Pada hadits di atas tidak ada penyebutan sholat Tarawih secara khusus oleh Rasulullah SAW. Beliau melaksanakan sholat Tarawih di masjid pada beberapa kali kesempatan yang diikuti antusiasme tinggi dari para jamaah.
Akhirnya pada malam ketiga dan keempat sebagaimana yang disebut Hadits tersebut, Rasulullah SAW justru tidak keluar untuk melaksanakan sholat Tarawih di masjid, padahal sudah ditunggu para sahabat.
Pada akhirnya beliau tidak melanjutkan sholat tersebut pada malam-malam berikutnya.
Karena disebabkan kekhawatirannya apabila Allah SWT menurunkan kewajiban untuk sholat Tarawih bagi umatnya. Beliau takut membebankan umat Islam generasi selanjutnya.
Masa Abu Bakar
Di masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, umat Islam melaksanakan sholat Tarawih secara sendiri-sendiri atau berkelompok mulai dari tiga hingga enam orang. Saat itu belum ada kebiasaan untuk sholat Tarawih berjamaah dengan satu imam di masjid.
Mana kala masuk masa kepemimpinan Umar bin Khattab, sholat Tarawih berubah keadaannya karena Umar berinisiatif untuk menggelar sholat Tarawih di masjid secara berjamaah. Hal ini dilakukannya sebab menyaksikan umat Islam sholat Tarawih yang tidak kompak, sebagian dari mereka ada yang sholat sendiri-sendiri dan ada yang berjamaah.
Baca Juga: Pendaftaran Sekolah Kedinasan Akan Segera Dibuka pada 1 April 2023, Begini Alurnya
Dalam buku Sejarah Tarawih karya Ahmad Zarkasih, dia menjelaskan bahwa kata Tarawih merupakan bentuk jamah dari kata Tarwih yang berarti istirahat. Istilah tersebut ternyata tidak dikenal pada masa Nabi. Sebab, beliau menyebut sholat Tarawih dengan istilah qiyam Ramadhan.
Menurut Imam al-Mawardzi dalam Kitab Qiyam Ramadhan disebutkan bahwa terdapat beberapa kemungkinan sholat sunnah ini disebut dengan Tarawih. Salah satunya ketika apa yang terjadi pada masa Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah.
“Dari al-Hasan ra, Umar RAA memerintahkan kepada Ubai untuk menjadi imam pada qiyam Ramadhan, dan mereka tidur di seperempat pertama malam. Kemudian mengerjakan sholat di dua per empat malam setelahnya dan selesai di satu per empat malam terakhir, mereka pun pulang dan sahur. Mereka membaca 5 sampai 6 ayat pada setiap rakaat. Dan sholat dengan 18 rakaat salam setiap 2 rakaat dan memberikan mereka istirahat sekadar berwudhu dan menunaikan sholat hajat mereka.” (Lihat Imam al-Mawardzi, Kitab Qiyam Ramadhan, h 59)