Bunda Marah-marah vs Bunda Amanah

- 2 November 2021, 12:47 WIB
Foto Ilustrasi./dok. pengirim
Foto Ilustrasi./dok. pengirim /

GALAMEDIA - Para bunda pembelajar tangguh, tanggung jawab seorang ibu tidaklah mudah. Anak adalah titipan Allah yang harus kita asuh, asih dan asah dengan memenuhi kebutuhannya.

Baik kebutuhan raga maupun jiwanya. Karena seorang ibu juga manusia, tidak jarang amarah terselip saat seorang ibu mengasuh anaknya.

Apakah marah tidak boleh dilakukan? Justru harus dikeluarkan lho, supaya bunda tetap sehat lahir dan batinnya. Nah, sebelum dijelaskan bagaimana marah yang cerdas bagi seorang ibu, mari kita kenali terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kesehatan mental menurut WHO.

"A state of well-being in which the individual realizes his or her own abilities, can cope with the normal stresses of life, can work productively and fruitfully, and is able to make a contribution to his or her community" (WHO, 2001).

WHO menjelaskan, orang yang sehat secara mental mampu menyadari kesanggupannya menangani stres dalam kehidupan sehari-hari, bekerja produktif, serta dapat berkontribusi dengan sekitarnya. Jika kita tidak dapat melakukan hal tersebut, ada kemungkinan kesehatan mental kita mengalami gangguan.

Baca Juga: Vaksinasi Door to Door Percepat Herd Immunity, Kadinkes Optimis Target Tercapai di Bulan Ini

Nah, sebagai ibu kita sadar nih potensi kita untuk mengasuh buah hati. Kita juga mampu berkontribusi untuk anak dan suami dalam mengasuh dan mengasihinya bagi ibu rumah tangga.

Sedangkan jika seorang ibu yang bekerja, berarti dia berkontribusi untuk perusahaan dan tempat bekerjanya. Namun, mengenai kemampuan untuk menangani stres, apakah kita dapat mengatasi berbagai stres yang datang sebagai seorang ibu?

Jenis stres ada dua yaitu Eustress dan Distress. Eustress adalah stres positif yang membuat kita bersemangat untuk menyelesaikannya, kita menikmati tantangannya, dan termotivasi untuk melakukan hal-hal yang positif dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.

Sedangkan Distress adalah stres yang negatif yang membuat kita kesulitan dalam menghadapinya, suatu keadaan yang merasa kita terbebani, tidak nyaman, bahkan tidak adanya motivasi.

Sehingga hal ini bisa mempengaruhi kesehatan mental kita. Contohnya ketika kita seorang ibu, disaat kita mengasuh anak, kita menjadi bersemangat melihat perkembangannya, menikmati tantangan dalam mengasuhnya, mendidiknya.

Dan dengan adanya anak, kita jadi termotivasi untuk bisa menjadi panutan agar si anak tersebut menjadi seseorang yang lebih baik dari kita. Dan kita pun juga bersemangat mencari ilmu agar memudahkan kita melakukan tanggung jawab sebagai seorang ibu.

Ketika kita senang melakukan itu semua, maka kita menjadikan stres itu sebagai Eustress. Namun, ketika yang terjadi adalah seorang ibu menjadi tidak bersemangat, merasa terbebani, mudah marah ketika mengasuh anak, mudah melakukan kekerasan fisik bahkan mental kepada anak, maka dapat dikatakan sang ibu mengalami Distress.

Baca Juga: Dewan HAM PBB Ungkap Real-life Squid Game China, Organ Manusia Diambil Paksa Dunia Tak Berdaya Menghentikannya

Ketika kita mendengar suara anak, apakah kita merasa jengkel atau semangat? Berdasarkan hasil survei KPAI pada tahun 2020 di 34 provinsi dengan jumlah sampel 25.164 responden anak.

Anak mengalami kekerasan fisik berupa: ditampar sebanyak 3%, dikurung 4%, ditendang 4%, didorong 6%, dijewer 9%, dipukul 10%, dan dicubit 23%.

Selain kekerasan fisik, kekerasan psikis yang dialami anak, yakni: dimarahi 56%, anak dibandingkan dengan anak lain 34%, anak dibentak 23%, anak dipelototi 13%, dihina 5%, diancam 4%, dipermalukan 4%, dirisak atau di-bully 3%, dan diusir 2%.

Amarah itu seperti fenomena gunung es, terlihat sedikit muncul dari permukaan laut. Namun jika kita menyelam ke dalamnya terdapat bongkahan besar emosi negatif yang terkumpul.

Apa saja emosi negatifnya? Bisa jadi berasal dari tumpukan rasa kecewa, sedih berkepanjangan, rasa ketidakberdayaan, rasa tidak dihargai, tidak diperlakukan adil, diabaikan, tersinggung karena harga diri terluka, dan masih banyak lagi.

Kepribadian seseorang menghadapi rasa marah ada dua, ada Anger In dan Anger Out. Anger In adalah marah yang dipendam, efek dari Anger In adalah stress berkepanangan, kemudian depresi yang merugikan fisik atau psikosomatis seperti maag, vertigo, migraine, asma, alergi, bahkan kanker.

Riset menunjukan bahwa 80% sumber penyakit fisik adalah berasal dari psikis. Sedangkan Anger Out adalah marah yang dilampiaskan kepada orang lain. contohnya seorang ibu yang memukul, mencubit, menghina, membentak, bahkan mengusir anaknya.

Baca Juga: Derita Kanker Prostat SBY Bakal Berobat ke Luar Negeri, Warganet Kirim Doa

Anger Out juga bisa dicontohkan perusakan benda-benda disekitarnya, seperti melemar benda, menendang, mencoret, dan sebagainya.

Menurut Dandi Birdy dan Diah Mahmudah dalam bukunya Anger Management, mereka berpendapat bahwa ada tujuh dampak fatalnya kemarahan.

Pertama adalah sabotase diri, misalnya membenci diri sendiri, tidak mau bercermin, tidak mau mandi, menutup diri, lalu muncul persaan dan pikiran negatif yaitu pesimis, putus asa, nekat menyakiti diri sendiri, hingga bunuh diri.

Kedua adalah mental blocking, misalnya suami saya seperti itu terus, tidak akan pernah berubah, anak saya memang bodoh tidak bisa diharapkan, percuma berdoa, doa saya tidak pernah didengar Allah. Itu contoh dari mental blocking.

Ketiga adalah pupus motivasi, misalnya saat seorang istri pandai memasak untuk suaminya kemudian reaksi suaminya tidak seperti yang diharapkan, misalkan suami tidak mau makan karena lebih memilih makan di luar bersama teman-teman kantor, kemudian sang istri memendam emosi negatif tersebut, tidak menerima atas perlakuannya.

Jika tidak diatasi rasa emosi itu maka sangat mungkin sang istri menjadi tidak mau masak lagi, dan berefek adanya jarak diantara mereka.

Keempat adalah kesehatan fisik, penelitian menunjukan bahwa 80-90% bahwa penyakit fisik dikarenakan problem psikis, dan juga terungkap bahwa 6 dari 10 penyakit kanker ternyata berawal dari masalah memaafkan.

Kelima adalah sumbu pendek, misalnya seorang istri yang bertahun-tahun menyimpan rasa jengkel kepada suaminya, karena dirasa suaminya kurang membantu mengasuh anak, bertahun-tahun itu dipendam dan bertahun-tahun pula anaknya menjadi pelampiasannya.

Karena tidak mengatasi amarah tersebut, maka ia pun mengulangi lingkaran setan tersebut. Tidak berdaya dan tanpa disadari ia pun mencetak emosi marah di dalam diri buah hatinya.

Baca Juga: Congratulation Lisa Menggema di Twitter, Lagu Money di Posisi 90 Hot 100 Pekan Ini

Keenam adalah melemahkan kemampuan kognitif, dampak dari marah juga bisa ditandai oleh penurunan berkonsentrasi, terjadi pikiran yang tiba-tiba ngeblang, tidak bisa berpikir, mudah lupa.

Betapa banyak seorang bunda yang ketika banyak menyimpan ransel emosi negatif ia kelelahan fisik dan psikisnya, sehingga membuat banyak lupa dan melakukan kejadian yang fatal.

Ketujuh adalah adiksi alih-alih melepas diri dari stress karena tumpukan amarah. Misalnya melepas stres dengan makan, seperti makan yang berlebihan bahkan tidak makan sama sekali. Atau contoh lain kecanduan terhadap gadget pergaulan bebas, serta narkoba. Naudzubullahimindalik.

Menurut ulama Al-Nawawi ketika Rasulullah SAW berkata jangan marah, maksudnya adalah tidak membiarkan kemarahan menguasai seseorang dan membuatnya kehilangan tatakrama, kendalikan amarah dan jangan pernah kehilangan kendali.

Kemarahan adalah sesuatu yang perlu dilatih bukan dihapuskan, sebab jika manusia benar-benar menekan rasa amarahnya, banyak ketidakadilan di dunia ini yang tidak akan dilawan.

Jadi, yang perlu kita garis bawahi di sini adalah pentingnya belajar marah yang cerdas. Lalu apa sih yang harus kita lakukan? Apa sih yang dimaksud dengan Anger Management? Bagaimana kita dapat menjadi bunda amanah disaat amarah melanda?

Ekspresi marah tidak cerdas, mereka personality yang reaktif, meledak-ledak begitu saja, salah sasaran, tidak ada alasan dan tujuan, tidak melihat situasi dan kondisi, agresif, marah yang berlebihan sehingga menyakiti, dan kurang rasa berempati.

Sedangkan marah yang cerdas mereka personality yang responsive, terkendali oleh akal sehat dan hati nurani, marah yang beralasan dan tujuannya bermanfaat (mendidik, membeladiri & agama), ketika marah memilih waktu yang tepat, asertif, marahnya sesuai dengan kadarnya sehingga tujuannya tercapai, kemudian disertai rasa empati, welas asih dan memaafkan.

Anger Management adalah salah satu upaya untuk memutus lingkaran kemarahan disekitar kita. Bisa anak kita, pasangan kita, bos kita tetangga atau yang lainnya. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana caranya mengatasinya?

Dalam kitab Al-Wafi fi Syahil Arba’in An-Nawawiyah disebutkan bahwa mencegah atau meredam kemarahan bisa dilakukan dengan banyak cara yang telah diajarkan oleh islam, di antaranya:

Baca Juga: Jantung Bermasalah, Sergio Aguero Absen Selama 3 Bulan

1. Melatih jiwa dengan akhlak terpuji
2. Memikirkan dampak buruk marah, keutamaan meredam amarah dan keutamaan memaafkan orang yang berbuat salah
3. Membaca Ta’awwudz
4. Mengubah posisi
5. Berhenti berbicara
6. Berwudhu

Ada tips nih untuk bunda-bunda yang ingin meredamkan titik didih saat kita dilanda badai amarah, di antaranya:

1. Tulis apa yang membuat saya marah lalu sobek kertas itu menjadi potongan-potongan kecil
2. Ambil beberapa nafas lambat dan dalam
3. Berhitung secara pelan atau menyebutkan huruf-huruf
4. Gunakan kata-kata yang menggambarkan ekspresi seberapa kita marah
5. Berbicara/ngobrol dengan teman, guru, atau orang tua
6. Beristirahatlah untuk menenangkan diri, dan lakukan apa yang disukai

Bisa juga dengan melakukan self healing therapy, tahapannya sebagai berikut:

1. Niat karena Allah
2. Tahapan 4A (Aware, accept, allow, away)
3. Menyadari dan mengakui bahwa diri ini sedang terluka, tidak baik-baik saja
4. Akses satu peristiwa buruk yang pernah dialami yang paling mengganggu peran kita saat ini
5. Rasakan emosi yang muncul dan kenali, akui, rasakan dengan sangat jujur, lipat gandakan rasa itu kemudian alirkan.***

Pengirim:
Siti Nuroh, S.Ag
Mahasiswa asal Majalengka yang kini sedang menempuh studi Interdiciplinary Islamic Studies (Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Akun Ig: @Nurohahaha

DISCLAIMER: Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x