Kok Orang Islam Harus Mandi Besar Usai Ejakulasi, Begini Penjelasan Ulama

- 18 Agustus 2020, 03:15 WIB
Ilustrasi mandi.*
Ilustrasi mandi.* /

GALAMEDIA - Syekh Sulaiman al-Bujairimi dalam kitab Hasyiyah menjelaskan mengapa orang yang mengeluarkan air mani (sperma) alias ejakulasi itu wajib untuk melaksanakan mandi besar.

Menurut Syekh, seseorang yang keluar mani itu sedang dalam keadaan lalai mengingat Allah sebagaimana umum terjadi. Memang terkadang seseorang itu ingat bahwa ia berada dalam awasan Allah. Kelalaian lebih dominan menyelimuti tubuhnya, karena kenikmatan (keluar mani).

Seperti diketahui bahwa kelezatan nafsu itu melemahkan segala tempat yang dilewatinya. Karena itu, Nabi memerintah kita untuk mandi (wajib) membasuh seluruh badan setelah keluar mani.

Hal ini berguna untuk menyegarkan badah yang tadinya lesu dan lemah karena sangat terhalang jauh dari (makrifat) pada Allah. Setiap sesuatu yang menghalangi (makrifat) pada Allah itu dianggap sesuatu yang menjijikan. Ini menurut ulama yang memiliki maqam tinggi di sisi Allah. Ini berbeda dengan orang-orang awam.

Pendapat Imam Abu Hanifah dan Malik (kenajisan mani) itu khusus untuk ulama dan orang saleh yang memiliki maqam yang tinggi.

Sementara itu, pendapat Imam Syafii dan Ahmad (mengenai ketidaknajisan mani) itu khusus untuk kalangan Muslim awam. Karena itu, Nabi terkadang membasuh mani, dan terkadang juga mengeroknya.

Itu untuk membuat kategori syariat bagi ulama besar dan orang awam. Pahamilah pendapat Imam Sya‘rani ini dalam kitab al-Mizan.

Soal hukum air mani, Syekh Sulaiman al-Bujairimi menjelaskan perbedaan pendapat ulama mengenai mani dalam kitab Hasyiyah-nya.

Imam Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa mani manusia itu najis. Sementara itu, Imam Syafii dan Ahmad berpendapat bahwa mani manusia itu suci. Imam Syafii bahkan berpendapat bahwa setiap hewan itu maninya suci (kecuali anjing dan babi).

Hukum membersihkan mani itu wajib dibasuh menurut Imam Malik baik dalam keadaan masih basah, atau saat sudah mengering. Sementara menurut Imam Abu Hanifah, mani itu wajib basuh saat masih basah, dan dikerok saat sudah mengering sebagaimana yang pernah Nabi lakukan.

Sementara itu, mazhab Imam Syafii dan Hanbali hanya menyunahkan mencuci bekasi mani, baik sudah kering ataupun saat masih basah sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqhul Islami wa Adillatuh.

Menurut pendapat paling azhar dalam mazhab Syafii, dan Hanbali, mani itu suci. Disunahkan membasuh atau mengeroknya bila itu merupakan mani lelaki.

Syekh Wahbah al-Zuhaili lebih jauh berpendapat bahwa pendapat yang mengatakan mani itu suci lebih kuat daripada pendapat sebaliknya. Alasannya adalah sperma merupakan salah satu material terciptanya manusia. Jika mani najis, maka ada asumsi bahwa manusia itu juga najis.

Selain itu, hal ini juga untuk mempermudah orang awam pada umumnya. Namun demikian, walaupun suci, tetap saja kita disunahkan untuk menghilangkannya terlebih dahulu apabila hendak melaksanakan ibadah. Hal ini semata-mata mengikuti apa yang pernah Nabi Muhammad lakukan.

Wallahu A'lam.***

Editor: Dicky Aditya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x