Komandan Armada AS di Laut China Selatan Nyatakan Siap Berperang, China dan Rusia Mulai Bersatu

- 18 Juli 2020, 19:37 WIB
Armada AS bersiaga di Laut China Selatan. (Foto: Twitter @aircraftcarrier)
Armada AS bersiaga di Laut China Selatan. (Foto: Twitter @aircraftcarrier) /

GALAMEDIA - Militer Amerika Serikat (AS) kembali mempertontonkan kekuatan tempur angkatan lautnya wilayah Laut China Selatan. Armada laut ini seakan-akan siap untuk melakukan penyerangan terhadap pasukan China.

AS menerjunkan Nimitz Carrier Strike Group yang terdiri dari kapal induk USS Nimitz (CVN 68), Carrier Air Wing (CVW) 17, kapal penjelajah rudal berpemandu USS Princeton (CG 59), kapal perusak rudal USS Sterett (DDG 104) dan USS Ralph Johnson (DDG 114).

Kekuatan tempur AS itu dikerahkan dengan dalih melakukan operasi keamanan maritim dan upaya kerja sama keamanan teater Laut China Selatan.

"USS Nimitz dan USS Ronald Reagan beroperasi di Laut Cina Selatan, di mana pun hukum internasional mengizinkan, untuk memperkuat komitmen kami pada Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, sebuah peraturan berdasarkan aturan internasional, dan kepada sekutu dan mitra kami di kawasan ini," kata Komandan Nimitz Carrier Strike Group, Laksamana Muda Jim Kirk dikutip dari laman CPF Navy, Sabtu (18/7/2020).

(US Daily News)
(US Daily News)


"Keamanan dan stabilitas sangat penting untuk perdamaian dan kemakmuran bagi semua bangsa, dan untuk alasan itulah Angkatan Laut AS telah hadir dan siap di Pasifik selama lebih dari 75 tahun," tambahnya.

Lebih jauh Laksamanan Kirk menjelaskan, USS Nimitz dan Ronald Reagan CSGs telah mengangkut lebih dari 12.000 pelaut dan marinir dalam kegiatan latihan pertahanan udara taktis untuk menjaga kesiapan dan kemahiran berperang.

Baca Juga: Susul Amitabh Bachchan, Megabintang Bollywood Ini Dilarikan ke Rumah Sakit Gara-Gara Kena Corona

Kendati demikian, Kirk tetap tidak menjelaskan secara spesifik bahwa pengerahan kekuatan tempur AS itu di Laut China Selatan itu secara khusus dilakukan untuk menghadapi kekuatan militer PLA yang belakangan ini telah membuat gerah sejumlah negara di sekitar Indo-Pasifik.

"Kehadiran dua operator di Laut Cina Selatan tidak menanggapi setiap peristiwa politik atau dunia tertentu, tetapi merupakan bagian dari integrasi reguler untuk melatih dan mengembangkan interoperabilitas taktis. Selama lebih dari 75 tahun, Angkatan Laut AS telah mengoperasikan beberapa operasi kekuatan serang kapal induk di kawasan ini," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu ketegangan di sekitar Luat China Selatan meningkat ketika tentara PLA melakukan latihan militer selama lima hari berturut-turut di Kepulauan Paracels yang diklaim oleh Vietnam sebagai wilayah negara Vietnam.

Baca Juga: Ngaku Telah Berbuat Bodoh, Polisi Tak Percaya Catherine Wilson Baru Nyabu Dua Bulan

Protes keras disampaikan oleh Vietnam di forum ASEAN. Vietnam menuding China telah memprovokasi negara-negara yang berada di wilayah Indo-Pasifik karena telah melancarkan latihan militer di Pulau Paracel. Tidak hanya Vietnam, Filipina pun ikut mengecam kegiatan militer China itu di Laut China Selatan.

Menurut Filipina, kegiatan militer China itu sebagai salah satu upaya China untuk menggencarkan klaim terhadap wilayah perairan China kepada negara-negara tetangga yang berbatasan dengan Laut China Selatan.

Latihan militer China itu kemudian direspon oleh Amerika Serikat (AS). Selang satu hari setelah latihan militer China digelar, dua kapal induk AS masuk ke perairan Laut China Selatan dengan dalih melakukan latihan militer serta melakukan operasi menjaga keamanan di kawasan jalur perairan internasional.

Menteri Luar Negeri China Wang Yi melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.


Terkait hal itu AS kini menjadi perbincangan dari dua negara pemegang hak veto yaitu China dan Rusia. Menteri Luar Negeri China Wang Yi melakukan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.

Wang mengatakan kepada Lavrov bahwa Beijing merasa AS menghidupkan kembali mentalitas Perang Dingin dalam kebijakannya terhadap China.

Dalam laporannya, Xinhua juga mengutip Lavrov yang mengatakan bahwa Rusia menentang unilateralisme (dukungan sepihak) dalam urusan internasional.

Baca Juga: Tentara Israel Bubarkan Aksi Unjuk Rasa dengan Letuskan Senjata, Puluhan Warga Palestina Terluka

Pernyataan itu muncul ketika ketegangan antara AS dan China makin meningkat karena penerapan hukum keamanan nasional China di Hong Kong. Selain itu isu perang dagang yang sedang berlangsung antara kedua ekonomi dan penanganan mereka terhadap wabah virus corona juga kian meruncing.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x