Ilmuwan Beri Peringatan Keras, Bill Gates Berencana Halangi Sinar Matahari dengan Tirai Debu

28 Maret 2021, 10:10 WIB
Ilustrasi dampak perubahan iklim yang disebut Bill Gates bencana terburuk dibanding pandemi.* /Pixabay/The DigitalArtist

GALAMEDIA - Uji coba pertama proyek menaburkan jutaan ton kapur ke stratosfer dalam upaya 'meredupkan sinar matahari' dan mendinginkan Bumi akan dilakukan pada Juni mendatang.

Tim yang terdiri atas sejumlah pakar dari Universitas Harvard akan menerbangkan balon besar setinggi 12 mil di atas Kota Kiruna di Swedia sebelum menjatuhkan 2 kg debu kapur ke stratosfer.

Baca Juga: Fahri Hamzah Ungkap Kenikmatan Pejabat Ketika Pensiun: Diterima Rakyat Tanpa Rasa Takut Ditolak 

Tujuan dari misi yang diperkirakan bernilai $ 3 juta dan didukung miliarder Bill Gates ini adalah menangkis sebagian dari radiasi matahari, menghentikannya agar tidak mengenai permukaan, sekaligus mendinginkan planet.

Meski demikian dikutip Galamedia dari DailyMail, Minggu (28 Maret 2021) sejak awal ide tersebut menuai banyak dikritik. 

Direktur proyek Frank Keutsch bahkan mengakui rekayasa-geo ini sebagai sesuatu yang 'menakutkan'.

Baca Juga: Wow, Honda Setuju Jual Pabrik Mobil Inggrisnya di Swindon Senilai 965 Juta Dollar AS pada Panattoni

Para ahli juga memperingatkan teknik yang tidak biasa ini dapat memicu bencana “sistem cuaca” dengan cara yang tidak dapat diprediksi siapa pun.

Didukung sejumlah donor swasta termasuk Gates, misi uji coba diluncurkan dari Swedia yang bersedia menjadi titik peluncuran pada akhir musim panas ini.

Balon uji akan mengangkat 600 kg peralatan ilmiah sejauh 12 mil di atas permukaan kota Arktik tersebut dan jika semuanya berjalan baik, sekitar 2 kg debu akan berlepasan.

Baca Juga: Soroti Sidang Habib Rizieq Shihab, Teddy Gusnaidi: Tidak Perlu Menurunkan Banyak Aparat

Serpihan kapur tersebut kemudian akan menjadi gumpalan debu sepanjang beberapa kilometer.

Jumlah taburan kapur tidak akan memengaruhi intensitas sinar matahari yang menghantam Bumi, namun akan memberi tim informasi tentang bagaimana partikel debu bereaksi dengan udara.

Informasi ini kemudian akan dimasukkan ke dalam model komputer untuk menentukan apa yang terjadi jika dilakukan dalam skala besar.

Baca Juga: Kualifikasi Piala Dunia Zona Eropa, Ditahan Imbang Serbia, Portugal Tak Mampu Salip Tuan Rumah

Keutsch mengatakan kepada Times tim ingin menentukan efek sebenarnya.

Dibutuhkan berton-ton debu sepanjang ratusan kilometer untuk efek signifikan. Teorinya jutaan debu kapur akan menciptakan kerai masif.

Tirai kapur ini akan memantulkan sebagian sinar dan panas matahari kembali ke luar angkasa, meredupkan sinar matahari yang melewatinya dan dengan demikian melindungi Bumi dari kerusakan akibat pemanasan iklim.

Baca Juga: Soal Megawati Soekarnoputri Siap Lengser Sebagai Ketum, Effendi Tidak Ada Politik Uang untuk Mendapatkan Suara

Keutsch, yang laboratorium Harvard-nya memimpin proyek tersebut, mengatakan strategi tirai kapur hanya akan diterapkan dengan tujuan menghentikan kemungkinan tidak dapat dihuninya sejumlah titik di planet Bumi.

Tanpa upaya apa pun untuk menghentikan perubahan iklim, seperti pembatasan emisi gas rumah kaca dari bahan bakar fosil dan polutan lainnya, suhu sebagian Bumi akan lebih hangat hingga 10 derajat Fahrenheit daripada saat ini, demikian diungkap studi terakhir.

Baca Juga: Ma'ruf Amin Akui Teknologi Digital Bantu Indonesia Lewati Masa Sulit Pandemi Covid-19

Lebih jauh, perubahan iklim akan membuat sebagian planet tidak dapat dihuni oleh manusia, termasuk wilayah Australia di mana suhu maksimumnya sudah mencapai 123 derajat Fahrenheit.

Namun, para kritikus mengatakan konsep awan debu akan dijadikan alasan oleh  politisi untuk tidak mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi perubahan iklim dengan benar.

Profesor Universitas Edinburgh, Stuart Haszeldine, mengatakan kepada Times bahwa menghalangi matahari tidak akan menghilangkan penyebab utama pemanasan global.

Baca Juga: Sinopsis Buku Harian Seorang Istri 28 Maret 2021: Dewa dan Nana Dimabuk Cinta, Rahasia Bu Farah dalam Bahaya!

“Awan debu akan mendinginkan planet dengan memantulkan radiasi matahari, tetapi begitu Anda melakukannya, itu seperti mengonsumsi heroin. Anda harus terus menggunakan obat untuk terus mendapatkan efeknya,” katanya.

Dia menjelaskan tanpa menangani polusi terlebih dahulu, bukan tidak mungkin debu kapur yang diperlukan di stratosfer jumlahnya akan semakin meningkat.

Efeknya bisa jadi langit siang hari akan berubah warna menjadi putih dan jika tirai kapur dihentikan suhu global akan naik lagi.

Baca Juga: Okan Kornelius Lapor Polisi Atas Pencemaran Nama Baik, Lee Sachi: Aku Sih Nggak Takut Sama Sekali

Sir David King dari Universitas Cambridge, kepada The Times mengatakan harus ada moratorium untuk meluncurkan teknik tersebut.

Sebab menurutnya hal itu bisa menjadi bencana bagi sistem cuaca dengan cara yang tidak dapat diprediksi oleh siapa pun.

Untuk itu, data harus dikumpulkan melalui pemodelan dan teknik lainnya.

Baca Juga: Mama Rossa Bersedih, Reyna Memilih Ikut Bersama Andin: Sinopsis Ikatan Cinta 28 Maret 2021

Ditambahkan Keutsch, intinya uji coba  dilakukan dengan menabur debu dalam jumlah cukup sedikit agar tidak menimbulkan masalah, tetapi cukup untuk dijadikan basis data dalam pemodelan.

David Keith, anggota tim studi mengatakan idealnya teknik ini dilakukan bersamaan dengan tindakan lain, bukan sebagai solusi mandiri.

Sementara timnya menganalisis konsep awan debu, para ahli lainnya fokus mengatasi masalah polusi yang lebih luas, termasuk menemukan teknologi yang dapat menarik keluar karbon dari atmosfer.

Baca Juga: Pengakuan Wilantara kepada Argdana, Ken Dirawat di Rumah Sakit: Sinopsis Love Story 28 Maret 2021

“Faktanya adalah, apa pun pendapat saya atau orang lain dari generasi saya tentang teknik surya, termasuk orang-orang yang berpikir teknik ini tidak boleh dan tidak akan pernah dapat digunakan, kami bukanlah orang yang akan memutuskannya,”  katanya kepada Times.

Ia menilai persoalannya saat ini adalah apakah para peneliti akan mempelajarinya dengan serius atau tidak.

Baca Juga: Jadwal Acara TV RCTI dan SCTV Minggu 28 Maret 2021: Intip Jadwal Ikatan Cinta dan Buku Harian Seorang Istri

“Dari sudut pandang saya, melakukan penyelidikan serius tentang apa saja risikonya dan kemungkinan keberhasilan dari konsep ini dapat memberikan informasi yang lebih baik pada generasi berikutnya untuk membuat keputusan yang lebih tepat.”

Sejauh ini ada sejumlah teori rekayasa geo yang sedang diteliti, termasuk menjadikan tanaman dan bangunan lebih berkilau untuk memantulkan lebih banyak sinar matahari, gelembung mikro di laut dan menghilangkan awan cirrus.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 28 Maret 2021: Sumarno Mengaku! Elsa Tak Bisa Berkelit Lagi, Tanda akan Tamat?

Proposal lainnya termasuk cermin raksasa berbasis ruang angkasa dan menyemprotkan garam laut ke langit untuk membuat awan lebih reflektif.***

Editor: Mia Fahrani

Sumber: dailymail

Tags

Terkini

Terpopuler