Proses ini berlangsung terus selama sekitar tiga tahun. Baru sejak 11 Agustus 1930 pulau ini tidak pernah lagi runtuh dan terus-menerus mengalami letusan-letusan.
Pada tahun 1935, pulau ini berbentuk hampir bundar dengan diameter sekitar 1200 m, ketinggian 63 m; pada tahun 1940 tingginya sudah 125 m.
Pada tahun 1955 pulau ini tercatat ketinggiannya menjadi 155 m dari permukaan laut. Pada tahun 1959 gunung meletus kembali dan mengeluarkan asap hitam tebal sampai setinggi 600 m.
Bersamaan dengan aktivitas vulkanik gunung api yang ada di pulau ini, titik tertinggi pulau ini terus meningkat dengan laju 7-9 meter per tahun, dan hingga catatan bulan September 2018, yang merupakan catatan sebelum terjadi longsoran tubuh pada 22 Desember 2018, ketinggian yang tercapai adalah 338 meter dari permukaan laut.
22 Desember 2018 pukul 21.03 WIB (14:03 UTC), Gunung Anak Krakatau meletus dan merusak peralatan seismografi terdekat, meskipun suatu stasiun lain mendeteksi getaran terus-menerus.
Pada pukul 21.27 WIB, BMKG mendeteksi suatu tsunami di pesisir barat Banten, meskipun tidak ada peristiwa tektonik.
Menurut fakta yang ada, terjadi longsoran dari Gunung Krakatau sebanyak 64 hektare yang memicu goncangan yang berujung kepada tsunami.
Sebelumnya, BMKG telah mengeluarkan peringatan gelombang tinggi untuk perairan sekitar selat Sunda. Tercatat tinggi gelombang tsunami berkisar 90 sentimeter (35 in) di Serang dan 30 sentimeter (12 in) di Lampung, dengan ketinggian maksimal 2 meter (6,6 ft).
Gelombang itu pun sempat tercatat dalam cuitan Twitter BMKG, sebelum pada akhirnya dihapus pada pukul 01.01 WIB.