Sejarah Gunung Anak Krakatau yang Sempat Meletus 22 Desember 2018 dan Timbulkan Tsunami di Banten-Lampung

- 22 Desember 2021, 19:08 WIB
PRAJURIT KRI Torani 860 mengamati aktivitas Gunung Anak Krakatau saat erupsi di Perairan Selat Sunda, Jumat, 28 Desember 2018.*/ANTARA
PRAJURIT KRI Torani 860 mengamati aktivitas Gunung Anak Krakatau saat erupsi di Perairan Selat Sunda, Jumat, 28 Desember 2018.*/ANTARA /

GALAMEDIA - Tsunami cukup besar terjadi melanda sejumlah wilayah usai Gunung Anak Krakatau meletus.

Pada 22 Desember 2018, peristiwa memilukan itu menimpa wilayah Jawa dan Sumatera. Korban jiwa pun cukup banyak.

Meletusnya Gunung Anak Krakatau menyebabkan tsunami di Selat Sunda.

Dari berbagai sumber, peristiwa tsunami yang disebabkan oleh letusan Anak Krakatau di Selat Sunda menghantam daerah pesisir Banten dan Lampung, Indonesia.

Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Meletus Sebabkan Tsunami di Selat Sunda, Tewaskan 429 Orang pada 22 Desember 2018

Sebanyak 426 orang tewas dan 7.202 terluka dan 23 orang hilang akibat peristiwa ini.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tsunami disebabkan pasang tinggi dan longsor bawah laut karena letusan gunung tersebut.

Lalu seperti apa sejarah terbentuknya Gunung Anak Krakatau? Dari berbagai sumber disebutkan, Pulau Gunung Anak Krakatau adalah pulau vulkanik kecil, anggota dari kepulauan Krakatau.

Lokasi Gunung Anak Krakatau ini berada di antara Pulau Sertung di sisi baratnya dan Pulau Rakata Kecil atau Pulau Panjang di sisi timurnya yang secara administratif berlokasi di Kecamatan Punduh Pedada, Kabupaten Lampung Selatan.

Tampilan pulau ini didominasi oleh gunung api yang masih selalu aktif, Gunung Anak Krakatau.

Hampir setiap waktu, hanya dengan jeda beberapa bulan, gunung ini selalu meletus kecil dengan tipe "Stromboli", berupa letusan eksplosif yang memancarkan material baru ke udara, untuk membangun tubuhnya.

Baca Juga: Tsunami Terjang Banten dan Lampung Usai Letusan Gunung Anak Krakatau, Ratusan Jiwa Melayang 22 Desember 2018

Aktivitas yang menunjukkan kemunculan pulau ini dimulai pada tahun 1927, di titik yang dulunya adalah laut dengan kedalaman 27 m dan sebelumnya pernah menjadi bagian daratan Pulau Rakata.

Sejak 1930 pulau ini tidak lagi tergerus air laut dan dengan demikian menjadi pulau termuda di Indonesia yang terbentuk melalui aktivitas vulkanik.

Seusai letusan kataklismik Gunung Krakatau pada tahun 1883, Pulau Rakata kehilangan kira-kira 2/3 tubuhnya di sisi barat laut, melenyapkan puncak Gunung Perbuwatan dan Gunung Danan, serta menyisakan paruh selatan Gunung Krakatau, yang sekarang tetap disebut Pulau Rakata.

Bagian yang "hilang" ini menjadi laut dangkal. Tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, pada awal tahun 1927 mulai tampak aktivitas vulkanik di titik di antara bekas puncak Gunung Perbuwatan dan Gunung Danan, dengan munculnya kepulan asap disertai letusan-letusan kecil.

Usia daratan yang sempat muncul hanya seminggu, karena kemudian diruntuhkan kembali oleh gelombang laut. Beberapa bulan kemudian aktivitas vulkanik dimulai lagi hingga membentuk daratan.

Baca Juga: Eks Kades di Lembang Didakwa Korupsi Rp 50 Miliar Minta Dibebaskan Hakim, Begini Alasannya

Karena hujan dan gelombang, daratan ini kembali runtuh di bawah permukaan air laut kembali setelah aktivitas vulkaniknya terhenti.

Proses ini berlangsung terus selama sekitar tiga tahun. Baru sejak 11 Agustus 1930 pulau ini tidak pernah lagi runtuh dan terus-menerus mengalami letusan-letusan.

Pada tahun 1935, pulau ini berbentuk hampir bundar dengan diameter sekitar 1200 m, ketinggian 63 m; pada tahun 1940 tingginya sudah 125 m.

Pada tahun 1955 pulau ini tercatat ketinggiannya menjadi 155 m dari permukaan laut. Pada tahun 1959 gunung meletus kembali dan mengeluarkan asap hitam tebal sampai setinggi 600 m.

Bersamaan dengan aktivitas vulkanik gunung api yang ada di pulau ini, titik tertinggi pulau ini terus meningkat dengan laju 7-9 meter per tahun, dan hingga catatan bulan September 2018, yang merupakan catatan sebelum terjadi longsoran tubuh pada 22 Desember 2018, ketinggian yang tercapai adalah 338 meter dari permukaan laut.

22 Desember 2018 pukul 21.03 WIB (14:03 UTC), Gunung Anak Krakatau meletus dan merusak peralatan seismografi terdekat, meskipun suatu stasiun lain mendeteksi getaran terus-menerus.

Pada pukul 21.27 WIB, BMKG mendeteksi suatu tsunami di pesisir barat Banten, meskipun tidak ada peristiwa tektonik.

Menurut fakta yang ada, terjadi longsoran dari Gunung Krakatau sebanyak 64 hektare yang memicu goncangan yang berujung kepada tsunami.

Sebelumnya, BMKG telah mengeluarkan peringatan gelombang tinggi untuk perairan sekitar selat Sunda. Tercatat tinggi gelombang tsunami berkisar 90 sentimeter (35 in) di Serang dan 30 sentimeter (12 in) di Lampung, dengan ketinggian maksimal 2 meter (6,6 ft).

Baca Juga: Sosok Istri Mendiang Panglima Viking yang Berani Marah Besar ke Juragan 99, Ternyata Nama Anaknya Unik!

Gelombang itu pun sempat tercatat dalam cuitan Twitter BMKG, sebelum pada akhirnya dihapus pada pukul 01.01 WIB.

Namun pada akhirnya, BMKG memverifikasi bahwa tsunami memang terjadi pada sekitar 21.30 WIB, beriringan dengan kondisi gelombang tinggi karena bulan purnama di Selat Sunda pada 21-25 Desember.

Pada 25 Desember, Humas BNPB menyatakan bahwa 429 orang meninggal, 1.485 orang luka-luka, 154 orang hilang, 16.082 orang mengungsi.

Korban dan kerusakan yang terdampak ialah dari Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Tanggamus.

Beberapa korban di antaranya adalah Heriyanto alias Aa Jimmy, seorang komedian, dan beberapa anggota grup musik Seventeen, di mana gitaris, basis, pemain drum dan manajer grup musik ditemukan meninggal dunia.

Sementara itu, rombongan santri SMA Islam Nurul Fikri Boarding School (NFBS) Serang yang menempati sebuah resor tepat di pinggir pantai di Umbul Tanjung selamat dari terjangan tsunami, walaupun bangunan di sekitar lokasi resor mereka luluh lantak akibat sapuan ombak.

Seluruh rombongan sebanyak 55 santri selamat. Mereka tengah melewati masa karantina menghafal Alquran dalam rangka persiapan pengambilan sanad ke Turki.

Berdasarkan data BNPB, menyebutkan kerusakan material dari tsunami ini meliputi 556 unit rumah rusak, sembilan unit hotel rusak berat, 60 warung kuliner rusak, 350 kapal dan perahu rusak.***

Editor: Lucky M. Lukman


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah