Resolusi Pariwisata 2022

5 Januari 2022, 21:43 WIB
Foto penulis./dok.pribadi /

GALAMEDIA - Masa transisi perpindahan tahun senantiasa memunculkan harapan. Tidak bisa dipungkiri, Tahun 2022, tampak jelas perjalanan pemulihan pariwisata masih akan panjang dan berliku.

Pandemi adalah unpredictable dan uncontrollable situation. Tidak tahu kapan berakhir dan sulit dikendalikan. Semakin meningkat dan masif.

Hambatan dan rasa takut menghadapi krisis kesehatan menjadi tembok penghalang bergeliatnya pariwisata. Keberhasilan pengendalian pandemi Covid-19 sangat memengaruhi geliat industri pariwisata di dalam negeri.

Relaksasi pembatasan mobilitas masyarakat saat ini merupakan kebijakan yang sifatnya temporer menghadapi tingkat ketegangan ancaman Covid sebagai faktor destruktif penghalang usaha wisata.

Resolusi pariwisata mencoba menciptakan sesuatu yang eskpektasinya lebih baik di masa akan datang. Ekspektasi re-evaluasi pariwisata lebih fokus untuk memperbaiki sisi permintaan (demand side) sehingga banyak melibatkan public policy.

Baca Juga: Mati Ingatkan Diri pada Penghancur Hawa nafsu

Berkembangnya kepariwisataan salah satunya ditandai dengan meningkatnya kunjungan wisatawan (rekreasi, ekskursi, daytripper, tourist). Resolusi pariwisata terkait dengan harapan dan tuntutan kepada pengusaha, wisatawan, masyarakat dan pemerintah, supaya kepariwisataan di destinasi tujuan wisata (DTW) nya berkembang berkelanjutan.

Hal ini perlu kiranya untuk disadari bersama, karena produk kepariwisataan itu adalah "citra"/ imej, dan citra itu adalah produk kolektif dari semua unsur stakeholder di atas.

Semua unsur kepariwisataan harus siap dan mampu melakukan adaptasi, tidak boleh berhenti, jika stagnan maka pariwisata macet dan saling mengunci.

Pemerintah, pengusaha, wisatawan dan masyarakat saling mengunci. Berhentinya ekonomi akan menciptakan berhentinya sumber kehidupan. Harus ada kemampuan recovery business.

Inovasi marketing and entrepreneurship menjadi keharusan untuk meningkatkan spirit dan aksi di lokus recovery penggiat wisata. Resolusi pariwisata bermuara pada membangun kesiapan beradaptasi mengingat ancaman business failure dan health recovery tidak terpisahkan.

Kondisi ini harus dihadapi semua unsur stakeholder pariwisata secara totalitas dengan meningkatkan kemampuan warning system (kewaspadaan).

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 6 Januari 2022: Irvan Skakmat! Jessica Cerita Semuanya ke Andin

Faktor kesehatan menuai pandangan yang sama atau berbeda selama pandemi, namun harus tetap bertahan. Jangan memupuk kekhawatiran berlebihan, malah akan mengurangi daya imunitas. Dengan adanya spirit akan memunculkan peluang bisnis.

Perlu disadari bahwa saat ini masyarakat sedang “sakit" kesejahteraannya. Secara internal individu dan komunitas pariwisata masih berkutat pada banyaknya masalah seperti ketidaktersediaan dana, terhentinya kredit usaha, keterbatasan fasilitas dan lain-lain.

Diperlukan sektor lokomotif, penarik, pengungkit, pendorong, agar perekonomian pulih bertahap dengan cepat.

Kepariwisataan, salah satu pilihan yang "murah", mudah untuk dilaksanakan, tidak perlu investasi besar, bahan baku, alat produksi canggih, teknologi tinggi yang mahal: cukup dengan "beberes" saja.

Kalau berhenti maka akan mati pelaku bisnisnya, semua lini berhenti, mata rantai kepariwisataan berhenti, tidak ada pariwisata di destinasi tersebut.

Bagi pengusaha wisata harus mampu menyajikan produk yang "affordable luxury" (bagus mewah, tapi harga terjangkau/ bukan murah apalagi murahan).

Kita tidak bisa melawan secara frontal tetapi harus responsif dengan memainkan elastisitas bisnis wisatanya. Maka akan muncul peluang-peluang, yang pada akhirnya pandemi tetap ada tapi pengusaha bisa beradaptasi.

Bagi wisatawan harus bijak dalam bertindak di saat riskan dan di saat normal. Saat situasi sebuah DTW membahayakan jangan datang, mau menahan diri, bisa reorientasi ke tempat yang lain.

Wisatawan dituntut waspada menghindari. Semangatnya harus takut menularkan bukan takut ketularan. Yang disiplin, jangan "menakutkan" atau "menyebalkan" tuan rumah.

Baca Juga: Blunder Lagi, 'Nyanyian' Giring Soal Lokasi Formula E Malah Berbalik Serangan Netizen

Bagi masyarakat diharapkan meningkatkan toleransi dan solidaritas. Yang mampu menolong yang lemah. Yang tidak mampu juga harus mampu menolong dirinya dan menolong yang mampu dengan mengeliminir ancaman dari lingkungannya.

Masyarakat dituntut mampu menerapkan sadar wisata seperti menerapkan sapta pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah dan kenangan), jangan jadikan wisatawan jadi "mangsa" bisnisnya.

Bagi pemerintah diharapkan fokus pada pergeseran kebijakan ekonomi dan investasi dengan memberikan stimulus bagi penggiat wisata.

Kalau mereka berhenti semua maka pariwisata tidak akan bergerak karena tidak ada orang yang datang, tetapi tidak menghilangkan hasrat untuk berwisata.

Pemerintah dituntut lebih berwibawa, mengerjakan tugasnya dengan semestinya (misal: mengurus infrastruktur jalan dengan baik: kualitas jalan, kelengkapan: penerangan, rambu-rambu jalan, trafficlight berfungsi dengan baik, mengurus anak jalanan/ gepeng/ orang gila yang berkeliaran, sampah, kaki lima, parkir liar/ preman, dan lain-lain).

Dan kiranya jangan mengambil keputusan tidak populer, misal menaikan retribusi, pajak, dan lain-lain, kebijakan yang menghambat bertumbuhnya usaha, khususnya wisata pariwisata.

Tidak ada ikhtiar yang sia-sia, tak ada doa yang tak terjawab. Semangat Pariwisata 2022.

Pengirim
Yudhi Koesworodjati
- Dosen Tetap Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan
- Pemerhati pariwisata

DISCLAIMER: Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler