Mathew melakukan uji coba pada sejumlah besar data terkait analisis akan tetapi hal tersebut tidak mampu untuk diselesaikannya sendiri.
Jadi, ia mempelajari mengenai bahasa pemprograman agar komputernya dapat melakukan automatisasi dan mempercepat proses analisis data.
Namun, mempelajari coding membuatnya harus berjuang di samping ia juga sedang melakukan riset. Sengupta sempat mendengar kabar mengenai kesulitan Mathew dan memperkenalkannya pada ChatGPT, hingga Mathew menganggapnya adalah sebuah bantuan besar.
Chatbot menjelaskan mengenai hal yang tidak diketahuinya mengenai kode, menemukan kesalahan dalam codingnya dan terkadang membuatkan bahasa pemprograman untuknya. Mathew mengatakan ini berhasil selama nyaris 99% dalam penggunaannya.
Hal terbaiknya adalah, ChatGPT tidak hanya membantunya tetapi juga memberikan pemahaman mengenai bahasa pemprograman.
Mathew berujar AI membuatnya merasa “diberdayakan” untuk bekerja secara independen. Ia menambahkan, “chatting dengan ChatGPT seperti mengobrol dengan orang yang sesungguhnya. Kalau saja saya mengetahuinya dari lama, saya dapat menghemat lebih banyak waktu untuk diri sendiri dan pekerjaan” ujar Mathew.
Matthew mengatakan, chatbots ini “merevolusi” pekerjaan para ahli biologi dan membuat peneliti untuk fokus pada risetnya, daripada membuat mereka untuk mempelajari bahasa pemprograman.
Wessel mengatakan, ChatGPT juga dapat membantu pelajar di area lainnya seperti penulisan untuk kata pertama di esai atau penutup, sebagai bagian dari mengatasi ‘ketakutan akan kertas kosong’.