Sementara kelembaban udara permukaan sepanjang Agustus, juga lebih lembab dari biasanya. Berkisar lima persen di atas kelembaban normal.
"Kondisi udara lembab dengan suhu tinggi menyebabkan udara terasa lebih gerah," kata Supari.
Supari menyampaikan soal teori kedua, yakni adanya radiasi yang dilepaskan bumi terperangkap oleh awan di atmosfer paling bawah.
Kondisi itu terjadi akibat kemarau tahun ini di beberapa wilayah disertai dengan pertumbuhan awan yang relatif lebih banyak dibanding biasanya.
Baca Juga: Disaksikan Mahasiswa, Tetap Mengajar Meski Terinfeksi Covid-19 Dosen Politik Meninggal Saat Zoom
Menurutnya, hal itu juga ditandai dengan kondisi hujan di atas normal di sejumlah tempat.
"Ada teori yang mengatakan bahwa ketika banyak terbentuk awan, maka radiasi yang dilepaskan bumi menjadi terperangkap di atmosfer bawah. Sehingga menambah rasa gerah," lanjut dia dikutip dari wartaekonomi.co.id, Senin, 7 September 2020.
Dengan dua teori tersebut, lanjut Supari, ada kemungkinan fenomena panas yang berlebih disebabkan gabungan di antara keduanya.***