Stres Bisa Meningkatkan Prestasi dan Membuat Seseorang Mencapai Apa yang Diinginkan, Mengapa Bisa Terjadi?

- 11 Maret 2024, 06:10 WIB
Ilustrasi stres
Ilustrasi stres /Pexels/Andrea Piacquadio/

GALAMEDIANEWS – Stres merupakan suatu peristiwa yang menganggu pikiran seseorang karena memikirkan masalah terus – menerus. Hal ini dikarenakan manusia seringkali merasa overthinking terhadap permasalahan yang terjadi.

Menurut psikolog dari University of Rochester menemukan bahwa mahasiswa yang mengalami stres justru dianggap sebagai peningkat kinerja untuk mengurangi rasa cemas dan akan membuat lebih sehat.

Ketika sedang melakukan wawancara, tak jarang kita mengalami telapak tangan berkeringat, detak jantung berdebar kencang waktu ingin melakukan pernikahan, sakit perut menjelang ujian, kebanyakan dari kita sudah mengalami respons stres klasik dalam keadaan yang tidak biasa atau penuh tekanan.

Namun, mengevaluasi itu stres dapat membuat perbedaan besar pada kesehatan mental, kesejahteraan umum, dan kesuksesan seseorang. Bahkan, dalam penelitian terbaru yang diterbitkan oleh Journal of Experimental Psychology: General, para peneliti yakni Rochester telah melatih para remaja dan orang dewasa untuk memperlakukan respons stres sebagai alat bukan hambatan.

Tim peneliti telah menemukan bahwa selain mengurangi kecemasan, pengaturan ulang pola pikir yang disebut “stres yang baik” dapat membantu para siswa menjadi berprestasi dan mendapatkan nilai lebih tinggi dalam ujian, mengurangi penundaan untuk belajar, tetap mengikuti kelas, dan merespons tantangan yang terjadi dalam akademis dengan cara yang lebih sehat.

Baca Juga: 3 Manfaat Stres dalam Kehidupan, Salah Satunya Tunjang Sukses Karier
 
Para siswa diminta untuk menyelesaikan latihan membaca dan menulis mengenai respons mereka terhadap stres memiliki fungsi dalam kontens kinerja yang diterapkan langsung seperti mengerjakan tes.

“Kami telah menggunakan pendekatan dan berkata adalah percaya, dimana para peserta belajar tentang manfaat adaptif dari stres dan mendorong untuk menulis tentang bagaimana hal itu dapat membantu untuk mencapai kesuksesan,” ujar penulis Jeremy Jamieson, seorang profesor psikologi dan peneliti di Rochester. peneliti utama di Lab Stres Sosial Universitas.

Peneliti ini telah meneliti mengenai bagaimana stres dapat mempengaruhi keputusan, emosi, dan kinerja, studi ini telah didasarkan pada penelitian tentang mengoptimalkan respons stres.

Pemikiran konvensional telah menyatakan bahwa stres berdampak buruk dan harus dihindari. Namun ternyata ini terkadang salah kaprah, karena kenyataan stres adalah hal yang sangat normal terjadi dalam hidup seseorang dan merupakan ciri khas kehidupan modern.

Respon stres dapat membantu mengantarkan oksigen ke otak dan melepaskan hormon yang menggerakan otak.

Sepanjang hidup, manusia harus memperoleh berbagai macam keterampilan sosial dan intelektual yang terbilang sangat rumit, dan kemudian disuruh untuk menerapkan keterampilan tersebut sebagai cara untuk mengembangkan kemampuan.

Baca Juga: 7 Cara Keluar Dari Stres Dengan Cepat dan Muda Atasi Stres

Proses ini nyatanya bisa memicu stres, namun membuat seseorang bisa produktif. Selain itu, jika seseorang melepaskan diri dari pemicu stres yang dihadapi, hal ini dapat membuat mereka rugi.  Maka untuk mengatasi ancaman tersebut maka harus menemukan cara untuk menerima dan mengatasi stres yang dihadapi.

Daripada menganggap segala sesuatu yang berhubungan dengan stres itu buruk, maka respons terhadpa stres termasuk timbulnya stres dapat bermanfaat, jika dikaitkan dengan hasil psikologis, biologis, kinerja, dan perilaku.

Penilaian kembali pada stres tidak bertujuan untuk menghilangkan atau mencegah stres. Hal ini tidak mendorong terjadinya relaksasi, namun berfokus pada perubahan jenis respons stres: jika, merasa yakin memiliki sumberdaya yang cukup untuk memenuhi tuntutan terhada apa yang dihadapi, meski tuntutannya tinggi, maka tubuh akan merespons dengan tantangan bukan dengan ancaman.

Dalam penelitian  terhadap mahasiswa community college yang mengambil kursus matematika, telah ditemukan peserta penilaian ulang itu menunjukkan tingkat kecemasan evaluasi matematika yang lebih rendah saat ujian berlangsung maupun pada ujian berikutnya, mereka juga tampil lebih baik dalam ujian dibandingkan kelompok kontrol setelah menyelesaikan latihan penilaian ulang.

Ditemukan juga siswa yang melakukan penilaian ulang melaporkan lebih banyak tujuan pendekatan, yang berarti tujuan berfokus pada pencapaian hasil yang positif, seperti memenangkan permainan atau lulus ujian, dibandingkan menghindari hasil negatif, seperti berusaha tidak kalah dalam permainan, gagal dalam ujian, yang memprediksi hasil kinerja dan kesejahteraan yang bersifat positif.

Kortisol merupakan hormon stres katabolik dan peningkatannya terjadi ketika seseorang merasa terancam, jadi ini seringkali dijadikan indikator sebagai stres negatif, meski tidak selalu buruk, sedangkan testosteron merupakan indikator yang buruk.

Dikutip dari scitechdaily.com pada Minggu, 10 Maret 2024. Hormon anabolik ini yang mendukung kinerja optimal. Setelah diamati, penilaian ulang pada stres menyebabkan peningkatan testosteron dan penurunan kortisol pada siswa pada saat ujian kenaikan kelas, yang merupakan pola yang berguna untuk mencapai kinjera puncak.

“Menormalkan pengalaman stres dan mengatasi rintangan dapat membantu anak memahami bahwa mereka terbukti dapat melakukan hal yang sulit,” kata peneliti.***

Editor: Tatang Rasyid

Sumber: ScienceAlert


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x