Jabar Susun Peta Rawan Bencana hingga Tingkat Desa, Tak Ada Daerah dengan Risiko Bencana Rendah

20 Januari 2021, 13:09 WIB
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jabar Dani Ramdan /Humas Pemprov Jabar


GALAMEDIA - Di Jawa Barat dari 27 kabupaten/kota, 14 daerah di antaranya masuk dalam kategori risiko bencana tinggi dan 13 daerah berisiko bencana sedang. Artinya, tidak ada daerah di Jabar yang masuk kategori risiko bencana rendah.

Hal ini pun mendanakan Jabar rawan bencana. Semua jenis kebencanaan, mulai dari banjir, longsor, gempa bumi, sampai tsunami, berpotensi terjadi.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jabar Dani Ramdan menyatakan, pihaknya sudah menyusun kajian risiko bencana dan peta rawan bencana sampai ke tingkat desa.

Baca Juga: Hari Ini, Kota Bogor Laporkan Kasus Positif Covid-19 Harian Tertinggi yakni Mencapai 120 Kasus

Hal itu dilakukan agar masyarakat memahami kondisi kebencanaan di lingkungannya. Pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk tetap waspada amat krusial.

"Hanya gempa yang tidak bisa diprediksi kapan dan di mana terjadi. Tapi kalau banjir, kita lihat dari kondisi alam termasuk banjir rob karena air laut yang naik. Sedangkan, tsunami dan gempa tidak bisa diprediksi," kata Dani dalam siaran persnya, Rabu, 20 Januari 2021.

Dikatakan, setelah peta rawan bencana disusun, langkah selanjutnya adalah menyusun rencana penanggulangan bencana (RPB) di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Dari RPB itu, rencana kontingensi jenis kebencanaan untuk setiap kabupaten/kota dapat disusun.

Baca Juga: Cari Info Keberadaan Harun Masiku Lewat Kerabatnya, KPK Dapat Jawaban Tak Disangka-sangka

"Dari rencana dan peta rawan bencana itu, pemerintah desa bisa menyusun, misalnya jalur evakuasi manakala akan berpotensi bencana, tempat evakuasi atau pengungsian. Kalau itu sudah ditambah kesiapan personel dan peralatan bencana, maka bencana itu bisa kita hadapi," ucapnya.

"Ada yang bisa kita cegah, ada yang tidak bisa, seperti gempa. Tapi, kalau kita punya kesiapsiagaan, paling tidak bisa meminimalisasi dampak atau risiko," tambahnya.

Kesadaran Masyarakat
Kewaspadaan dan kesadaran masyarakat akan potensi bencana menjadi mutlak. Selain untuk mencegah terjadi bencana, dua hal tersebut dapat meminimalisasi potensi korban meninggal dunia dan kerugian harta benda.

Baca Juga: VIRAL! Tanda SOS Muncul di Pulau Laki Dekat Lokasi Jatuhnya Sriwijaya Air, Netizen Lapor Basarnas


Dani mengatakan, jika masyarakat sadar akan potensi bencana di lingkungan sekitarnya, maka mereka dapat melakukan mitigasi bencana. Contohnya dengan rutin memeriksa dan membersihkan saluran-saluran air di sekitarnya, supaya tidak tersumbat oleh sampah atau material lainnya.

Memeriksa tebing-tebing, apakah vegetasinya atau tembok penahan tanahnya masih bagus.

Jika terjadi retakan di tanah atau di tembok penahan tersebut apalagi ada aliran air yang merembes, hal itu merupakan tanda bahwa bisa terjadi potensi longsoran yang berbahaya.

 Baca Juga: Pria yang Punya Masalah Seksual, Bisa Jadi Ini Penyebabnya

"Dalam kondisi demikian khususnya ketika terjadi hujan lebat, sebaiknya masyarakat yang bermukim di sekitar tebing seperti itu melakukan evakuasi ke tempat yang lebih aman," ucapnya.

"Hal yang sama bisa dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di bantaran sungai. Jika tinggi muka air sungai sudah mencapai level yang membahayakan, segera lakukan evakuasi ke tempat yang lebih tinggi," imbuhnya.

 Dani pun menjelaskan bahwa dalam periode golden time yakni nol sampai tiga puluh menit saat terjadinya bencana, 34 persen faktor keselamatan dari bencana bersumber dari kesiapsiagaan individu yang terbentuk karena pengetahuan dan kemampuan yang bersangkutan dalam melakukan evakuasi.

Baca Juga: Naskah Khutbah Jumat dengan Tema Vaksin dan Ikhtiar Menjaga Kesehatan Diri, Keluarga, dan Negara

Sedangkan, 31 persennya bersumber dari pertolongan orang-orang terdekat, yakni anggota keluarga yang juga memiliki pengetahuan dan rencana kontigensi yang dilatihkan jika terjadi bencana.

Kemudian, kata Dani, 17 persen faktor keselamatan lainnya bersumber dari pertolongan komunitas (tetangga se-RT/RW kalau dilingkungan tempat tinggal atau rekan sekantor/pabrik, dll kalau dilingkungan tempat kerja).

"Peran BPBD, Tim SAR dan petugas lainnya hanya menyumbang 1,8 persen saja, karena pada saat golden time mereka tidak berada persis di tempat bencana," katanya.

"Dengan demikian kesiapsagaan individu, keluarga dan komunitas mutlak diperlukan dalam membangun masyarakat yang berbudaya tangguh bencana," tambahnya. ***

Editor: Hj. Eli Siti Wasilah

Tags

Terkini

Terpopuler