tidak memiliki izin namun sengaja melakukan kegiatan seperti pasal 49 ayat (2), maka maka berdasarkan pasal 70, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun. Selain itu, juga dikenakan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp5 miliar.

Jika kegiatan yang dilakukan karena kelalaian, maka berdasarkan pasal 73, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga bulan dan paling lama enam tahun. Selain itu, juga dikenakan denda paling sedikit Rp300 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Baca Juga: Pesawat Susi Air Jenis Porter PC-6 Kecelakaan di Papua, Berikut Ini Spesifikasinya

Dengan adanya dugaan peraturan resmi yang dilanggar itulah, lanjut Piter harusnya aparat penegak hukum sudah tidak perlu lagi gamang dan segera melakukan penindakan.

Karena bila upaya penegakan hukum tidak segera dilakukan, maka dampak negatif dari kasus ini dikhawatirkan secara tidak langsung akan merembet ke iklim investasi, baik lokal Jawa Barat maupun hingga ke skala nasional.

Dugaan kasus ini sendiri, memang sudah sudah meluas dan menjadi isu nasional. Berbagai pihak juga menyoroti kasus ini.

Di antaranya anggota DPR RI, TB Hasanuddin, Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, Walhi Jawa Barat, pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, dan juga pakar hukum Universitas Trisakti, Yenti Garnasih.

Terakhir, tokoh Jawa Barat yang juga mantan anggota Komisi III DPR, Deding Ishak Ibnu Sudja, juga mendesak agar dugaan kasus tersebut segera diproses hukum. Apalagi, kasus tersebut juga diduga berpotensi merugikan keuangan negara.***

Editor: Ziyan Muhammad Nasyith


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah