Hikmah-hikmah yang tadi disebutkan di atas tentunya adalah hikmah yang dalam tanda kutip bersifat duniawi. Hanya kepentingan duniawi yang dipikirkan oleh orang-orang tersebut.
Adapun orang-orang yang beriman tentu dia tidak berpikiran sesempit itu. Dia tidak hanya menjadikan kepentingan duniawi sebagai hikmah dari sebuah amalan, akan tetapi orang-orang yang beriman akan menjadikan Al-Quran dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hikmah dari amalan yang dia lakukan.
Dimana hal itu bersumber dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sering kita dengar, sering diulang-ulang oleh para khotib di bulan Ramadhan :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa” (QS. Al Baqarah[2]: 183)
Hikmah puasa menurut orang-orang yang beriman adalah untuk menggapai ketaqwaan. Nah, ketaqwaan itu sifatnya sangat luas.
Kata para ulama, taqwa itu adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya, termasuk di antaranya adalah larangan yang sangat jelas yaitu korupsi.
Aneh memang di zaman kita ini, banyak sekali korupsi dilakukan bukan hanya oleh orang-orang yang jauh dari agama, tetapi korupsi ini telah mewabah ke dalam diri orang orang yang dekat dengan agama, bahkan di-ustadz-kan oleh masyarakatnya. Tentu ini sesuatu yang sangat memprihatinkan.