Gedung Setan di Yogyakarta, Kilas Sejarah Pergerakan Freemason di Yogyakarta

- 19 Februari 2024, 15:33 WIB
Gedung setan di yogyakarta, kilas sejarah pergerakan Freemason./ Tangkapan layar gedung DPRD DIY dprd-diy.go.id //
Gedung setan di yogyakarta, kilas sejarah pergerakan Freemason./ Tangkapan layar gedung DPRD DIY dprd-diy.go.id // /


GALAMEDIANEWS – Yogyakarta merupakan salah satu destinasi wisata yang lengkap, mulai dari kawasan perkotaan, pantai dan gunung hingga kuliner khasnya yang melegenda. Kawasan Malioboro tentunya tidak asing bagi banyak orang, namun di kawasan tersebut ternyata menyimpan sejarah gelap, adanya pergerakan Freemason yang belum banyak diketahui. Salah satu gedung di kawasan Malioboro, ternyata sempat dijuluki sebagai gedung setan.

Bagi para pelancong mungkin sudah beberapa kali, melihat gedung DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta. Gedung bersejarah ini dulu sempat dijuluki sebagai gedung setan, oleh masyarakat sekitarnya. Dijuluki gedung setan karena adanya aktivitas kelompok, Freemason yang bersifat sangat misterius, dan tidak umum.

Freemason adalah organisasi persaudaraan yang awal kemunculannya, masih menjadi perdebatan namun diperkirakan, mulai muncul sekitar abad ke-16 hingga abad ke-17. Gerakan Mason diketahui sudah mulai masuk ke Hindia Belanda, di era tahun 1760. Gedung DPRD Yogyakarta pada masa kolonial Belanda, digunakan untuk pusat gerakan Freemason di Yogyakarta.

Diperkirakan gedung ini dibangun di akhir abad ke-19, sesuai dengan corak bangunan-bangunan di masa itu. Menariknya keluarga-keluarga ningrat di Yogyakarta, ikut dalam gerakan Freemason, berdasarkan catatan skrip Paku Alam pada 1931. Bangsawan yang menjadi anggota Mason pada tahun 1871, adalah pangeran Aryo Suryodilogo yang kelak menjadi Paku Alam V.

Bahkan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII juga sempat hadir, di salah satu cara mereka di gedung ini, nama resmi gedung ini pada masa itu adalah Loji Mataram. Loji merupakan istilah bagi rumah pertemuan kaum Freemason, gedung Loji Mataram bahkan pada masa itu disebut oleh masyarakat sekitar, sebagai gedung setan. Karena dalam setiap pertemuan tarekat Mason bebas tersebut, para anggotanya disebut sering melakukan aktivitas ritual, memanggil arwah-arwah atau roh.

Aktivitas tersebut memperlihatkan gedung Loji yang terlihat angker dan seram, namun beberapa sumber menyebutkan bahwa ini hanyalah salah pengucapan, dari warga sekitar saja. Selain Loji Mataram gedung ini juga mempunyai nama lain yaitu, omah pewangsitan masyarakat kemudian melafalkan dengan keliru kata pewangsitan menjadi setan saja. Menariknya pada masa kejayaannya tarekat kaum Mason bebas, di bawah Timur Agung Nederland di Hindia Belanda, mempunyai sekitar 1.500 anggota, terbagi dalam 25 bentara.

Baca Juga: Freemason Ada di Bandung? Ini Sederet Fakta dan Bukti Sekte Asal Belanda Bagian dari Sejarah

Namun gedung bekas Loji Mataram ini, akhirnya tidak lagi digunakan oleh gerakan Freemason, saat Jepang mulai menduduki Pulau Jawa, dan melarang seluruh kegiatan Freemasonry. Pasca kemerdekaan tepatnya antara tahun 1948 sampai tahun 1950, Presiden Soekarno memindahkan ibu kota dari Jakarta, menuju Jogja untuk alasan keamanan. Hal tersebut membuat gedung Mason itu berubah fungsi, untuk kegiatan sosial politik salah satunya, untuk kegiatan badan pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat atau BP KNIP.

Peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di gedung ini, yaitu pencetusan politik luar negeri Indonesia “Bebas Aktif”, oleh kabinet atau oleh wakil presiden Drs. Muhammad Hatta, pada tanggal 2 September 1948, di depan sidang BP KNIP. Di sidang BP KNIP Bung Hatta mengucapkan pidato bertajuk, “Mendayung Antara Dua Karang”. Hal itu diucapkan ketika Republik Indonesia, masih berada dalam blokade Belanda.

Baca Juga: 3 Café di Bandung Sarat Sejarah, Salah Satunya Bekas Loji Freemason

Halaman:

Editor: Dicky Aditya

Sumber: TikTok @homestayjogja.co.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x