65 Persen Aduan Masyarakat Tentang Covid-19 Ternyata Hoaks

- 22 Juli 2020, 14:53 WIB
Ilustrasi.
Ilustrasi. /


GALAMEDIA - Tim Jabar Saber Hoaks (JSH) sejak Januari 2020 hingga Juni 2020 menerima 2.881 aduan masyarakat soal Covid-19. Sekitar 65 persennya atau 1.855 aduan merupakan berita bohong atau hoaks setelah diklarifikasi.

Koordinator JSH Retha Aquila Rahadian mengatakan, informasi bohong atau hoaks Covid-19 mengalir deras selama pandemi. Imbasnya, kepanikan warga akibat pandemi meningkat.

Menurutnya, persebaran hoaks tentang Covid-19 tergolong cepat karena beredar melalui media sosial dan aplikasi percakapan.

Baca Juga: Didakwa Pasal Berlapis oleh Jaksa, Vicky Prasetyo Ajukan Keberatan

"Setelah kami klarifikasi, 1.855 aduan adalah hoaks. Sisanya benar. Puncak aduan ada di bulan Maret. Untuk April dan Mei sudah turun. Juli sudah mulai melandai," kata Retha, Rabu 22 Juli 2020.

Menurut Retha, JSH membuka banyak pintu supaya memudahkan masyarakat menyampaikan aduan. Selain melalui media sosial, JSH menyediakan nomor hotline yang dapat diakses masyarakat.

Tema hoaks terus berganti dari waktu ke waktu. Jika pada awal pandemi hoaks membicarakan soal kebijakan karantina wilayah atau lockdown, saat ini hoaks didominasi terkait penanganan Covid-19. Salah satunya hoaks penyemprotan racun pembasmi Covid-19 melalui helikopter.

Baca Juga: Terbaring di RS, Brigjen Prasetijo Jalani Pemeriksaan Terkait 'Surat Sakti' untuk Djoko Tjandra

"Masyarakat harus lebih teliti dan kritis. Kritis dalam arti penasaran. Apakah informasi ini benar atau tidak. Kemudian, jangan sembarang meneruskan informasi yang belum dipastikan kebenarannya," ucapnya.

Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba) Santi Indra Astuti memaparkan sejumlah dampak buruk dari hoaks. Pertama, merusak ekosistem informasi yang memicu kebingungan di masyarakat. Sebab, masyarakat tidak bisa membedakan mana informasi yang valid dan tidak.

"Belakangan ketahuan informasinya tidak valid alias hoaks. Tapi, energi terlanjur tercurah untuk mengurusi informasi yang tidak benar," kata Santi.

Baca Juga: Sedekah Siomay pada Anak Sekolah, Sri Wahyuni Bisa Wujudkan Mimpi

Santi menyatakan, hoaks dapat membuat masyarakat salah mengambil keputusan, khususnya terkait Covid-19.

"Dia menolak untuk berobat karena percaya pada hoaks. Hoaks membuat orang mengambil keputusan yang salah dan berakibat fatal bagi hidupnya," ucapnya.

Santi memberikan cara mengatasi hoaks. Pertama, berhati-hatilah dengan narasi yang provokatif dan berlebihan. Hoaks kerap menggunakan kalimat-kalimat sensasional dengan maksud mendiskreditkan satu pihak.

Baca Juga: Miliki Ratusan Butir Peluru dan Dua Senpi Laras Panjang Ilegal, AS Harus Berurusan dengan Polisi

Maka itu, kata Santi, jika melihat berita dengan narasi atau judul provokatif, masyarakat sebaiknya mencari informasi lain yang serupa dari situs daring resmi atau media arus utama. Ciri hoaks lainnya adalah ajakan untuk memviralkan.

"Setelah itu, validasi atau verifikasi informasi. Informasi itu bisa dibuktikan atau tidak. Ada sumbernya atau tidak. Biasanya kalau hoaks itu menyertakan link. Cek link-nya. Apakah memang seperti itu," katanya.

Jika sulit membaca tanda-tanda hoaks, masyarakat sebaiknya mengklarifikasi informasi ke situs mauapun instansi cek fakta, salah satunya JSH. "Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk agar tidak terjebak hoaks," ucap Santi.

Baca Juga: Donald Trump-Putra Mahkota Abu Dhabi Ingin Usir Pasukan Asing di Libya, Turki Ajak Malta Gabung

Halaman:

Editor: Dadang Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x