Selain itu, kunci keberhasilan lain yang juga wajib diterapkan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya para pendaki, agar mereka memahami dan memiliki kesadaran mengenai zero waste di atas gunung.
“Orang kita tuh kalau naik gunung, bayarna teh hayang murah tapi merasa memiliki gunung itu, sudah membeli gunung. Merasa bayar tiket 50 ribu misalnya, ah bebas we buang sampah,” ucap Kang Galih lagi.
Oleh karena itu, edukasi juga penting bagi para pendaki agar mereka memiliki kesadaran untuk memisahkan antara sampah organik dan anorganik yang sulit terurai.
“Gunung Kembang itu bukan tentang sampah organik dan anorganik, tapi tentang kotor dan bersih. Bekas makan kita, nasi itu organik. Jika dibuang tentu akan terurai. Nah, menuju terurai itu butuh waktu berapa lama? Akan bau busuk, mengundang lalar dan yang lain-lain,” ucap Kang Galih yang pernah mengikuti Ekspedisi 28 gunung di Indonesia dan Ekspedisi Black Borneo.
Kang Galih sendiri merupakan salah satu pegiat alam asal Bandung yang mempunyai segudang pengalaman mendaki gunung di Indonesia dan dunia.
Dia merupakan salah satu orang Indonesia yang pernah mendaki puncak tertinggi di dunia, yakni Gunung Everest di Himalaya (Nepal) dalam Ekspedisi 7 Summits Indonesia.
Zero Waste di Gunung Butuh Pendekatan Politis
Baca Juga: EIGER Bergerak ke Arah Sustainable Product, Simak Kata Kang Oki Terkait Perkembangan dan Target 2025
Sementara itu, melansir dari laman Jurnal Unpad, dosen Departemen Ilmu Politik FISIP Unpad, Mustabsyirotul Ummah yang menaruh perhatian pada kajian politik lingkungan juga mengatakan hal yang senada dengan Galih Donikara.