Ketahanan Masyarakat Jawa Barat Hadapi Bencana Alam dengan Kearifan Lokal

- 19 Maret 2024, 07:45 WIB
Tim Ahli Satgas PPK DAS Citarum Taufan Suranto
Tim Ahli Satgas PPK DAS Citarum Taufan Suranto /citarumharum.jabarprov.go.id/

GALAMEDIANEWS – Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Diperlukan ketahanan dari seluruh lapisan warga dalam menghadapi datangnya bencana.

Jawa Barat dengan memiliki wilayah yang sangat beragam, sangat memungkinkan terjadinya bencana alam secara bergantian dan semua macam bencana alam bisa terjadi.

Masyarakat Jawa Barat memiliki kearifan lokal yang bisa membangun ketahanan terhadap bencana alam, termasuk bencana hidrologi. Kearifan lokal tersebut terbagi dalam tiga konsep, yaitu tata wayah (waktu), tata wilayah (tempat) dan tata lampah (perilaku).

Baca Juga: Bey Machmudin: Optimalisasi Penanganan Pencemaran Sungai Citarum Harus Tercapai pada 2025

Konsep pertama, tata wayah berkaitan dengan waktu pemanfaatan alam. Contoh dari implementasi konsepnya adalah terlihatnya dari kultur masyarakat menanam tanaman pada musim kemarau tiba. Konsep kedua adalah tata wilayah, masyarakat memanfaatkan alam di tempat yang tepat. Lahan dibagi berdasarkan ketinggiannya.

Lahan di ketinggian paling atas menjadi hak alam karena merupakan tangkapan air sehingga dilarang dibangun bangunan. Istilah yang menggambarkan hal itu yakni “leweung larangan”. Lahan di bagian tengah merupakan hak kehidupan. Lahan itu disebut “leuweung tutupan” yang merupakan penyangga tangkapan air, penyangga mata air kecil dan tutupan muara sungai.

Lahan paling bawah yang menjadi hak manusia atau disebut “leuweung baladaheun”. Dengan memperhatikan konsep tata wilayah membuat pembangunan suatu rumah tidak di sembarang tempat. Konsep ketiga adalah tata lampah berkaitan dengan perilaku masyarakat menghadapi bencana.

Pemaparan ini disampaikan oleh Tim Ahli Satgas PPK DAS Citarum Taufan Suranto dalam acara Stadium Generale bertema “Pemulihan DAS Menuju Resiliensi Berkelanjutan di Jawa Barat” di Institut Teknologi Bandung (ITB), Rabu (13/3/2024).

Aktivitas di kehidupan masyarakat Sunda menggambarkan bagaimana kultur masyarakat Sunda dalam menjaga lingkungan. Beberapa kultur yang harus tetap dijaga keberadaannya, yaitu “lebak caian” yang berarti air harus dialirkan secara adil ke pihak di bawah yang membutuhkan.

Baca Juga: Satgas Citarum Harum Sektor 22 Tidak Pandangbulu menindak Tegas Pelanggar Buang Limbah

Cara pengaturan air di tatar Sunda ini dilakukan oleh mantri cai yang disebut ulu-ulu. Kegiatan lainnya adalah “legok balongan”. Balong adalah sistem tradisional dalam budidaya ikan sekaligus berfungsi ekologis.

Sistem pengelolaan hutan juga masyarakat Sunda memiliki kultur yang disebut “pasir talunan”. Sistem pengelolaan hutan ala masyarakat Sunda tersebut memiliki beraneka ragam fungsi, yaitu sosial, ekonomi, budaya dan ekologi.

Hal penanaman padi, masyarakat Sunda juga mempunyai kearifan lokal dalam setiap proses penanaman yang disebut dengan istilah “dataran sawah”. Kearifan lokal itu dimulai dari memilih waktu tanam, pengendalian hama, hingga sistem pengairan.

Taufan mengatakan lebih lanjut jika kearifan lokal yang menciptakan ketahanan masyarakat terhadap bencana muncul turun-temurun berdasarkan interaksi masyarakat dengan bencana.

Masyarakat sejak dini perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi secara menyeluruh akan ketahanan masyarakat ini. semua pihak harus memiliki kepedulian akan adanya bencana alam.***

Editor: Tatang Rasyid

Sumber: citarumharum.jabarprov.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x