Penyegelan Pembangunan Tugu Batu Satangtung di Kuningan Oleh Satpol PP Berbuntut Panjang

- 27 Juli 2020, 12:28 WIB
ist
ist /



GALAMEDIA - Kasus penyegelan pembangunan Tugu Batu Satangtung di kawasan Curug Cigoong, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kuningan, oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Kuningan pada Senin (20/7/2020) lalu, berbuntut panjang.

Terkait permasalahan itu, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Jabar angkat bicara. PDI Perjuangan memastikan hak masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (Akur) Cigugur Kuningan terpenuhi dengan baik.

Ketua DPD PDI Perjuangan Ono Surono mengatakan, PDI Perjuangan Jabar menyampaikan beberapa hal terkait masalah penyegelan pembangunan Situs Batu Satangtung, Curug Goong di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan.

Baca Juga: Produktivitas Industri Makanan dan Minuman Terdongkrak Implementasi Teknologi 4.0

Bahkan, pihaknya telah mengundang Bupati Kuningan Acep Purnama, Wakil Bupati Kuningan M Ridho Suganda, dan Ketua DPRD Kuningan Nuzul Rachdy, yang ketiganya adalah kader PDI Perjuangan pada Jumat (24/7/2020) , lalu di Kota Bandung.

"Kami juga bertemu dengan masyarakat Akur Cigugur Kabupaten Kuningan yang diwakili oleh Dewi Kanti pada hari Minggu (26/7/2020) di Jakarta," kata Ono dalam siaran pers nya, Senin, 27 Juli 2020.

Dikatakan Ono, DPD PDI Perjuangan Jabar, menyampaikan keprihatinan dan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Akur Cigugur Kabupaten Kuningan, komunitas adat dan budaya di Jawa Barat dan seluruh Indonesia atas kejadian penyegelan pembangunan Tugu Batu Satangtung, Curug Goong di Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur,  Kabupaten Kuningan yang dilakukan oleh Satpol PP Pemkab Kuningan.

Baca Juga: Ketua RT di Kabupaten Bandung Tega Bunuh Warganya Sendiri, Ini Masalahnya

Ono mengemukakan, masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan Cigugur Kabupaten Kuningan telah ada sejak 1885 dan merupakan Warga Negara Republik Indonesia yang memiliki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum adat, memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal dan terdapat hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup dan terdapat sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah secara turun menurun.
 
"Keberadaan atau eksistensi masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan Cigugur Kabupaten Kuningan telah diakui oleh pemerintah, berupa Surat Keputusan Direktur Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jendral Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3632/C.1/DSP/1976 tentang Penetapan Paseban Tri Panca Tunggal Sebagai Cagar Budaya Nasional dan berbagai macam penghargaan di bidang sosial dan budaya," terang Ono.

Meski begitu, sebagai masyarakat hukum adat, tutur Ketua DPD PDI Perjuangan Jabar, masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan Cigugur Kabupaten Kuningan belum mendapat pengakuan dan perlindungan dari pemerintah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Dasar NRI 1945, Pasal 18B, asal 28I dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 52 tahun 2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

Baca Juga: Diklaim Mempermalukan, Terungkap Dua Momen yang Membuat Meghan Markle Sakit Hati oleh Kate Middleton

Ono menuturkan, terkait bangunan Batu Satangtung, sesuai surat permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan Cigugur Kabupaten Kuningan, situs tersebut sebenarnya adalah pusara/makam.

Pembangunan Batu Satangtung itu mendapat penolakan dari masyarakat karena dianggap akan digunakan sebagai tempat pemujaan (musyrik). Aksi penolakan tersebut dilakukan baik melalui surat, audiensi ke DPRD sampai akhirnya terjadinya aksi unjuk rasa dengan sasaran Situs Batu Satangtung.

"Untuk menghindari konflik horizontal, maka Bupati Kuningan Acep Purnama menginstruksikan Satpol PP melakukan penyegelan sehingga tidak ada aksi perusakan yang dilakukan masa aksi unjuk rasa tersebut," tutur Ono.

Baca Juga: Lakukan Penerbangan Perdana, Ini Misi Pesawat Amfibi Buatan China

Kemudian, ungkap Ono, melalui Surat DPP PDI Perjuangan Nomor 1374/IN/DPP/IV/2020 perihal Instruksi Untuk Melakukan Penetapan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan kepada Bupati Kuningan telah secara tegas meinginstruksikan kepada Bupati Kuningan Acep Purnama untuk melakukan Penetapan Masyarakat Adat (PMA) kepada Komunitas Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan Cigugur Kabupaten Kuningan dan hak-hak komunal atas tanah yang sudah ditempati sejak berdiri 1885 tersebut.

Atas dasar surat itu, DPD PDI Perjuangan Jawa Barat menginstruksikan kepada Bupati Kuningan Acep Purnama, Wakil Bupati Kuningan M Ridho Suganda, dan Ketua DPRD Kuningan Nuzul Rachdy menyepakati beberapa upaya untuk menyelesaikan masalah ini.

Pertama, segera melaksanakan instruksi DPP PDI Perjuangan sebagaimana Surat DPP PDI Perjuangan nomor 1374/IN/DPP/IV/2020, perihal Instruksi Untuk Melakukan Penetapan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kuningan.

Baca Juga: Gedung Sate Berusia 100 Tahun, Berdiri Kokoh Sejajar dengan Gunung Tangkubanparahu

Kedua, Bupati Kuningan segera membentuk Panitia Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Kuningan untuk melakukan proses pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan dan penetapan aset-aset hak komunalnya sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Peraturan Menteri Agraria dan tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Yang Berada Dalam Kawasan Tertentu.
 
Ketiga, melakukan upaya mediasi antara masyarakat yang menolak pembangunan Situs Batu Satangtung dengan Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan, dengan menitikberatkan pada pelaksanaan nilai-nilai Pancasila, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya” (Pasal 18B UUD NRI 1945) dan “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban” (Pasal 28I UUD NRI 1945).

Keempat, melakukan kajian dan evaluasi terhadap sikap Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kuningan yang telah mengeluarkan Surat Teguran tiga kali kepada pihak Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan (AKUR) Cigugur Kabupaten Kuningan dan melakukan penyegelan terhadap pembagunan Situs Batu Satangtung.

Halaman:

Editor: Dadang Setiawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x