Bulan Puasa Disambut dengan Tradisi Munggahan Oleh Masyarakat Sunda

24 Februari 2023, 21:15 WIB
Ilustrasi kumpul keluarga saat munggahan. /pexels./


GALAMEDIANEWS - Bulan puasa sebentar lagi datang. Bagi umat muslim tentunya bulan ini adalah bulan yang ditunggu-tunggu. Nuansa dan tradisi yang sudah menjadi ciri khas ketika bulan puasa tiba tentunya melekat dalam ingatan kita.

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menyambut datangnya puasa. Dalam tradisi Jawa terdapat tradisi Megengan atau Nyadran. Untuk menyambut bulan puasa masyarakat Sunda juga memiliki tradisi serupa yang disebut Munggahan .

Tradisi yang melekat di tataran masyarakat pasundan ini, merupakan tradisi yang dapat menyatukan keluarga jauh untuk saling silaturahmi. Biasanya anak yang bekerja di luar kota atau di tempat yang jauh dari rumah orang tuanya akan pulang atau mudik untuk merayakan tradisi munggahan bersama orang tua dan keluarga.

Di bulan Rowah atau Sya’ban yang diyakini menjadi moment berkumpulnya ruh para leluhur, dipandang penting bertemunya seluruh anggota keluarga dari kelompok Hinggil maupun kelompok Handap. Terutama kelompok Handap perlu naik (munggahan) dengan cara merapat kepada kelompok Hinggil agar dapat berkomunikasi dengan ruh leluhur.

Baca Juga: IMF Luncurkan Rencana Cryptocurrency, Sarankan Agar Tak Menggunakan Sebagai Alat Pembayaran yang Sah

Itulah asal-usul tradisi munggahan pada mulanya terbentuk dalam komunitas Sunda. Dalam perkembangannya seiring perjalanan waktu, sesudah Islam masuk di dataran Sunda, tradisi munggahan pun mengalami perubahan dan penyesuaian.

Bulan Ruwah atau Sya’ban yang jatuh menjelang puasa dimaknai sebagai momentum merajut kekeluargaan dan kekerabatan. Sebelum mereka bersama-sama menjalankan puasa Ramadhan seluruh anggota keluarga berkumpul di kediaman keluarga yang paling tua.

Baca Juga: Doa Hujan Amalan Saat Musim Pancaroba

Dalam momen kekeluargaan inilah, mereka mayor dan ngariung (makan dan kumpul) bersama. Terlebih dahulu mereka berziarah ke malam-malam leluhur mereka. Sesudah itu mereka menuju tempat rekreasi seperti Curug, taman gunung, kolam pemandian, atau dengan makan bareng keluarga.

Jika kita mengkaji terhadap tradisi munggahan yang ada di tatar Sunda, ternyata kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Sunda sejak zaman dahulu tetap terlihat berkualitas dan masih relevan dengan kehidupan masyarakat di zaman masa kini.

Baca Juga: Wow! China Melihat Potensi Teknologi Mirip ChatGPT, Sepertinya China Segera Merilis Produk Tandingan Nih

Dibalik itu semua, perbedaan pendapat mengenai berlangsungnya tradisi munggahan yang perlu dilestarikan atau tidak kita kembalikan lagi kepada pribadi masyarakat pemeluk Islam itu sendiri. Walaupun tanpa adanya arus westernisasi, terkadang kelompok masyarakat tertentu memang sudah menyangkal untuk tidak ikut dalam tradisi keagamaan (munggahan) dengan alasan tertentu.***

Editor: Shiddik Zaenudin

Sumber: upi.edu

Tags

Terkini

Terpopuler