Refleksi HLH 2022 'Bumi Tidak Dalam Keadaan Baik-Baik Saja'

5 Juni 2022, 14:33 WIB
Ilustrasi planet bumi. /Pixabay/PIRO4D/

GALAMEDIA - Tanggal 5 Juni merupakan hari yang sangat baik dan sebagai momentum yang tepat bagi seluruh penduduk bumi untuk melakukan introspeksi diri terhadap segenap perlakuan yang telah dilakukan terhadap Planet Bumi ini.

Introspeksi yang menyeluruh terutama yang berhubungan dengan dampak yang dirasakan oleh Planet Bumi di mana manusia itu tinggal.

Sebagaimana kita ketahui bahwa tanggal 5 Juni setiap tahunnya diperingati sebagai Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (HLH).

Dengan momentum HLH 2022 maka selayaknya kita sebagai penduduk Bumi untuk bermuhasabah diri atau introspeksi terhadap segala tindakan dan perlakuan yang kita lakukan melalui berbagai mobilitas kita sebagai manusia.

Dari apa yang kita lakukan tersebut kita pun harus mengintrospeksi dengan mempertimbangkan kembali dampak-dampak apa saja yang telah terjadi dari setiap tindakan yang pernah kita lakukan tersebut.

Baca Juga: Spesifikasi Realme Narzo 30A, Baterai Jumbo Harga di Bawah 2 Jutaan

Sebagaimana kita ketahui bahwa kondisi Bumi yang kita tinggali pada saat ini nyatanya tidak dalam keadaan baik-baik saja. Kalau boleh penulis mengatakan kondisi Bumi pada saat ini dalam keadaan sakit parah dengan kondisi stadium 4 di mana setiap alat bantu untuk menyelamatkan hidup sudah terpasang dimulai dari selang infus, alat bantu nafas dan jantung serta macam-macam alat medis yang dihubungkan pada tubuh agar bumi tetap dalam keadaan baik-baik saja.

Kondisi sakit parah Bumi tersebut sejatinya sudah kita sangat fahami dan memakluminya. Semuanya diakibatkan oleh banyaknya tindakan dan perbuatan manusia yang tidak mengindahkan keselarasan dan kebutuhan keberlangsungan bumi itu sendiri.

Banyak masalah yang berhubungan dengan kerusakan bumi dan kita saksikan setiap waktu, peningkatan suhu bumi akibat Global warming, siklus iklim yang kian tidak menentu dan berimplikasi terhadap pola tanam dan keberhasilan panen yang terkadang tidak sesuai harapan, krisis air, populasi manusia yang semakin banyak, penurunan kesuburan tanah, sampai masalah lingkungan lainnya yang berujung bencana baik longsor, banjir, gempa bumi dan bencana hidrometeorologi lainnya.

Hal ini tentunya sebagai akibat dari gaya hidup manusia yang tidak bisa membatasi penggunaan bahan bakar fosil, timbunan sampah yang sulit terbendung dengan gas methannya, penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dengan target masa panen yang ingin serba cepat, eksploitasi air permukaan tanah yang berlebihan, penyalahgunaan pemanfaatan tata ruang wilayah, penebangan hutan ilegal dan ekploitasi alam yang disesuaikan sahwat kerakusan tanpa batas.

Baca Juga: Buku Implementasi Hukum Pertambangan Indonesia Ekspresi Kegelisahan Seorang ASN Pemprov Jabar

Salah satu garda paling depan dalam membangun kesadaran tentang kepedulian terhadap lingkungan adalah ruang-ruang pendidikan (sekolah).

Sekolah sebagai ruang produksi yang dapat melahirkan generasi hijau, generasi pelajar pemilik masa. Generasi masa depan yang harus dibangun kesadaran tentang tanggung jawab keberlanjutan pembangunan dengan polesan kecerdasan ekologis.

Salah satu program yang digulirkan pemerintah melalui kolaborasi kinerja yang berorientasi terhadap pembangunan karakter cinta dan peduli lingkungan bagi warga sekolah adalah program sekolah Adiwiyata.

Melalui program Sekolah Adiwiyata, semua warga sekolah dibangun untuk memiliki komitmen bersama dalam hal kepedulian terhadap lingkungan melalui aktivitas nyata.

Pembentukan empati terhadap lingkungan dibentuk melalui pendidikan karakter kepedulian dan kecintaan terhadap lingkungan yang dilaksanakan melalui penetrasi budaya prilaku yang baik secara konsisten.

Berbagai program pendidikan karakter itu dihadirkan mulai dari pengelolaan sampah dengan program 3R nya, budaya hemat energi, gerakan bersepeda dan berjalan kaki, konservasi air bahkan kepada upaya pengenalan teknologi sederhana dalam upaya pendidikan budi daya berbasis enterpreneur dan upaya pembangunan kesadaran positif lainnya.

Baca Juga: Kapan Arya Saloka Kembali ke Ikatan Cinta? Simak Bocoran Terbaru Sinetron Amanda Manopo di Sini

Sejatinya program Sekolah Adiwiyata harus menjadi pemantik dalam melahirkan generasi hijau yang militan terhadap keberlanjutan dan keberlangsungan kehidupan yang akan menjadi katalisator bagi lahirnya kesadaran kolektif di lingkungan keluarga dan masyarakat.

Program Sekolah Adiwiyata harus menjadi motor gerakan Pendidikan karakter cinta lingkungan yang terus berputar dan tidak berhenti diatas piagam dan tropi yang diperoleh sekolah.

Dan sekali lagi program baik ini akan terus menjadi ruh yang melahirkan pelajar sebagai generasi hijau apabila dilaksanakan tanpa lelah sebagai bagian dari pendidikan karakter sesungguhnya.

Sangat dimaklumi bahwa bumi yang kita tinggali merupakan satu-satunya planet yang representatif bagi kehidupan manusia.

Sama seperti tema besar Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini 'Only One Earth' (Sustainably in Harmony With Nature ).

Tema ini sama dengan tema HLH 50 tahun yang lalu, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memutuskan untuk menggunakan tema Indonesia yaitu 'Satu Bumi Untuk Masa Depan'.

Alam semesta adalah pinjaman dari anak cucu kita, bukan warisan dari nenek moyang kita. Alam yang baik adalah harapan masa depan bagi generasi yang akan datang, generasi pemilik bumi yang kita tinggali.***

Rahmat Suprihat, Pegiat Sekolah Adiwiyata Kota Bandung./dok.IST

Pengirim:
Rahmat Suprihat
Pegiat Sekolah Adiwiyata Kota Bandung

DISCLAIMER: Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler