Ekonom INDEF Kritik Penanganan Covid-19: Indonesia Sakit Namun Ekonomi Disuruh Lari, Harusnya Lockdown  

1 Agustus 2021, 20:58 WIB
Foto ilustrasi suasana lockdown /Pixabay/ Queven

 

 

GALAMEDIA – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik Junaidi Rachbini turut menyoroti penanganan Covid-19 di Indonesia khususnya dalam sektor ekonomi.

Didik menilai, anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diluncurkan pemerintah untuk mengatasi dampak Covid-19 tidak efektif. Menurutnya anggaran PEN justru tidak mengubah apapun dari krisis yang terjadi.

Rektor Universitas Paramadina Jakarta ini menjelaskan, anggaran PEN dipatok sangat besar, yakni sekitar Rp 600 – 700 triliun, namun realitanya penyebaran Covid-19 masih tinggi bahkan menjadi juara dunia.

Sementara pertumbuhan ekonomi juga tak kunjung membaik ke arah positif.

“Pembiayaan PEN dan Covid ini cukup besar, Rp 600 - 700 triliun, untuk pulihkan ekonomi sekaligus untuk tangani Covid. Tapi sekarang hasilnya malah Covid-nya juara dunia, tidak selesai selesai. Lalu, pertumbuhan ekonominya juga tetap rendah. Ini adalah kegagalan penanganan pandemi,” katanya dalam webinar, Minggu, 1 Agustus 2021.

Baca Juga: Kebijakan Pengunjung Wajib Vaksin Masuk Mal, Ali Syarief: Potret Indonesia Dalam Kegelapan  

Didik berpandangan, sejak awal pandemi seharusnya pemerintah mengambil keputusan lockdown bukan justru beralasan tidak mampu membiyai lockdown.

Karena kata dia, anggaran bantuan sosial pun sangat banyak, sehingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak perlu takut lockdown.

“Anggaran sosial ini banyak tapi keluhan sangat banyak. Dari biaya ini harusnya nggak perlu khawatir lockdown, tapi Presiden bilangnya nggak bisa, maka Covid-nya terus terbengkalai,” tuturnya.

Tokoh Partai Amanat Nasional (PAN) ini menggambarkan, saat ini Indonesia bagaikan orang sakit yang ekonominya diminta berlari dan ada kesalahan dalam pengambilan kebijakan.

“Kita ini kayak orang sakit disuruh lari, orang beres dulu harusnya baru lari. Ini logika terbalik, kebijakan dari segi rasionalismenya sudah salah,” jelasnya.

Baca Juga: Pasokan Vaksin Berdatangan, Muhadjir Effendy: Pemerintah Terus Berupaya Keras

Salah satu pemicu kesalahan pengambilan kebijakan adalah proses politiknya.

“Banyak sekali yang berkepentingan dalam mengambil keputusan alokasi anggaran sebesar-besarnya ini. Itu adalah proses politik, ini problem pertama implikasinya besar,” pungkasnya. ***

Editor: Dicky Aditya

Tags

Terkini

Terpopuler