Ini Sosok Tokoh Papua yang Dianugerahi Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo

- 10 November 2020, 09:45 WIB
Machmud Singgirei Rumagesan tokoh pergerakan Papu Barat
Machmud Singgirei Rumagesan tokoh pergerakan Papu Barat /MerahPutih/

GALAMEDIA - Pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada tokoh asal Papua Barat sekaligus pendiri Tjendrawasih Revolutionary Movement of West Irian (GTRIB) Machmud Singgirei Rumagesan karena dianggap berjasa dalam tonggak sejarah bangsa.

Dikutip dari Kementerian Sosial, Machmud Singgirei Rumagesan bersama lima tokoh lainnya, yakni Sultan Baabullah, Jenderal Polisi Purnawirawan Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, Arnold Mononutu, Mr Sutan Mohammad Amin Nasution dan Raden Mattaher bin Pangeran Kusen bin Adi akan disematkan gelar pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Selasa.

Pada kegiatan tersebut Presiden Joko Widodo dijadwalkan bertindak sebagai inspektur upacara penganugerahan gelar pahlawan nasional pukul 10.00 WIB setelah rangkaian kegiatan ziarah nasional di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata dan tabur bunga di Perairan Teluk Jakarta dilaksanakan.

Baca Juga: Presiden Jokowi dan Wakilnya Ma'ruf Amin Pimpin Ziarah Nasional di TMP Kalibata Jakarta

Bila tidak ada perubahan, Machmud Singgirei Rumagesan akan menjadi tokoh asal Papua Barat pertama yang menyandang gelar pahlawan nasional.

Perjuangan tokoh asal Papua Barat tersebut dalam mengusir penjajah berawal dari ketidaksenangannya terhadap pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang pada buruh di tanah kelahirannya.

Hal itu terjadi lantaran perusahaan Belanda Maatschapijj Colijn mempekerjakan buruh dengan sewenang-wenang di Papua Barat.

Hal itu lantas membuat Machmud Singgirei Rumagesan yang juga raja di kawasan Sekar atau sekarang dikenal Kabupaten Fakfak geram terhadap Belanda. Ia kemudian mengajukan syarat terhadap pemerintahan kolonial Belanda.

Baca Juga: Lirik Lagu MAGO - GFRIEND yang Tengah Trending di Youtube

Sejak peristiwa itu, muncul konflik antara Rumagesan dengan pemerintahan Belanda. Pada 1934, sekitar 73 pengikut raja ditangkap. Akibatnya, ia diasingkan ke Saparua dan dijatuhi hukuman selama 15 tahun penjara, sedangkan para pengikutnya dipenjara selama 10 tahun.

Tidak berputus asa, tokoh berdarah Papua tersebut terus menyebarluaskan semangat nasionalismenya kepada para tahanan di berbagai penjara tempat ia ditahan. Perlu dicatat, Rumagesan tidak hanya sekali dijebloskan ke "hotel prodeo", namun sering karena sikap kepahlawanan dan cinta Tanah Airnya dalam menentang Belanda.

Semasa hidupnya, ia pernah merasakan dinginnya malam di balik jeruji besi di Saparua, Sorong-Doom, Manokwari, Hollandia atau yang sekarang Jayapura serta Makasar.

Di balik jeruji besi, sang raja terus gencar menyebarkan semangat nasionalisme. Kian hari pengikutnya terus bertambah. Bahkan, salah seorang sipir penjaga penjara juga terpengaruh oleh pola pikirnya yang merupakan pribumi asli Papua.

Baca Juga: Habib Rizieq Pulang, Habib Novel Alaydrus asal Surakarta Rela Berjalan Berkilo-kilometer

Pada 1953, ia mendirikan sebuah organisasi pembebasan Irian Barat di Makasar yang disebut GTRIB. Pada sidang Dewan Nasional 1957, Rumagesan juga menyerukan Irian Barat harus kembali ke Indonesia.

Organisasi yang dipimpinnya tersebut kala itu meminta pemerintah Indonesia untuk membentuk pemerintah lokal di Papua yang dipimpin orang asli Papua, sebagai bagian dari Indonesia untuk menentang Belanda yang masih menjajah Tanah Papua pasca-kemerdekaan Indonesia 1945.

Pada 1 Maret 1946, ia kembali menentang Belanda yang kembali ke Tanah Air setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Pada saat itu, tokoh asal Papua tersebut menurunkan bendera Belanda yang dikibarkan di bumi pertiwi sebagai bentuk penolakan.

Bahkan, ia telah berencana memulai kembali pergerakan dengan menentang Belanda. Pada saat itu, ia juga telah mengumpulkan puluhan pucuk senjata api untuk mengusir Belanda. Namun, sayangnya rencana raja dari Tanah Mutiara Hitam itu diketahui musuh sehingga ia kembali mendekam di penjara.

Baca Juga: Ini Sosok Sultan Baabullah yang Dianugerahi Pahlawan Nasional oleh Presiden Jokowi

Keinginannya untuk kembali dan melihat Tanah Papua Barat bebas dari jeratan penjajahan Belanda tercapai ketika ia kembali ke kampung halamannya pada 15 Mei 1964. Sayangnya, dua bulan kemudian dia mengembuskan napas terakhir, tepatnya pada 5 Juli 1964.

Editor: Kiki Kurnia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x