Ketahui! Penyaluran Donasi untuk Bencana, Ini Aturannya Menurut Syariat Islam, Jangan Sampai Salah Langkah

26 Januari 2021, 09:53 WIB
Para relawan dari SMK di Majalaya Kabupaten Bandung sedang mengumpulkan donasi untuk membantu korban bencana alam longsor Dusun Bojong Kondang Desa Cihanjuang Kecamatan Cimanggung Kabupaten Sumedang, Sabtu 16 Januari 2021. /Engkos Kosasih/Galajabar/

GALAMEDIA - Saat ini Indonesia terus dihantam bencana. Belum usai pandemi yang melanda tanah air dan dunia nyaris satu tahun, bencana alam terjadi di bumi ini. Banjir di Kalimantan, kecelakaan peswat terbang, gempa bumi di Sulawesi, dan longsor di Semedang, menjadi rentetan bencana yang terjadi akhir-akhir ini.

Tak ayal, banyak warga, komunitas, lembaga, yang memutuskan untuk menggalang donasi untuk membantu mereka, korban bencana. Bagaimana Islam memandang donasi untuk korban bencana. Berikut penjelasnnya seperti dikutip galamedia dari laman nu.or.id:

Ketika serang donatur memutuskan untuk melakukan donasi terhadap suatu kegiatan sosial maka besaran donasi itu pada dasarnya bisa ia sampaikan secara langsung atau lewat wakil (relawan penghimpun dana).

Baca Juga: Hikmah: Sesungguhnya Apa yang Terlihat Secara Lahir Itu Pula yang Ada dalam Batinnya

Wakil merupakan pihak yang secara langsung ditunjuk oleh donatur untuk menyerahkan donasinya kepada yang berhak menerima. Apabila kegiatan donasi itu ditangani secara langsung oleh sebuah kepanitiaan, maka ketua panitia menduduki peran penanggung jawab (dlamin) terhadap semua hasil donasi yang dihimpun.

Peran dlamin ini meniscayakan bahwa apabila terjadi kasus kerusakan (itlaf) terhadap barang yang didonasikan maka ia yang secara langsung bertanggung jawab terhadap kerusakan tersebut, sampai kemudian donasi yang diserahkan bisa disalurkan sebagaimana mestinya.

Apa akad penyerahan donasi seorang donatur kepada wakil donatur seperti ini? Jawabnya akad yang berlaku adalah akad wakalah, yaitu akad perwakilan/mengangkat wakil.

Akad Wakalah dalam Fiqih Muamalah Akad wakalah pada dasarnya merupakan sebuah akad penyerahan sesuatu kepada orang lain selaku wakil untuk menggantikan pihak yang menyerahkan (muwakkil) dalam mengerjakan sesuatu yang menjadi tugasnya.

Pekerjaan yang wajib dilakukan oleh wakil adalah pekerjaannya muwakkiil. Waktu pengerjaan tugas itu adalah sebelum pihak muwakkil meninggal. Kedudukan wakil terhadap muwakkil dalam pekerjaan itu adalah selaku naib (pengganti).

Baca Juga: Dzikir Pagi dengan Asmaul Husna: Al Khobir, Al Halim, Al ‘Adhiim, Al Ghofur, Asy Syakuur, Ini Maknanya

Adanya keharusan dilakukan oleh wakil sebelum pihak muwakkil meninggal ini merupakan pembeda antara akad wakalah dengan akad washiyah (wasiat). Sebab, akad washiyah merupakan penyerahan sesuatu kepada pihak penerima wasiat agar melakukan pekerjaan setelah pihak yang mewakilkan meninggal dunia.

Akad wakalah pada dasarnya merupakan cabang dari akad ijarah (sewa jasa) sehingga basis peran yang dibutuhkan adalah pekerjaannya wakil. Bedanya dengan akad ijarah, di dalam akad wakalah ini, tidak ada ketetapan mengenai besaran upah yang harus diterima oleh pihak wakil.

Jika besaran upah itu ditetapkan maka akad wakalah ini pada dasarnya adalah akad ijarah. Bila ujrahnya wakil meningkat seiring capaian, maka akadnya merupakan akad ju’alah.

Sifat upah tersebut menduduki posisi ju’lu (bonus). Dan apabila besaran upah itu tidak ditetapkan baik secara pasti atau secara capaian prestasi, maka itulah esensi dari akad wakalah, yang mana landasan utamanya adalah akad tabarru’ (kerelaan).

Baca Juga: Alquran Surat Al Maun, Ini Asbabun Nuzul, Arab, Latin, dan Terjemahnya, Yuk Tingkatkan Tadarusnya

Niat Ikhlas Menolong

Berangkat dari relasi akad tabarru’ ini, maka dapat diketahui bahwa hukum berprofesi menjadi wakil adalah sebuah kesunnahan. Mengapa? Sebab sifat dari tabarru’ sendiri merupakan adalah akad yang semata dikerjakan karena niat ikhlas menolong orang lain yang membutuhkan, semata niat mencari pahala dari Allah subhanahu wata’ala.

Dan yang paling penting untuk diketahui adalah: Apa pun bentuk penyerahan manfaat barang atau manfaat suatu pekerjaan, yang diiringi dengan adanya penyerahan iwadl (ganti dari manfaat atau pekerjaan), maka hakikatnya akad itu termasuk akad ijarah.

Demikian halnya, apabila sesuatu yang diserahkan merupakan barang manfaat, namun ada iwadl (ganti) penyerahan barang tersebut, sehingga barang dapat dikuasai selamanya oleh pihak yang menerima penyerahan, maka akad itu termasuk akad jual beli.

Donatur, Wakil Donatur, dan Tugas Lembaga Donasi dalam Syariat Ketika seorang donatur menyerahkan suatu barang kepada wakil donatur agar barang itu disampaikan kepada orang lain, tanpa adanya harapan untuk kembalinya barang dan tanpa adanya ‘iwadl (pengganti barang), maka barang dalam konteks ini kedudukannya adalah menempati derajat sebagai 3 kelompok harta:

Baca Juga: Terbaru, Harga Emas Hari Ini, Selasa, 26 Januari 2021 Ada yang Naik juga Turun, Antam 2 Gram Rp1.938.000

Yaitu: (1) sebagai zakat, (2) sedekah, atau (3) hibah. Dinamakan zakat bila barang itu dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban syara’ dari diri muwakkil. Menempati derajat harta sedekah atau hibah, manakala barang itu dimaksudkan tidak untuk memenuhi kewajiban, melainkan hanya semata karena Allah SWT atau berlaku baik.

Alhasil, pihak yang berperan selaku wakil dari donatur dalam kasus ini adalah menempati derajatnya pihak yang berperan selaku ‘amil terhadap harta sedekah atau hibah.

Banyak Macamnya

Jika menilik bahwa lembaga donasi itu ada banyak macam wujudnya, maka bermacam-macam pula hukum yang berkaitan dengan penyaluran terhadap objek barang yang didonasikan.

Pertama, bila lembaga donasi itu memiliki judul yang spesifik atau mu’ayyan (misalnya: donasi untuk banjir), maka secara tidak langsung barang yang disalurkan oleh pihak lembaga donasi, hukumnya menjadi wajib disalurkan khusus sesuai dengan judul tersebut, yaitu korban banjir.

Apabila bencana banjir sudah selesai ditangani, sementara masih ada sisa berupa barang yang didonasikan, maka barang tersebut hukumnya menjadi amanah untuk penyalurannya terhadap korban di lokasi yang sama.

Baca Juga: Wow, Dana Rp1,2 Triliun Disediakan Google untuk Dukung Edukasi dan Distrbusi Vaksin Covid-19

Catatan ini penting untuk dimengerti seiring sifat dari barang yang didonasikan sudah ditentukan dasar penggunaannya oleh lembaga itu sendiri. Tidak dibenarkan menyalurkan bantuan itu ke tempat lain mengingat sifat wakalah yang diambil adalah termasuk kategori wakalah muqayyadah (wakalah khusus) yang dibatasi oleh tempat dan waktu.

Kedua, bila lembaga donasi itu memiliki judul yang bersifat umum (misalnya: Lembaga Peduli Bencana Indonesia/LPBI), maka secara umum bantuan yang disalurkan oleh seorang donatur ke lembaga bantuan seperti ini adalah masuk ke dalam akad penyerahan wakalah muthlaqah (wakalah umum) yang tidak dibatasi oleh waktu dan tempat kejadian.

Alhasil, ketentuan yang berlaku atas donasi yang disampaikan oleh donatur adalah hanya bersifat khusus pada bencana dan aktivitas tanggap darurat bencana. Bahkan, jika terjadi kecukupan pada wilayah bencana satu, kemudian ada bencana di wilayah lain, maka penyaluran donasi ke bencana lain ini tetap dibenarkan disebabkan relasi akad wakalah muthlaqah tersebut.

Baca Juga: Cek Fakta: Menag Gus Yaqut Tidak Lagi Anggarkan Dana untuk Pesantren, Benarkah?

Kedudukan Lembaga Donasi terhadap Donasi dan Bantuan Barang Selaku wakil dari donatur, maka peran utama dari lembaga donasi adalah memposisikan dana/barang dari donatur sebagai barang amanah.

Terhadap setiap barang amanah, berlaku ketentuan sebagaimana sifat amanah itu harus dilakukan, yaitu: Setiap barang amanah wajib disampaikan sesuai dengan amanah itu ditentukan oleh pihak donatur Merusakkan barang amanah adalah menghendaki adanya ganti rugi berupa mengganti barang tersebut.

Setiap barang amanah, pada dasarnya harus terdiri dari barang yang bisa untuk ditasarufkan lewat akad jual beli atau disewakan. Alhasil, bila terdapat suatu barang amanah yang tidak layak untuk ditasarufkan lewat akad jual beli atau disewakan, maka secara otomatis barang tersebut tidak sah untuk diwakilkan/disalurkan lewat lembaga donasi.

Baca Juga: Bongkar Rahasia, Eks Orang Dalam Sebut Boeing 737 Max Bisa Timbulkan Tragedi di Masa Depan

Pihak lembaga donasi bisa “melenyapkan” barang tersebut atau “menyalurkannya” pada pihak lain yang sekira membutuhkan, tanpa adanya ikatan harus mengganti.

Dalam kasus wakalah muthlaqah (tanpa judul spesifik), sebagaimana hal ini berlaku pada lembaga yang memiliki nama lembaga peduli bencana, tanpa harus menisbahkan pada bencana tertentu di suatu daerah, maka pihak lembaga boleh mengambil sebagian dari donasi tersebut untuk kepentingan operasional.

Baca Juga: Rasis ke Natalius Pigai, Ketum Pro Jokowi-Ma'ruf Amin Ambroncius Nababan Dianggap Merusak Citra Orang Batak
Alasannya adalah sebab penyerahan suatu barang untuk disalurkan ke ruang tertentu, secara tidak langsung mengandaikan izin penggunaan sebagian dari barang itu guna mencapai maksud dari pihak yang mewakilkan.

Alhasil, penggunaan sebagian donasi yang terkumpul untuk kebutuhan administrasi penyaluran adalah dibolehkan. Besaran donasi yang dipergunakan untuk kebutuhan administrasi dan akomodasi menuju lokasi bantuan ditentukan berdasarkan ujrah mitsil (upah standar) kebutuhan biaya menuju lokasi tersebut.
Wallahualam. ***

Editor: Hj. Eli Siti Wasilah

Tags

Terkini

Terpopuler