Beda Pendapat

23 Juli 2020, 13:56 WIB
Foto penulis /

TAHUN 1990-an putri kami berusia 6 tahun. Sering sakit panas kalau makan pedas atau es karena radang amandel. Ikhtiar agar sehat diperiksakan ke dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT).

Advice beliau amandel harus segera dibuang, dioperasi. Alasannya, tidak baik buat pertumbuhannya kalau terlalu sering sakit-sakitan. Walau tidak masuk kategori operasi berat ngeri juga mendengar kata kata operasi.

Untuk menguatkan pendapat Ahli THT, kami datangi dokter spesialis anak, sebagai upaya second opinion barangkali ada alternatif selain harus dioperasi. Apa jawaban Dokter Anak? Jangan operasi!

Amandel atau tonsil merupakan dua kelenjar kecil yang ada di tenggorokan. Organ ini berfungsi untuk mencegah infeksi, khususnya pada anak-anak.

Seiring bertambahnya usia, sistem kekebalan tubuh semakin kuat sehingga fungsi amandel mulai tergantikan. Ketika fungsinya tergantikan, amandel secara perlahan akan menyusut. Demikian dokter spesialis anak menjelaskan.

Dua dokter yang membuat kami bingung ini, alhamdulillah, masih ada. Yang satu sudah tidak buka praktik karena kurang sehat, yang satunya masih aktif. Dua-duanya dokter spesialis, muslim, profesor dan kedua dokter ini langganan kami karena cocok.

Tapi satu dengan yang lainnya tidak sama pendapatnya dalam urusan yang sama. Saya mengira, orang yang basic ilmunya eksak mesti sama pendapatnya.

Namun demikian mereka berdua tetap baik, saling menghormati dan memuliakan, tak ada satupun di antara mereka, karena beda pendapat, saling merendahkan.

Mereka tidak mengeluarkan dalil ayat Alquran dan hadits menjalankan misi kemanusiaannya yang beradab, cukup dengan senyumannya yang manis, masing-masing mereka saling titip salam kalau kami mengunjungi tempat prakteknya.

Anak perlu penanganan segera, sementara pendapat dua dokter ini berbeda. Masalah ini kami lempar ke publik lewat surat pembaca HU Pikiran Rakyat. Jawaban pro kontra operasi atau tidak nyaris beda tipis.

Walau sedikit bedanya kami ambil terbanyak, yaitu tidak dioperasi. Alhamdulillah anak kami sehat, kini telah berputra satu, putri dua.

Berkaca dari dua dokter yang sama-sama berlatar belakang keilmuan eksak, tapi masih bisa saling memaklumi dalam perbedaan, orang yang berbasis ilmu sosial, --baik sosial politik, ekonomi, budaya maupun sosial keagamaan-- mestinya lebih memaklumi bahwa beda itu sunatullah, suatu keniscayaan.

Tak mungkin satu dengan yang lainnya saling memaksakan diseragamkan dalam segala hal. Islam agama yang luhur dan tak ada yang melebihi keluhurannya karena ditebarkan dengan senyum sang Rasul SAW pembawa kedamaian.

Ketika berhadapan dengan orang yang berbeda agama, Allah mengajarkan kita, "Bagimu agamamu dan bagiku agamaku." (QS. Al-Kafirun: 6)

Ketika bicara perbedaan pendapat dengan sesama muslim, Rasul SAW bersabda --(walau hadits ini dalam perbincangan kesahihannya--:"Perbedaan faham atas ummatku adalah rahmat."

Tentang bagaimana seharusnya bersikap dengan sesama muslim Nabi SAW memberi nasehat:

"Janganlah kamu sekalian saling mendengki, menipu, memarahi dan saling membenci. Muslim yang satu adalah bersaudara dengan Muslim yang lain. Oleh karena itu, ia tidak boleh menganiaya, mencampakan dan menghinanya. Takwa itu ada di sini (Rasul menunjuk dadanya tiga kali). Seseorang itu cukup dianggap jahat bila ia menghina saudaranya sesama Muslim. Setiap Muslim yang satu terhadap Muslim yang lainnya haram (menumpahkan) darahnya, mengganggu harta dan kehormatannya." (HR. Muslim).

Kini, ada sekelompok kecil muslimin yang mengklim paling Islam dan menafikan yang lain. Mereka yang pemahaman agama atau politiknya beda dengan kelompoknya dianggap kafir, anti agama dan dicap menistakan ulamanya.

Dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, Ulumul Qur'an, No. 2 th 1992, halaman 76-96, mengupas tentang "Sistem Nilai Nilai Islam? Dari Balik Catatan Harian Ahmad Wahib Wahab."

Dipenggalan uraian yang agak panjang itu ada beberapa alinea yang memaparkan bahwa Ahmad Wahib Wahab dan Johan Effendi, keluar dari sebuah organisasi Mahasiswa Islam tertentu -- (menjaga nama baiknya kami tidak menyebut dengan jelas sebagaimana dalam Jurnal tsb )--, karena tidak suka dengan kelakuan sebagian teman aktivisnya yang benci PKI, tapi cara-cara PKI, yang bertentangan dengan ajaran Islam, mereka lakukan.

Apa kelakuan PKI? PKI suka mencaci maki, bringas, sangar, kejam dan membunuh; di kalangan intelektualnya biasa melancarkan fitnah, adu domba, memutar balikan fakta dan menghalalkan segala cara. Wallahu A’lam.

 

Penulis:

H. Muhtar Gandaatmaja
Ketua DKM Masjid Raya Bandung Jabar
Ketua Yayasan al-Hijaz Aswaja Bandung

Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim

Editor: Lucky M. Lukman

Terkini

Terpopuler