Negara Rugi Berkali Lipat Akibat Perkebunan Sawit Ilegal, Dedi Mulyadi Minta Pemerintah Tegas

5 Juli 2021, 18:38 WIB
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi. /Twitter/@DediMulyadi71/

GALAMEDIA - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menilai perlu beberapa kebijakan yang dibenahi agar perkebunan kelapa sawit terus produktif tanpa merusak alam dan tentunya mensejahterakan petani juga masyarakat.

Mantan Bupati Purwakarta ini menilai, industri sawit merupakan komoditi strategis yang memberikan sumbangan cukup besar bagi devisa negara.

Selain itu sawit juga membuka lapangan kerja yang cukup besar terutama bagi daerah yang memiliki areal perkebunan cukup luas.

"Dalam perkembangannya perkebunan sawit menghadapi beberapa permasalahan," terang Dedi saat memimpin RDPU Panja Pengembangan Kelapa Sawit Rakyat secara daring, Senin, 5 Juli 2021.

Baca Juga: Warga Kabupaten Bandung yang Jalani Isoman Diberi Bantuan Pangan

Permasalahan tersebut mulai dari produktivitas yang rendah akibat tanaman berusia sangat tua, bibit kualitas rendah, hingga akses pembiayaan modal cukup sulit.

Padahal dalam undang-undang semua telah dijamin hingga dari segi pembiayaan permodalan yang berasal dari APBN.

Dalam undang-undang juga disebutkan ada iuran yang dipungut kepada seluruh pelaku perkebunan sawit yang seharusnya difokuskan pada upaya peremajaan lahan dan tanaman.

"Yang menjadi fokus peremajaan itu adalah para petani kecil. Tapi sampai saat ini masih banyak keluhan semakin tua perkebunan kelapa sawit, kurangnya pemeliharaan, akses permodalan relatif rendah terutama yang dialami oleh para petani kecil," ungkap dia.

Dedi juga menyebut saat ini masih terhampar luas perkebunan sawit ilegal. Sehingga dapat dipastikan perkebunan tersebut merugikan negara berkali-kali lipat.

Baca Juga: Pemerintah Izinkan WNA Masuk RI saat PPKM Darurat, Ketua KNPI: Ini Negara Indonesia atau Asing

"Yang ilegal ini membuat negara ruginya berkali-kali lipat. Sudah terjadi alih fungsi lahan, yang kedua mereka tidak bayar pajak, bisa jadi pemilik perkebunan tidak iuran sehingga negara rugi lagi," tambahnya.

Panja, ujar Dedi, tidak boleh membiarkan itu semua terus terjadi. Sehingga harus segera disikapi agar tidak ada lagi perkebunan ilegal dan bagaimana pemerintah bisa tegas pada aturan tata ruang yang ada.

Selain itu Dedi juga menyoroti dominasi kekuatan kapitalisme besar yang menyebabkan petani kecil semakin terpuruk. Di sisi lain perkebunan sawit juga rentan akan konflik dengan masyarakat.

"Terlebih jiga perkebunan itu hasil dari alih fungsi lahan yang sebelumnya dianggap sebagai hutan lindung atau hutan adat oleh masyarakat setempat sebagai lahan yang harus dilindungi sejak leluhur mereka ada. Pemerintah harus tegas dalam menjaga kedaulatan itu," jelas dia.

Baca Juga: Jelang Idul Adha 1442 Hijriah Stok Kepokmas di Cimahi Aman! Harga Masih Relatif Stabil

Hal lain yang disoroti Dedi adalah keberadaan buruh khususnya wanita di perkebunan sawit. Sebab selama ini mereka belum sejahtera, tidak ada jam kerja hingga minimnya perlindungan kesehatan hingga keselamatan.

Terakhir, Dedi menilai perkebunan sawit akan menemui titik jenuh. Ia berharap jika hal itu terjadi pemerintah harus siap mengambil langkah agar bekas lahan tidak mengalami kekeringan dan kembali menjadi lahan hijau produktif.

"Ini adalah langkah perbaikan tata kelola agar sawit di Indonesia mengalami pertumbuhan, hutan terus dipertahankan dan petani semakin sejahtera," pungkasnya.***

Editor: Lucky M. Lukman

Tags

Terkini

Terpopuler